Mata Kuliah : Ushul Fiqhi
MAKALAH
METODE
ISTINBAT
Disusun Oleh :
v
Djariadin Ronalko
v
Farno Saimudin
v
Hardawani
v
Lilis
v
Harnadi (integrasi)
Semester :
V (Lima)
Dosen
Pembimbing
Rusli,
S.Ag.,MA
JURUSAN
TARBIYAH
FAKULTAS
AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH BUTON
PASARWAJO
2013/2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang
mana telah memberi kita taufiq dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun
makalah yang berjudul “Metode
Istinbatd”.
Untuk memenuhi tugas mata kuliah USHUL FIQHI pada Universitas Muhammadiyah Buton (UMB).
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada
Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah membimbing
kita dari jalan kegelapan menuju jalan yang terang benderang.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan
menambah wawasan bagi kami khususnya, dan segenap pembaca umumnya. Kami
menyadari bahwa paper ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari berbagai pihak sangat kami harapkan untuk menuju kesempurnaan
makalah ini.
Tak lupa kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah bersusah payah membantu hingga
terselesaikannya penulisan makalah ini. Semoga semua bantuan dicatat sebagai
amal sholeh di hadapan Allah SWT. Amin.
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sebagaimana diketahui, sumber pokok Hukum Islam adalah
wahyu, baik yang tertulis (kitab Allah/Al-Qur’an) maupun yang tidak tertulis
(Sunnah Rasulullah). Materi-materi hukum yang terdapat di dalam sumber
tersebut, secara kuantitatif terbatas jumlahnya. Karena itu terutama setelah
berlalunya zaman Rasulullah, dalam penerapannya diperlukan penalaran.
Permasalahan-permasalahan yang tumbuh dalam masyarakat
adakalanya sudah ditemukan nashnya yang jelas dalam kitab suci Al-Qur’an atau
Sunnah Nabi, tetapi adakalanya yang ditemukan dalam Al-Qur’an atau Sunnah Nabi
itu hanya berupa prinsip-prinsip umum. Untuk pemecahan
permasalahan-permasalahan baru yang belum ada nashnya secara jelas, perlu
dilakukan istinbath hukum, yaitu mengeluarkan hukum-hukum baru terhadap permasalahan
yang muncul dalam masyarakat dengan melakukan ijtihad berdasarkan dalil-dalil
yang ada dalam Al-Qur’an atau Sunnah.
Dengan jalan istinbath itu hukum Islam akan senantiasa
berkembang seirama dengan terjadinya dinamika perkembangan masyarakat guna
mewujudkan kemaslahatan dan menegakkan ketertiban dalam pergaulan masyarakat
serta menjamin hak dan kewajiban masing-masing individu yang berkepentingan
secara jelas.
Bagi seseorang yang hendak melakukan ijtihad, maka
ilmu ushul fikih mutlak diperlukan karena ia merupakan alat atau bahan acuan
dalam melakukan istinbath hukum. Dalam makalah ini akan dibahas teori istinbath
dan istidlal yang digunakan dala studi hukum islam.
B. Rumusan
Masalah
Adapaun masalah dari latar belakang diatas yang
penulis ambil yaitu.
1.
Apa pengertian
istinbath?
2.
Bagaimana Metode
Istinbath dari segi bahasa?
3.
Bagaimana Metode
Penetapan Hukum Melalui Maqasid Syari’ah?
4.
Apa Ta’arud dan Tarjih?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui
pengertian istinbath?
2.
Untuk mengetahui
Metode Istinbath dari segi bahasa?
3.
Untuk mengetahui
Metode Penetapan Hukum Melalui Maqasid Syari’ah?
4.
Untuk mengetahui
Ta’arud dan Tarjih?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori
Istinbath
1. Pengertian
Istinbath
Istinbath” berasal dari kata “nabth” yang berarti :
“air yang mula-mula memancar keluar dari sumur yang digali”. Dengan demikian,
menurut bahasa, arti istinbath ialah “mengeluarkan sesuatu dari
persembunyiannya”. Setelah dipakai sebagai istilah dalam studi hukum islam,
arti istinbath menjadi “upaya mengeluarkan hukum dari sumbernya”. Makna istilah
ini hampir sama dengan ijtihad. Fokus istinbath adalah teks suci ayat-ayat
Al-Qur’an dan hadis-hadis Nabi. Karena itu, pemahaman, penggalian, dan
perumusan hukum dari kedua sumber tersebut disebut istinbath.
Kata istinbat bila dihubungkandengan hukum
seperti dijelaskan oleh Muhammad Bin Ali al-fayyumi ahli bahasa arab dan fiqh,
berarti upaya menarik hukum dari Al-quran dan Assunnah dengan jalan ijtihad.
Ayat-ayat al-quran dalam menunjukkan pengertianya
menggunakan berbagai cara ada yang tegas dan ada yang tidak tegas
ada yang melalui arti bahasanya dan ada pula yang melalui maksud hukumnya
disamping itu disatukali terdapat pula perbenturan antara
satu dalil dengan lain dalil yang memerlukan penyelesaian
ushul fiq menyajikan berbagai cara dari berbagai
aspeknya untuk menimba pesan-pesan yang terkandung dalam
al-quran dan sunnah rasullah.Secara garis besar metode istimbat dapat
dibagi kepada syari’ah dan segi penyelesaian beberapa dalil yang bertenta
B. Metode
Istimbath Dari Segi Bahasa
Objek utama yang akan di bahas dalam ushul
fiqh adalah al-quran dan sunah untuk memahami teks-teks dua sumber yang
berbahasa arab tersebut para ulama’ telah menyusun semacam ‘sematik’ yang
akan digunakan dalam praktik penalaran fiqh bahasa arab menyampaikan
suatu pesan dengan berbagai cara dan dalam berbagai tinggkat kejelasanya untuk
itu para ahlinya telah membuat beberapa ketegori lafal atau redaksi diantanya
yang sangat penting dan akan dikemukakan disini adalah masalah
amar, nahi dan takhir. Pembahasan lafal dari segi umum dan khisus pembahasan
lafal dari segi mutlak pembahasan lafal dari segi mantuk dan mafhumdaris,
hal-hal tersebut berikut ini.
1. Amar, Nahi
dan Takhyir
a)
Amar.
Menurut mayoritas ulamak ushul fiqh adalah. Suatu
tuntutan(perintah)untuk melakukan sesuatu dari pihak yang lebih tinggi
kedudukanya kepada pihak yang lebih rendah kedudukanya
Contoh amar yang secara tegas mengandung makna menyuruh, didalam al-quran surat an-nahal. 16:90.
Contoh amar yang secara tegas mengandung makna menyuruh, didalam al-quran surat an-nahal. 16:90.
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku
adil dan berbuat kebajikan , memberi kepada kaum kerabat dan allah
melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan dia memberi
penggajarann kepadamu agar kamu dapat menggambil pelajaran.
b)
Nahi(larangan)
Pengertian nahi versi ulamak ushul fiq. Adalah
larangan melakukan suatu perbuatan dari pihak yang lebih tinggi kedudukanya
kepada pihak yang lebih rendah tingkatanya dengan kalimat yang
menunjukkan atas hal itu.
Contoh nahi, dalam surat al-arf, ayat: 33
Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang
tampak maupun tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak
manusia tanpa alasan yang benar (mengharamkan), mempersekutukan allah dengan
sesuatu yang allah tidak mengeluarkan hujjah untuk itu dan,
(mengharamkan), mengada-ngadakan terhadap allah apa yang tidak kamu
ketahui.
c)
Takhyir(memberi
pilihan)
Yang dimaksud dengan takhyir adalah bahwa syari’(allah
dan rasulnya) memberi pilihan kepada hambanya antara melakukan dan tidak
melakukanya suatu perbuuatan.
Contoh dalam memberikan pilihan. Dalam surat
al-baqorah ayat, 182.
Dihalalkan bagimu dimalam hari puasa bercampur
dengan isteri-isteri kamu.
2. Lafal Umum
(‘am) Dan Lafal Khusus(khas)
a.
Lafal Umum
Lafal umum ialah lafal yang diciptakan
untuk pengertian umum sesuai dengan pengertian lafal itu sendiri
tanpa dibatasi dengan jumlah tertentu. Seperti yang terdapat dalam surat
at-tur 21. Tiap-tiap (kul)manusia terikat dengan apa yang ia kerjakan.
b.
Lafal Khusus
Lafal khusus adalah lafal yang yang mengandung
satu pengertian secara tunggal atau beberapa pengertian yang
terbatas . para ulamak ushul fiq sepakat seperti disebutkan abu
Zahra bahwa lafal khas dalam nash syara’ menunjukkan kepada
pengertianya yang khas secara qaht’i (pasti) dan hukum yang
dikandungnya bersifat pasti selama tidak ada indikasi yang
menunjukkan pengertian lain.
Contoh lafal khas, dalam ayat 89, surat al-maidah.
...............maka khafarat (melanggar) sumpah itu ,
ialah memberi makan sepuluh orang miskin , yaitu makanan yang biasa
kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka.
3. Mutlaq Dan
Muqayyad
Secara bahasa mutlaq berarti bebas tanpa ikatan,
sedangkan menurut istilah seperti yang dikemukakan oleh Abd
al-wahab Khllaf ahli ushul fiq kebangsaan Mesir dalam bukunya ‘Ilmu
Ushul Al fiqh, pengertian mutlaq adalah: lafa yang
menunjukkan suatu satuan tanpa dibatasi secara harfiah dengan
suatu ketentuan. Misalnya lafal mutlaq yang terdapat dalam ayat 234 surat
al-baqoarah. Orang-orang yang meninggal dunia diantara kamu dengan
meninggalkan isteri-isteri(hendaklah para isteri itu)menangguhkan dirinya
(beriddah) empat bulan sepuluh hari.
Sedangkan lafal muqayyadah mengandung arti berarti
terikat . contoh lafal muqayyada adalah yang terdapat dalam surat
Al-Mujadillah ayat 3 dan 4.
4. Mantuq Dan
Mafhum
a.
Pengertian Mantuq
Mantuq secara bahasa berarti “sesuatu yang di ucapkan”
sedangkan menurut istilah ushul fiqh pengertian harfiah dari suatu
lafal yang di ucapkan , ada juga yang mendefinisikan
pengertian mantuq adalah” makna yang secara tegas di
tunjukkan oleh suatu lafal sesuai dengan penciptaanya baik
secara penuh atau berupa bagianya .
Misalya Firman Allah dalam surat
an-nisa’ ayat 3 yang mencamtumkan hukum boleh kawin lebih
dari satu orang dengan syarat adil , jika tidak wajib
embatasi seorang saja.
b.
Pengertian Mafhum
.
Mafhum secara bahasaØ ialah “ suatu yang dipahami dari suatu
teks” dan menurut istilah adalah “ pengertian tersirat dari suatu
lafal (mafhum muwafaqah) atau
pengertian dari kebalikan dari pengertian lafal yang diucapkan (mafhum mukhlafah). Mafhum, menurut mayoritas ulama Ushul Fiqh, seperti tergambar dalam
devinisi di atas dapat dibagi kepada dua macam, yaitu Mafhum muwafaqah, dan Mafhum
mukhalafah.
C. Metode Penetapan
Hukum Melalui Maqasid Syari’ah
1. Pengertian
maqasid syari’ah
Maqasid syari’ah berarti tujuan Aallah dan Rasulnya
dalam merumuskan hukum-hukum islam.tujuan itu dapat di telusuri dalam ayat-ayat
al-qur’an dan asunnah sebagai alasan logis bagi rumusan suatu
hukum yang berorientasi kepada ,kemaslahatan umat manusia. Peranan maqasid
syari’ah dalm pengembangan hukum. Pengetahuan tentang maqasid
syari’ah adalah hal yang sangat penting yang dapat
dijadikan alat bantu untuk memahami ayat-ayat al-quran dan
sunnah , menyelesaika dalil-dalil yang bertentangan dan yang sangat
penting lagi adalh untuk menetapkan hukum terhadap kasus yang tidak
tertampung dalm al-quran dan sunnah secara kajian kebahasaan.
Metode istimbat seperti, qyas, istihsan, dan
masalah mursalah adalah metode-metode pengembangan hukum islam yang
didasarkan atas maqasid syari’ah . sebagai contoh: tentang kasus diharamkanya
khamer(0qs-al-maidah ayat:90.) dari hasil penelitian ulamak ditemukan bahwa
maqasaid syari’ah dari diharamkanya khamer ialah karena sifat yang
memabukkan yang bisa merusak akal pikiran dengan demikian yang menjadi
alasan logis adalah dari kharamnya khamer adalah sifat memabukkanya
sedangkan khamer sendiri hanyalah hanyalah salah satu
contoh dari yangmemabukkan.
Dari sini dapat dikembangkan dngan
metode analogi (qyas) bahwa setiap yang
sifatnya memabukkan adalah juga haram. Dngan demikian
,(illat) hukum dalam suatu ayat atau hadits bila diketahui , maka
terhadapnya dapat dlakukan bilamana dapat dilakukan qyas
(analogi) artinya qyas hanya bisa dilakukan bila
mana ada ayat atau hadits yang secara khusus dapat
dijadikan tempat mengqyas –kanya almaqis alaih. Jika tidak ayat atau
hadits secara khusus yang akan dijadikan al-maqs-alaih, tetapi
termasuk kedalam tujuan syari’at secara umum seperti
memelihara sekurangnya salah satu kebutuhan kebutuhan diatas tadi dalam
hal ini dilakukan metode masalah-mursalah . dalam kajian ushul fiqh
apa yang dianggap maslahat bila sejalan atau bertentanggan dengan
petunjuk-petunjuk umum syari’at , dapat diakui sebagai landasan
hukum yang dikenal dengan marsalahat mursalah.
Jika yang akan diketahui hukumnya itu telah
ditetapkan hukumnya dalam nash atau melalui qyas,
kemudian karena dalam satu kondisi bila ketentuan itu telah
ditetapkan akan berbenturan dengan ketentuan atau kepentinggan
lain yang lebih umum dan lebih layak menurut syara’ untuk di
pertahanan . maka ketentuan itu dapat di tinggalkan khusus dalam kondisi
tersebut . ijtihad seperti ini sering disebut dengan istihsan .
D. Ta’arud dan
Tarjih
1. Ta’arud
Kata ta’arud secara bahasa berarti
pertentangan antara dua hal. Sedangkan menurut istilah seperti
dikemukakan wahbah zuhali , bahwa satu dari kedua dalil
menghendakin hukum yang berbeda dengan hukum yang dikehendaki oleh
dalil yang lain. Bilamana dalam pandangan mujtahid terdapat ta’arud
antara dua dalil maka perlu dicarikan jalan keluarnay dan
disini terjadi perbedaan pendapat antara kalangan syafi’iyah dan
khanafiyah.
1)
Menurut kalangan
hanafiyah, jalan yang di tempuh bila mana terjadi ta’rud secara
global adalah dengan meneliti dahulu mana yang lebih dulu turunya ayat
atau diucapkanya hadits , dan bila diketahui maka dalil yang
terdahulu dianggap telah dinasikh,(dibatalkan), oleh dalil
yang datang belakangan.
2)
Jika
diketahui mana yang lebih dahulu maka cara selanjutnya adalah
dengan cara Trjih yaitu meneliti mana yang lebih kuat diantara
dalail-dalil yang bertentangan.
3)
Jika tidak bisa
di tarjih karena ternyata sama-sama kuat maka jalan
keluarnya adalah dengan mengkompromikan dua dalil itu.
4)
Jika tidak
ada peluang untuk mengkompromikan , maka jalan keluarnya adalah
tidak memakai kedua dalil tersebut. Dan dalam halini seorang
mujtahid hendaklah merujuk kepada dalil yang lebih rendah bobotnya ,
misalnya bila kedua dalil bertentanggan itu terdiri dari ayat-ayat
al-quran maka setelah tidak dapat dikompromikan hendaklah merujuk
kepada sunnah Rasullah.
Sedangkan menurut syafi’iyah apabila terdapat
ta’arud maka penyelesainya dapat dilakukan sebagai berikut.
·
dengan
mengkompromikan antara dua dalil itu selma ada peluang untuk itu,
karena menggamalkan kedua dalil itu lebih baik dari hanya memfungsikan
satu dalil saja.
·
jika tidak dapat
dikompromikan maka jalan keluarnya adalah dengan cara tarjih.
·
selanjutnya jika
tidak ada peluang untuk mentarjih salah satu dari keduanya , maka langkah
selanjutnya adalah , mana diantara dua dalil itu yang lebih dulu
datangnya . jika sudah diketahu maka dalil yang terdahulu
diannagap telah dianggap telah dinasakh (dibatalkan) oleh dalil yang terkemudian,
·
jika tidak
diketahui mana yang terdahulu . maka jalan keluarnya dengan ccara tidak
memakai kedua dalil dan dalam keadaan demikian, seorang mujtahid
hendaklah merujuk kepada dalil yang lebih rendah bobotnya.
2. Tarjih
Tarjih menurut bahaasa berarti membuat sesuatu
cenderung atau mengalahkan. Menurut istilah seprti yang dikemukakan
al-baidlowi, ahli ushul fiq dari kalangan syafi’iyah, adalah
menguatkan salah satu dari kedua dalil yang zanni untuk dapat diamalkan. Berdasarkan
definisi itu bahwa dua dalil yang bertentangan dan yang
akan di tarjih salah satunya itu adalah sama sama
zanni, berbeda dengan itu menurut kalangan hanafiyah, dua dalil
yang bertentanggan yang akan di tarjih salah satunya itu bisa
jadi sama-sama qath’i atau sama-sama zanni. Oleh sebab itu
mereka mendefinisikan tarjih sebagai upaya mencari keunggulan
salah satu dari kedua dalil yang sama atas yang lain.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Istinbath adalah menggali hukum syara’ yang belum
ditegaskan secara langsung oleh nash Al-Qur’an atau Sunnah. Dilihat dari segi
cakupannya, ada pernyataan hukum yang bersifat umum dan ada juga yang bersifat
khusus. Sasaran hukum dalam pernyataan hukum yang umum adalah tanpa
pengecualian, sedangkan pernyataan khusus mengandung pengertian tunggal atau
beberapa pengertian yang terbatas. Ada empat teknik analisa untuk menggali
hukum melalui makna suatu pernyataan hukum yaitu analisa makna terjemah,
analisa pengembangan makna, analisa kata kunci dari suatu pernyataan, dan
analisa relevansi makna. Secara garis besar metode istimbat dapat
dibagi kepada syari’ah dan segi penyelesaian beberapa dalil yang bertentangan.adapun
metode-metodenya adalah. Ta’arud dan tarjih,penetapan hukum melalui
maqasaid syari’ah,dan istimbat dari segi bahasa.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu penulis senantiasa dengan lapang dada menerima
bimbingan dan arahan serta saran dan kritik yang sifatnya membangun demi
perbaikan makalah berikutnya
DAFTAR
PUSTAKA
Blog
Fauzul Online: Makalah Metode Istinbat. Diakses 16 November 2013.
Effendi,Satria.2009. Ushul Fiqh, Jakarta: Kencana
Perdana Media Group.
http/www. Metode istimbath.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar