BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada
abad kesembilan belas, umat Islam India dapat dikatakan masih hidup dengan
tradisi kebesaran dan kemegahan masa lalu. Tetapi pada abad kedua puluh,
sebagian dari rakyat muslim India telah bangkit dengan visi yang bercampur aduk
antara kebesaran masa lalu yang telah hilang dan impian kebesaran yang akan
datang. Jika kita membahas tentang pergolakan pemikiran Islam di India dan
Pakistan juga di dunia Islam lainnya maka kita mengetahuai bahwa gerakan
pemikiran itu tidaklah terjadi dalam kekosongan dorongan dari luar, kuat
ataupun lemah, adalah erat hubungannya dengan kebiasaan berpikir dan system ide
yang ada dalam pikiran muslim itu sendiri. Kita tidak bisa mengharapkan untuk
dapat memahami pemikiran moderen dalam Islam, baik di India dan Pakistan maupun
lainnya, kecuali kita harus memahami latar belakang dari ide-ide Islam yang
ada. Untuk mengetahui pemikiran Islam moderen di India dan Pakistan, latar
belakang yang paling memberi petunjuk adalah keadaan Islam pada abad kesembilan
belas atau paling awal pada abad kedelapan belas. Tetapi itulah soal-soal yang
menjadikan pengetahuan kita sangat terbatas karena kurangnya literatur. Para
penulis memusatkan pembahasanya pada abad-abad pertama dari perkembangan ilmu
kalam dan fiqh dan timbulnya tasawuf dan tarikat. Setelah abad ketiga belas
atau sekitar itu orang menduga bahwa dari segala agama, Islam mengalami
kemandekan yaitu tetap berada dalam bentuk yang dicetak oleh ulama-ulama dari
abad-abad pembentukan sebelumnya, bahkan sering kali mereka beranggapan kalaupun
ada perubahan, maka perubahan itu berisi kemunduran.
Para
pemimpin Muslim India pada pertengahan abad kesembilan belas hidup dengan
kehidupan yang baru, berpikir dengan pikiran yang baru lain dari kehidupan dan
pemikiran orang-orang sebelumnya. Sejarah ide Islam India pada waktu penjajahan
Inggris menggambarkan beberapa aspek yang setiap aspeknya berada sejajar dengan
perkembangan baru dalam lingkungan social negeri itu.
Di antara
para pemikir Islam sib-kontinen (India dan Pakistan) seperti Syekh Waliyullah,
Sir Sayyid Ahmad Khan, Amir Ali, Yusuf Ali, Muhammad Iqbal, Fazhur Rahman, an
Nabawi dan lain-lain, nama Abul Kalam Azad juga merupakan
salah satunya, Beliau berusaha memperjuangkan Nasionalisme India meskipun
hasilnya tidak sesuai dengan apa yang ia harapkan, begitu juga Al Maududi
saja yang mencoba dengan sangat tekun menyuguhkan Islam sebagai suatu sistem
komprehensif bagi kehidupan manusia. Walaupun kadang kala ada kritik keras
dilontarkan oleh sementara pemikir Islam sendiri kepada Al Maududi, bahkan
dengan kata-kata yang jauh di luar batas kewajaran. Akan tetapi, kritik keras
itu tidak sedikitpun menggoyahkan kemantapan tata pikir Al Maududi yang begitu
solid.
Sekitar
tahun 1941, al Maududi mengembangkan pikirannya untuk membentuk suatu gerakan yang
lebih komprehensif, dan itulah yang menyebabkan ia mendirikan organisasi Jama‘ati
Islami (Partai Islam) sekaligus merangkap sebagai ketuanya hingga tahun 1972.
Organisasi Jama‘ati Islam pimpinan al Maududi, pada hakekatnya
merupakan gerakan kader-kader Islam dan bukan menjadi gerakan massa.
Melihat
adanya fenomena para pendiri negara Pakistan, yang cenderung tidak konsisten
melaksanakan ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan bernegara yang didirikan atas
nama Islam itu. Keadaan ini mendorong al Maududi tampil sebagai pejuang yang
berupaya menjadikan Islam sebagai pandangan hidup dan sumber konstitusi di
negara itu. Sebelum penulis mengemukakan permasalahan pokok pada makalah ini
terlebih dahulu kami kemukakan pengertian Theo Demokrasi sebagai berikut :
a. Theo berasal
dari bahasa Yunani yang berarti Tuhan.
b. Demokrasi
berarti : (Bentuk atau system) pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta
memerintah dengan perantara wakilnya.
Jadi
pengertian Theo Demokrasi Islam yang penulis maksudkan adalah Sistem pemerintahan,
di mana rakyat diberi kebebasan menyampaikan pendapatnya dengan tetap berpegang
teguh pada peraturan-peraturan Tuhan.
B.
Rumusan
Masalah
Dari uraian
di atas, pokok permasalahan yang akan dikaji dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimana
biografi Abul Kalam Azad dan Al Maududi ?
2. Bagaimana pembaharuan
pemikiran Abul Kalam Azad dan Al Maududi ?
C.
Tujuan
Penulis
Adapun
tujuan penulisan makalah ini ialah :
1. Untuk
mengetahui biografi dari Abul Kalam Azad dan Al Maududi.
2. Untuk
mengetahui pembaharuan pemikiran Abul Kalam Azad dan Al Maududi.
BAB II
PEMBAHASAN
GERAKAN PEMBAHARUAN ISLAM DI INDIA DAN PAKISTAN
“Abul Kalam Azad dan Al Maududi”
A.
Biografi Abul kalam Azad
Maulana Abul Kalam Azad dilahirkan di Makkah, pada
tanggal 11 November 1888. Orang tua Abul Kalam Azad adalah seorang
ulama dan pemimpin yang pindah ke Makkah setelah gagalnya pemberontakan tahun
1857. Didikan pertama diperolehnya di Makkah dan didikan selanjutnya di
Al-Azhar Kairo. Setelah orang tuanya meninggal ia pergi ke India dan menetap di
sana untuk selama-lamanya. Akan tetapi ada pendapat lain yang mengatakan, bahwa
sepuluh tahun sejak keberadaannya di Makkah, Khairuddin yang tidak lain adalah
ayah Abul Kalam Azad, kembali ke Calcuta India bersama seluruh keluarganya dan
menetap disana.
Dari proses pendidikan yang dilaluinya di
perguruan-perguruan di Makkah dan Kairo-Mesir, Abul Kalam Azad hanya memperoleh
pengetahuan bahasa Arab dan Agama. Setelah di India, ia menambah pengetahuannya
tentang bahasa Inggris dan ilmu-ilmu pengetahuan modern barat dengan usaha
sendiri. Sejak kecil Abul Kalam Azad bercita-cita menjadi pengarang dan
politikus. Ia tidak ingin menjadi ulama seperti Ayahnya. Meskipun ada yang
mencatat bahwa ketika di Mesir Abul Kalam Azad akrab dengan ide-ide reformis
Syeikh Muhammad Abduh dan ide Nasionalisme dan anti Imperialisme Mustafa Kamal.
Dalam usia masih muda, pada tahun 1912 Maulana Abul
Kalam Azad membuat suatu majalah di calcuta yang bernama Al-Hilal. Padamulanya
sirkulasi majalah itu berjumlah sebelas ribu tetapi kemudian meningkat menjadi
25.000. Di majalah inilah ia keluarkan ide-idenya mengenai Agama yang pada
waktu itu mengejutkan bagi golongan Ulama. Al-Hilal juga mengandung ide-ide
politik dan karena serangan dan kritiknya yang tajam terhadap pemerintah
Inggris, majalah itu akhirnya dilarang terbit.
Dalam meniti karier politik, sejak muda ia telah
menggabungkan diri dengan partai Kongres. Aktivitasnya dalam lapangan politik
menyebabkan ia beberapa kali ditangkap dan dipenjarakan. Pada tahun 1923, dalam
usia 35 tahun, ia dipilih sebagai presiden partai Kongres. 17 tahun kemudian,
pada tahun 1940, ia dipilih untuk kedua kalinya menjadi presiden. Selama
hidupnya ia selalu memegang jabatan penting di Partai Kongres, dan setelah
India merdeka, ia pernah menjadi menteri pendidikan India.
Dari semenjak muda ia telah memasuki lapangan politik
dan menggabungkan diri dengan partai Kongres. Aktivitasnya dalam lapangan
politik membuat ia beberapa kali ditangkap dan dipenjarakan. di tahun 1923,
dalam usia 35 tahun, ia dipilih menjadi presiden partai Kongres. 17 tahun
kemudian, pada tahun 1940, ia dipilih untuk kedua kalinya menjadi presiden.
Selama hidupnya ia selalu memegang jabatan penting di partai Kongres, dan setelah
India merdeka ia pernah menjadi menteri pendidikan India. Abul Kalam Azad
meninggal dunia di New Delhi pada 22 Februari tahun 1958.
B.
Pembaharuan Pemikiran Abul Kalam Azad dan Nasionalisme
India
Peranan Abul Kalam Azad dalam lapangan pemikiran pembaharuan
dalam Islam kurang menonjol jika dibandingkan dengan kegiatannya dalam bidang
politik. Banyak penulis menyebutkan bahwa di masa mudanya dia adalah seorang
Pan-Islamis dan kemudian berubah menjadi Nasionalis India. Ketika masih muda,
Abul Kalam Azad sangat berpengaruh terhadap golongan Intelegensia Islam India.
Namun setelah Abul Kalam Azad berubah menjadi Nasionalis India, ia
dianggap kurang menarik lagi bagi golongan Intelegensia Islam India tersebut.
Pemikirannya dalam bidang agama tidak seliberal
pemikiran Akhmad Khan. Sebagai murid Sibli, pembaharuannya terlihat bersifat
moderat. Tujuannya seperti tersebut dalam Al-Hilal ialah melepaskan umat Islam
dari pemikiran-pemikiran abad pertengahan dan taklid. Ia menganjurkan
kembali kepada Al-Qur’an. Dan untuk keperluan ini ia terjemahkan Al-Qur’an
kedalam bahasa urdu dengan diberi tafsiran. Al-Qur’an harus dipahami
sebagaimana adanya, terlepas pengaruh dari pemikiran ahli hukum, sufi, teolog,
filosof, dan sebagainya.
Menurut Abul Kalam Azad, kemunduran umat Islam
disebabkan oleh dogmatisme dan sikap taklid, juga karena umat Islam tidak
seluruhnya menjalankan ajaran-ajaran Islam secara utuh dan komprehensif.
Kebangkitan umat Islam menurut Azad dapat diwujudkan dengan melepaskan
paham-paham asing, juga dengan melaksanakan ajaran Islam dalam segala bidang
kehidupan umat Islam. Juga tidak lupa menurut azad kekuatan umat Islam akan
timbul kembali dengan memperkuat tali persaudaraan dan persatuan umat Islam di
seluruh dunia. Dalam hal ini Abul Kalam Azad sangat kagum kepada Jamaludin
Al-Afghani.
Ditengah penjajahan Inggris di India, muncul para
tokoh yang berjuang untuk kemerdekaan India. Diantaranya adalah munculnya
sejumlah pemikir muslim yang memperjuangkan kemajuan umat Islam melalui
pemurnian, pembaharuan pemikiran dan berbagai gagasan untuk melepaskan diri
dari belenggu penjajahan. Dari sejumlah pemikir yang ada, Abul Kalam Azad
adalah salah satunya. Keinginan agar India merdeka, Abul Kalam Azad akhirnya
menjadi seorang Nasionalis. Menurut Abul Kalam, antara Islam dan Nasionalisme
tidak ada pertentangan. Oleh karena itu ia menentang keras gerakan Aligarh yang
menggaungkan anti Nasionalisme. Tapi ia juga mengkritisi pendidikan modern yang
dibawa sayyid Akhmad Khan yang hanya menghasilkan orang-orang berjiwa pegawai
dan tunduk serta patuh pada Inggris.
Menurut Abul Kalam Azad, rasa takut umat Islam
terhadap mayoritas Hindu tidak mempunyai dasar. Karena menurutnya, jika umat
Islam masih tetap ingin hidup dan tinggal di India, maka ia harus menjadikan
umat Hindu sebagai tetangga dan saudara yang saling berdampingan. Tetapi jika
umat Islam tetap khawatir jika India merdeka, mereka tidak aman dari
orang-orang Hindu, maka pilihannya adalah ia tetap berada dibawah jajahan
Inggris. Sedangkan Azad berpendapat Islam tidak membolehkan untuk mengorbankan
kemerdekaan.
Perjuangan Abul Kalam Azad untuk kemerdekaan India
tidak main-main, sejarah India mencatat ia sebagai orang penting dalam usaha
membebaskan India dari penjajah Inggris. Dia juga dianggap sebagai tokoh pembangunan
India modern yang mengabdikan seluruh hidupnya untuk membebaskan India. Banyak
yang menganggap ia sebagai seorang yang tercerahkan, terpelajar, sederhana,
rendah hati dan pemimpin yang senantiasa memberikan ketauladanan untuk orang
lain. Sehingga banyak yang menuliskan tentang Abul Kalam Azad dalam enam decade
terakhir.
Perjuangannya untuk kemerdekaan India ia Iakukan
dengan kendaraan politiknya yaitu partai Kongress. Pasca meninggalnya tokoh
partai Kongress MA. Ansari pada 1936, Abul Kalam Azad menjadi tokoh muslim
paling berpengaruh di partai tersebut. Sehingga pada tahun 1939 akhirnya Azad
terpilih sebagai presiden partai Kongress. Meski sempat mengalami pembuangan
oleh penguasa Inggris karena Abul Kalam Azad dianggap akan membahayakan kedudukan
mereka di India, tapi Azad tetap memimpin partai Kongress hingga tahun 1946.
Menyusul kemerdekaan India, Abul Kalam Azad akhirnya
menjabat sebagai menteri pendidikan selama sepuluh tahun. Walau bukan seorang
administrator yang efektif, tetapi selama masa jabatannya sempat membuat
beberapa kebijakan penting seperti mengadakan pendidikan teknis bagi perempuan
dan orang dewasa, pendirian akademi sastra, menolak membuang bahasa Inggris
sebagai bahasa Nasional.
Pernyataan Abul Kalam Azad yang menunjukkan jati
dirinya sebagai Muslim Nasionalis. "Saya seorang Muslim dan sangat sadar
akan fakta bahwa saya telah mewarisi tradisi mulia Islam dari empat belas ratus
tahun terakhir, dan saya tidak siap untuk lepaskan meskipun sebagian
kecil dari warisan itu. Sejarah dan ajaran Islam, seni dan surat-surat, budaya
dan peradaban adalah bagian dari kekayaan yang saya miliki, dan itu adalah
tugas saya untuk menghargai dan menjaga itu semua. Tapi, dengan semua perasaan
ini, saya memiliki keinginan yang sama dalam, lahir dari pengalaman hidup yang
diperkuat, dan tidak terhalang oleh ruh Islam. Saya juga bangga dengan fakta
bahwa saya seorang India, merupakan bagian penting dari kesatuan tak
terpisahkan dari kebangsaan India. Ini merupakan faktor penting dalam merubah
total, tanpa adanya ini bangunan tetap tidak akan lengkap.
Jika seluruh dunia adalah negara kita dan harus
dihormati, debu India memiliki tempat pertama. Jika semua umat manusia adalah
saudara kita, maka India memiliki tempat pertama.
Tidak hanya kebebasan nasional, kita mustahil tanpa
persatuan Hindu-Muslim, kita juga tidak dapat membuat tanpa itu,
prinsip-prinsip utama dari umat manusia. Jika malaikat mengatakan kepada saya
" Buang persatuan Hindu-Muslim dan dalam waktu 24 jam saya akan memberikan
kebebasan ke India”.
Saya lebih suka persatuan Hindu-Muslim. Untuk
keterlambatan dalam pencapaian kebebasan akan menjadi kerugian bagi India saja,
tetapi jika persatuan Hindu-Muslim menghilang, yang akan menjadi kerugian bagi
seluruh umat manusia.
Itu takdir sejarah India bahwa ras-ras manusia,
budaya, dan agama harus mengalir padanya, dan bahwa banyak kafilah harus
menemukan beristirahat di sini. Salah satu yang terakhir ini adalah bahwa
karavan-karavan para pengikut Islam. Ini datang ke sini dan menetap untuk
kebaikan Di India menanggung segala cap upaya bersama dari Hindu dan Muslim.
Bahasa kami berbeda, tapi kami tumbuh untuk menggunakan bahasa yang umum sikap
kami dan adat-istiadat yang berbeda, tetapi mereka menghasilkan sintesis baru.
Tidak ada fantasi atau buatan licik untuk memisahkan dan memecah belah kita
dapat mematahkan kesatuan ini.
C.
Biografi Abul A’la Al Maududi
Abul A’la al Maududi dilahirkan pada tanggal 3 Rajab
1321 bertepatan dengan 25 September 1903 di Aurangabad, suatu kota terkenal di
daerah yang sekarang dikenal sebagai Andra Pradesh, India. Ia dilahirkan dari
keluarga yang terhormat, dan nenek moyangnya dari segi ayah keturunan Nabi
Muhammad saw. Inilah sebabnya ia memakai nama Sayyid. Keluarga al Maududi
adalah keturunan langsung dari Khawajah Maunuddin Ajmeri.
Ayah al Maududi, adalah Ahmad hasan yang dilahirkan
pada 1855 M, ia seorang ahli fiqih yang sangat shlmeh, disamping seorang
pengacara, ia juga seorang pengikut tasawuf yang pernah belajar di Aligarh. al
Maududi adalah anak terakhir dari tiga bersaudara. Ia memperoleh pendidikan
dasarnya di bawah bimbingan ayahnya sendiri. Setelah berusia 11 tahun, ia masuk
ke Faqaniyat di Aurangabad sebuah sekolah menengah agama yang memadukan antara
system pendidikan modern dan system pendidikan tradisional. Setamat dari
sekolah ini, ia melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi Dar al ‘Ulum di
Hiderabat. al Maududi terpaksa harus meninggalkan sekolah ini pada uisa 16
tahun, karena kematian ayahnya. Keadaan ini mendorong bekerja di salah satu
penerbit Islam di Delhi. Sementara pada waktu kosong, ia belahar secara
otodidak membaca buku-buku sastra Arab, tafsir, mantik dan filsafat, ditopang
oleh kemampuan bahasanya yaitu : Arab, Inggris, Persia dan Urdu (bahsa
Ibu).
Sejak mudanya al Maududi telah mempunyai kecenderungan
kuat pada bidang jurnalistik, pernah menjadi editor beberapa massa. Dalam usia
17 tahun, ia menjadi pemimpin harian Taj di Jabalpur (India). Kemudian menjadi
pemimpin al Jami’ah salah satu harian Islam yang paling berpengaruh dan populer
di New Delhi (1920 an). Minatnya pada politik tumbuh pada usia sekitar 20
tahun, dan buah tangannya yang pertamadalam masalah ini adalah al Jihaad fi al
Islam (Jihad dalam Islam), salah satu buku yang cermat dan tajam dalam
menganalisis hukum Islam, perang dan damai.
Pemikiran al Maududi, tidak saja berpengaruh dan
bergema di kawasan sub kontinen Indo-Pakistan. melainkan di seluruh dunia
Islam. Karya-karyanya banyak diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, di samping
ia pernah berkeliling dunia untuk memberikan kuliah di berbagai ibu kota
negara-negara timur tengah, London, New York, Toronto dan sejumlah pusat studi
di kota-kota besar lainnya. Ia pernah juga malakukan studi tour ke beberapa
tempat seperti Jordan, Jerussalem, Suriah, Mesir dan Saudi Arabia, untuk
mempelajari aspek-aspek geografi dan historinya.
Akhirnya pada tahun 1953, al Maududi dijatuhi hukuman
mati oleh pemerintah Pakistan karena tuduhan “subversif” yang berkaitan dengan
masalah sekte Ahmadiyah Qadani. Akan tetapi, al Maududi bukannya minta naik
banding atau memohon pengampunan pada penguasa pada waktu itu. Dengan semangat
gembira ia memilih kematian dari pada meminta pengampunan kepada mereka yang
memang ingin menggantungnya. Keteguhan al Maududi ini, justru menggoncangkan pemerintah
dan di bawah tekanan-tekanan dari dalam dan luar negeri, pemerintah Pakistan
mengubah hukuman mati itu menjadi hukuman seumur hidup.
D.
Pembaharuan Abul A’la Al Maududi
Pembaharuan yang ditekankan oleh al Maududi, pada
prinsipnya dilandaskan pada visinya terhadap Islam yang berpangkal pada doktrin
“tauhid”. Doktrin inilah yang menjadi risalah para Nabi dan Rasul Allah untuk
mengajarkan tauhid (keesaan Tuhan, The Unity of Godhead) kepada seluruh umat
manusia dan sepanjang masa.
Doktrin tauhid terpatri dengan tepat dalam kalimat
”tiada Tuhan melainkan Allah” suatu pernyataan yang tampaknya hanya mengakui
dengan kukuh tentang keesaan sang pencipta. Dalam pandangan al Maududi,
mempunyai implikasi yang lebih jauh dari pada apa yang ditujukan oleh keterangan
itu sepintas lalu. Menurut beliau, ”syahadat” itu bukan hanya menerangkan
tentang keesaan Tuhan sebagai pencipta atau bahkan sebagai satu-satunya sasaran
penyembahan, tetapi ia juga menerangkan tentang tidak adanya sesuatu yang
menyerupai Tuhan sebagai yang Maha Kuasa, sebagai Maha Pengatur.
Dengan demikian, seorang yang bertauhid akan loyal,
tunduk secara loyal kepada Allah. Kemudian “syahadat” merupakan deklarasi
moral, suatu ajakan kepada manusia menanggapinya dengan keseluruhan dirinya
untuk beramal dan berbakti kepada-Nya, dan keadaan inilah yang disebut muslim,
karena ketundukannya secara total kepada hukum alam yang telah ditetapkan
Tuhan. Manusia sebagai makhluk Tuhan diberi kebebasan untuk tunduk atau tidak
mematuhi hukum-hukum yang ditetapkannya. Hanya mereka yang patuh saja disebut
muslim.
Kebutuhan manusia untuk mengetahui hukum-hukum Tuhan,
terpenuhi dengan adanya misi keNabian. Dari al Qur’an dan sunnah dapat
diketahui aturan-aturan hidup yang mencakup semua aspek kehidupan manusia. al
Maududi menolak adanya anggapan bahwa Islam hanyalah seperangkat doktrin
tentang metafisika dan ritual belaka. Akan tetapi, ia menegaskan bahwa Islam
adalah “Way of Life”, karena Islam mempunyai ajaran yang konprehensif dan
mencakup semua aspek kehidupan manusia dalam bermasyarakat dan bernegara.
Selanjutnya untuk mendukung pernyataan di atas, al
Maududi menginterprestasikan kembali ayat-ayat al Qur’an dan hadits untuk
menjawab tantangan zaman. Dalam hlm ini, ijtihad sangat diperlukan untuk
menemukan konsep-konsep kehidupan sosial politik Islam dari kedua sumber ajaran
tersebut di atas.
Konsep-konsep al Maududi yang ditujukan bagi
masyarakat abad ke-20, mencakup problem modernitas, menganalisis hubungan Islam
dan nasionalisme, demokrasi, kapitalisme, marxisme, perbankan modern,
pendidikan, hukum, kaum perempuan, pekerjaan, zionisme dan hubungan
internasional. Dengan demikian, pemikiran al Maududi secara luas dan sistematis
berusaha menunjukkan relevansi komprehensif Islam dalam semua aspek kehidupan.
Dalam perspektif kita tentang teori politik modern
atau teori politik sekuler, teori politik Islam seperti yang dikembangkan oleh
al Maududi kelihatan menarik, bahkan ”ganjil”. Keunikan atau keganjilan teori
politik al Maududi terletak pada konsep dasar yang menegaskan bahwa kedaulatan
(souverenitas) ada di tangan Tuhan, bukan di tangan manusia. Oleh karena itu,
teori politik al Maududi berbeda dengan teori demokrasi dari Barat pada umumnya
yang menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat. Ia melihat dalam kenyatan
yang tampak dari praktek demokrasi Barat adalah kegagalan menciptakan keadaan
sosio-ekonomi, sosio-politik serta keadilan hukum.
Hak-hak politik rakyat hanya terbatas sampai
formalitas empat atau lima tahun sekali, dan dalam prakteknya, yang memperoleh
perlindungan hukum hanya mereka yang berasal dari lapisan atas. Sedangkan bagi
rakyat kebanyakan, hukum hanya merupakan slogan kosong tanpa dirahasiakan dalam
kehidupan sehari-hari.
Kedaan seperi di atas, jelas bertentangan dengan
prinsip Islam. Bahwa setiap manusia adalah khalifah Allah dan masing-masing
memikul tanggung jawab yang sama dalam jabatan kekhalifahan. Dengan demikian,
status atau kedudukan setiap manusia adalah sederajat dalam masyarakat.
Seseorang yang terpilih menjadi penguasa, kemudian ia berkuasa secara mutlak
dan semena-mena, berarti ia telah merampas hak-hak orang lain sebagai khalifah
Allah, dan tindakan ini jelas bertentangan dengan prinsip Islam.
Penolakan al Maududi terhadap kedaulatan rakyat, tidak
hanya berdasarkan adanya bukti praktek Demokrasi yang sering menyeleweng,
tetapi terutama berdasarkan pemahamannya tentang ayat-ayat al Qur’an, yang
menunjukkan beberapa prinsip Negara Islam. Prinsip-prinsip yang dimaksud adalah
:
a) Otoritas dan kedaulatan tertinggi berada pada Tuhan
b) Tuhan saja yang berhak memberikan hukum bagi manusia.
Manusia tidak berhak menciptakan hukum serta menentukan apa yang halal dan apa
yang haram. Jadi, hukum di sini berarti norma-norma dasar.
c) Pemerintahan yang menjalankan aturan-aturan dasar dari
Tuhan wajib ditaati oleh rakyat, karena pada dasarnya pemerintah
bertindak sebagai badan politik yang memperlakukan hukum-hukum Tuhan.
Konsep kenegaraan Islam al Maududi, muncul
karena keinginannya menjadikan Pakistan sebagai sebuah Negara yang betul-betul
Islam. Konsepsi kenegaraan ini, yang didasarkan pada prinsip-prinsip di atas
dijabarkan sebagai berikut :
a) Sistem kenegaraan Islam bukan demokrasi, karena dalam
system ini, kedaulatan (kekuasaan) negara secara mutlak di tangan rakyat.
Sistem kenagaraan Islam adalah “Theo demokrasi”, karena system ini mengakui
bahwa kedaulatan rakyat itu dibatasi oleh hukum-hukum Tuhan dari al Qur’an dan
sunnah. Manusia sebagai khalifah-Nya di bumi ini.
b) Pemerintah atau badan eksekutif, hanya dibentuk oleh
umat Islam. Persoalan kenegaraan yang tidak diatur di dalam nash yang jelas,
dipecahkan melalui kesepakatan umat Islam. Untuk mengetahui penjelasan dari al
Qur’an dan sunnah diperlukan ijtihad dari orang yang mencapai tingkat mujtahid.
Sedangkan hukum-hukum yang diambil dari nash-nash yang jelas, tidak seorang pun
boleh mengubahnya. Seperti hukum riba, waris dan lain-lain.
c) Kekuasaan negara, dilakukan oleh tiga lembaga yaitu :
legislatif, eksekutif dan yudikatif. Dengan ketentuan debagai berikut :
1) Kepala negara atau pemerintah, merupakan pemimpin
tertinggi negara yang bertanggung jawab kepada Allah dan kepada rakyat. Ia
harus selalu berkonsultasi dengan majelis syura yang mendapat kepercayaan umat.
2) Keputusan pada majelis syura, pada umumnya diambil
atas dasar suara terbanyak.
3) Jabatan kepala negara dan jabatan-jabatan lain yang
penting tidak boleh diduduki oleh orang yang ambisius
4) Anggota majelis syura, tidak dibenarkan terbagi ke
dalam kelompok-kelompok atau partai-partai. Masing-masing harus menyampaikan
pendapatnya secara perorangan.
5) badan yudikatif atau lembaga peradilan berada di luar
lembaga eksekutif, hakim bertugas melaksanakan hukum-hukum Allah atas hambanya,
bukan mewakili kepala negara, tetapi mewakili Allah.
d) Keanggotaan majelis syura terdiri dari warga negara
yang beragama Islam, laki-laki dewasa, shaleh, mampu menafsirkan dan menerapkan
syariah, serta menyusun undang-undang yang tidak bertentangan dengan al Qur’an
dan sunnah Nabi. Selanjutnya tugas majelis syura sebagai berikut :
1) Merumuskan dalam peraturan perundang-undangan, petunjuk-petunjuk
yang ditemukan secara jelas dalam al Qur’an dan hadits, serta peraturan
pelaksanaannya.
2) Jika terdapat perbedaan penafsiran terhadap ayat al
Qur’an atau hadits, maka harus dapat memutuskan mana yang lebih tepat untuk
ditetapkan.
3) Jika terdapat petunjuk yang jelas, maka penentuan
hukum dilakukan dengan memperhatikan petunjuk umum dari al Qur’an.
e) Dalam negara Islam, terdapat dua kategori
kewarganegaraan ; warga negara muslim dan non muslim (dzimmi). Yang disebutkan
terakhir ini mendapatkan perlindungan dari negara, hak serta kewajiban
tertentu, seperti hak untuk beribadah menurut ajaran agamanya. Dalam masalah
keagamaan, mereka dibina oleh pemimpin-pemimpin agama mereka. Sedangkan dalam
bidang-bidang kehidupan yang lain, mereka tunduk kepada hukum Islam sebagai
hukum mayoritas.
Dengan demikian, negara Islam adalah negara yang
berdasarkan syari’ah atau agama. Dan hanya mereka yang menerima ideology islam
yang berhak mengatur negara. Jadi, inilah yang menjadi salah satu perbedaan
yang mendasar antara nasional dan negara Islam. Negara nasional, mendasarkan
keanggotaan warganya pada kesamaan bangsa, ras, atau etnik yang sederhana.
Negara nasional mengutamakan serta mendahulukan bangsanya sendiri daripada
bangsa-bangsa lain. hal ini berpeluang menimbulkan ketegangan dan permusuhan di
antara mereka. Sedangkan kewarganegaraan Islam didasarkan atas ideology atau
agama, mereka yang menerima prinsip-prinsip Islam tidak dibeda-bedakan, baik
perbedaan kebangsaan, ras, kelas maupun negaranya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
kajian yang telah diuraikan pada bab-bab terdahulu maka. Penulis dapat menarik
suatu kesimpulan sebagai berikut:
1.
Abul Kalam Azad
a)
Abul Kalam Azad dapat dikatakan sebagai
seorang tokoh pembaharuan Islam di India yang memperjuangkan Nasionalisme
masyarakat India.
b)
Peranan Abul Kalam Azad dalam menyatukan
antara umat Islam Dan umat Hindu Tidaklah berjalan sesuai apa yang
diharapkannya hal ini di sebabkan adanya faktor kecurigaan dari masing-masing
pihak serta kebanyakan dari mereka telah meninggalkan ajaran murni setiap
agama.
2.
Al Maududi
a)
Abul A’la al Maududi adalah seorang tokoh paling
produktif mengeluarkan ide-ide pembaharuannya, sekaligus pejuang yang
menginginkan terwujudnya negara Islam yang di dalamnya betul-betul berjalan
sesuai dengan tuntutan syari’ah Islam.
b)
Manurut al Maududi, sistem politik Islam harus
berpijak pada doktrin tauhid yang mempunyai implikasi bahwa kedaulatan
berada di tangan Tuhan, dan bukan pada tangan manusia. Manusia hanyalah
pelaksana (Khalifah) di muka bumi ini.
c)
Konsep kenegaraan al Maududi, muncul disebabkan oleh
keinginannya menjadikan Pakistan sebagai negara yang benar-benar berlandaskan
ajaran Islam atau sebagai negara Islam.
B.
Saran
Perubahan adalah sebuah keniscayaan, dan perubahan
diri adalah pilihan yang harus diambil karena jika tidak, kita akan terlindas
oleh zaman. Banyak hikmah yang bisa kita petik dari kehidupan orang terdahulu.
Mari saling menasehati dalam hal kebaikan, termasuk dalam isi makalah ini agar
lebih sempurna.
DAFTAR
PUSTAKA
Nasution. Harun. Pembaharuan dalam Islam; Sejarah
Pemikiran dan Gerakan. Jakarta:
Bulan Bintang, 2003.
Syaukani, Ahmad. Perkembangan Pemikiran Modern di
Dunia Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2001.
Al Baqir, Muhammad,
Khalifah dan Kerajaan, Bandung : Mizan, 1993
Ali, Mukti A, Alam Pikiran Islam Modern, India dan
Pakistan, Bandung : Mizan, 1993
Abdurrahman, Ancaman
Islam ; Mitos atau Realitas ?, Bandung : Mizan, 1994
Malik, Dedi Djamaluddin, Biografi
Abul A’la al Maududi, Bandung : Risalah, 1984
Sjadzali, Munawir, Islam dan Tata Negara, Ajaran,
sejarah dan Pemikiran, Jakarta : UI Press, 1993
Al-Maududi, Nasionalisme dan Islam, dalam John
J. Dodohue dan John L. Esposito , Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1995
http://makalahtarbiyah7s.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar