Senin, 24 November 2014

MAKALAH GERAKAN PEMBAHARUAN Abul Kalam Azad dan Al Maududi

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Pada abad kesembilan belas, umat Islam India dapat dikatakan masih hidup dengan tradisi kebesaran dan kemegahan masa lalu. Tetapi pada abad kedua puluh, sebagian dari rakyat muslim India telah bangkit dengan visi yang bercampur aduk antara kebesaran masa lalu yang telah hilang dan impian kebesaran yang akan datang. Jika kita membahas tentang pergolakan pemikiran Islam di India dan Pakistan juga di dunia Islam lainnya maka kita mengetahuai bahwa gerakan pemikiran itu tidaklah terjadi dalam kekosongan dorongan dari luar, kuat ataupun lemah, adalah erat hubungannya dengan kebiasaan berpikir dan system ide yang ada dalam pikiran muslim itu sendiri. Kita tidak bisa mengharapkan untuk dapat memahami pemikiran moderen dalam Islam, baik di India dan Pakistan maupun lainnya, kecuali kita harus memahami latar belakang dari ide-ide Islam yang ada. Untuk mengetahui pemikiran Islam moderen di India dan Pakistan, latar belakang yang paling memberi petunjuk adalah keadaan Islam pada abad kesembilan belas atau paling awal pada abad kedelapan belas. Tetapi itulah soal-soal yang menjadikan pengetahuan kita sangat terbatas karena kurangnya literatur. Para penulis memusatkan pembahasanya pada abad-abad pertama dari perkembangan ilmu kalam dan fiqh dan timbulnya tasawuf dan tarikat. Setelah abad ketiga belas atau sekitar itu orang menduga bahwa dari segala agama, Islam mengalami kemandekan yaitu tetap berada dalam bentuk yang dicetak oleh ulama-ulama dari abad-abad pembentukan sebelumnya, bahkan sering kali mereka beranggapan kalaupun ada perubahan, maka perubahan itu berisi kemunduran.
Para pemimpin Muslim India pada pertengahan abad kesembilan belas hidup dengan kehidupan yang baru, berpikir dengan pikiran yang baru lain dari kehidupan dan pemikiran orang-orang sebelumnya. Sejarah ide Islam India pada waktu penjajahan Inggris menggambarkan beberapa aspek yang setiap aspeknya berada sejajar dengan perkembangan baru dalam lingkungan social negeri itu.
Di antara para pemikir Islam sib-kontinen (India dan Pakistan) seperti Syekh Waliyullah, Sir Sayyid Ahmad Khan, Amir Ali, Yusuf Ali, Muhammad Iqbal, Fazhur Rahman, an Nabawi dan lain-lain, nama Abul Kalam Azad juga merupakan salah satunya, Beliau berusaha memperjuangkan Nasionalisme India meskipun hasilnya tidak sesuai dengan apa yang ia harapkan, begitu juga Al Maududi saja yang mencoba dengan sangat tekun menyuguhkan Islam sebagai suatu sistem komprehensif bagi kehidupan manusia. Walaupun kadang kala ada kritik keras dilontarkan oleh sementara pemikir Islam sendiri kepada Al Maududi, bahkan dengan kata-kata yang jauh di luar batas kewajaran. Akan tetapi, kritik keras itu tidak sedikitpun menggoyahkan kemantapan tata pikir Al Maududi yang begitu solid.
Sekitar tahun 1941, al Maududi mengembangkan pikirannya untuk membentuk suatu gerakan yang lebih komprehensif, dan itulah yang menyebabkan ia mendirikan organisasi Jama‘ati Islami (Partai Islam) sekaligus merangkap sebagai ketuanya hingga tahun 1972. Organisasi   Jama‘ati Islam pimpinan al Maududi, pada hakekatnya merupakan gerakan kader-kader Islam dan bukan menjadi gerakan massa.
Melihat adanya fenomena para pendiri negara Pakistan, yang cenderung tidak konsisten melaksanakan ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan bernegara yang didirikan atas nama Islam itu. Keadaan ini mendorong al Maududi tampil sebagai pejuang yang berupaya menjadikan Islam sebagai pandangan hidup dan sumber konstitusi di negara itu. Sebelum penulis mengemukakan permasalahan pokok pada makalah ini terlebih dahulu kami kemukakan pengertian Theo Demokrasi sebagai berikut :
a.       Theo berasal dari bahasa Yunani yang berarti Tuhan.
b.      Demokrasi berarti : (Bentuk atau system) pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah dengan perantara wakilnya.
Jadi pengertian Theo Demokrasi Islam yang penulis maksudkan adalah Sistem pemerintahan, di mana rakyat diberi kebebasan menyampaikan pendapatnya dengan tetap berpegang teguh pada peraturan-peraturan Tuhan.

B.     Rumusan Masalah

Dari uraian di atas, pokok permasalahan yang akan dikaji dalam makalah ini adalah :
1.      Bagaimana biografi Abul Kalam Azad dan Al Maududi ?
2.      Bagaimana pembaharuan pemikiran Abul Kalam Azad dan Al Maududi ?

C.    Tujuan Penulis

Adapun tujuan penulisan makalah ini ialah : 
1.      Untuk mengetahui biografi dari Abul Kalam Azad dan Al Maududi.
2.      Untuk mengetahui pembaharuan pemikiran Abul Kalam Azad dan Al Maududi.


BAB II
PEMBAHASAN

GERAKAN PEMBAHARUAN ISLAM DI INDIA DAN PAKISTAN
“Abul Kalam Azad dan Al Maududi”

A.    Biografi Abul kalam Azad

Maulana Abul Kalam Azad dilahirkan di Makkah, pada tanggal 11 November 1888. Orang tua Abul Kalam Azad adalah seorang ulama dan pemimpin yang pindah ke Makkah setelah gagalnya pemberontakan tahun 1857. Didikan pertama diperolehnya di Makkah dan didikan selanjutnya di Al-Azhar Kairo. Setelah orang tuanya meninggal ia pergi ke India dan menetap di sana untuk selama-lamanya. Akan tetapi ada pendapat lain yang mengatakan, bahwa sepuluh tahun sejak keberadaannya di Makkah, Khairuddin yang tidak lain adalah ayah Abul Kalam Azad, kembali ke Calcuta India bersama seluruh keluarganya dan menetap disana.
Dari proses pendidikan yang dilaluinya di perguruan-perguruan di Makkah dan Kairo-Mesir, Abul Kalam Azad hanya memperoleh pengetahuan bahasa Arab dan Agama. Setelah di India, ia menambah pengetahuannya tentang bahasa Inggris dan ilmu-ilmu pengetahuan modern barat dengan usaha sendiri. Sejak kecil Abul Kalam Azad bercita-cita menjadi pengarang dan politikus. Ia tidak ingin menjadi ulama seperti Ayahnya. Meskipun ada yang mencatat bahwa ketika di Mesir Abul Kalam Azad akrab dengan ide-ide reformis Syeikh Muhammad Abduh dan ide Nasionalisme dan anti Imperialisme Mustafa Kamal.
Dalam usia masih muda, pada tahun 1912 Maulana Abul Kalam Azad membuat suatu majalah di calcuta yang bernama Al-Hilal. Padamulanya sirkulasi majalah itu berjumlah sebelas ribu tetapi kemudian meningkat menjadi 25.000. Di majalah inilah ia keluarkan ide-idenya mengenai Agama yang pada waktu itu mengejutkan bagi golongan Ulama. Al-Hilal juga mengandung ide-ide politik dan karena serangan dan kritiknya yang tajam terhadap pemerintah Inggris, majalah itu akhirnya dilarang terbit.
Dalam meniti karier politik, sejak muda ia telah menggabungkan diri dengan partai Kongres. Aktivitasnya dalam lapangan politik menyebabkan ia beberapa kali ditangkap dan dipenjarakan. Pada tahun 1923, dalam usia 35 tahun, ia dipilih sebagai presiden partai Kongres. 17 tahun kemudian, pada tahun 1940, ia dipilih untuk kedua kalinya menjadi presiden. Selama hidupnya ia selalu memegang jabatan penting di Partai Kongres, dan setelah India merdeka, ia pernah menjadi menteri pendidikan India.
Dari semenjak muda ia telah memasuki lapangan politik dan menggabungkan diri dengan partai Kongres. Aktivitasnya dalam lapangan politik membuat ia beberapa kali ditangkap dan dipenjarakan. di tahun 1923, dalam usia 35 tahun, ia dipilih menjadi presiden partai Kongres. 17 tahun kemudian, pada tahun 1940, ia dipilih untuk kedua kalinya menjadi presiden. Selama hidupnya ia selalu memegang jabatan penting di partai Kongres, dan setelah India merdeka ia pernah menjadi menteri pendidikan India. Abul Kalam Azad meninggal dunia di New Delhi pada 22 Februari tahun 1958.

B.     Pembaharuan Pemikiran Abul Kalam Azad dan Nasionalisme India

Peranan Abul Kalam Azad dalam lapangan pemikiran pembaharuan dalam Islam kurang menonjol jika dibandingkan dengan kegiatannya dalam bidang politik. Banyak penulis menyebutkan bahwa di masa mudanya dia adalah seorang Pan-Islamis dan kemudian berubah menjadi Nasionalis India. Ketika masih muda, Abul Kalam Azad sangat berpengaruh terhadap golongan Intelegensia Islam India. Namun setelah Abul Kalam Azad  berubah menjadi Nasionalis India, ia dianggap kurang menarik lagi bagi golongan Intelegensia Islam India tersebut.
Pemikirannya dalam bidang agama tidak seliberal pemikiran Akhmad Khan. Sebagai murid Sibli, pembaharuannya terlihat bersifat moderat. Tujuannya seperti tersebut dalam Al-Hilal ialah melepaskan umat Islam dari  pemikiran-pemikiran abad pertengahan dan taklid. Ia menganjurkan kembali kepada Al-Qur’an. Dan untuk keperluan ini ia terjemahkan Al-Qur’an kedalam bahasa urdu dengan diberi tafsiran. Al-Qur’an harus dipahami sebagaimana adanya, terlepas pengaruh dari pemikiran ahli hukum, sufi, teolog, filosof, dan sebagainya.
Menurut Abul Kalam Azad, kemunduran umat Islam disebabkan oleh dogmatisme dan sikap taklid, juga karena umat Islam tidak seluruhnya menjalankan ajaran-ajaran Islam secara utuh dan komprehensif. Kebangkitan umat Islam menurut Azad dapat diwujudkan dengan melepaskan paham-paham asing, juga dengan melaksanakan ajaran Islam dalam segala bidang kehidupan umat Islam. Juga tidak lupa menurut azad kekuatan umat Islam akan timbul kembali dengan memperkuat tali persaudaraan dan persatuan umat Islam di seluruh dunia. Dalam hal ini Abul Kalam Azad sangat kagum kepada Jamaludin Al-Afghani.
Ditengah penjajahan Inggris di India, muncul para tokoh yang berjuang untuk kemerdekaan India. Diantaranya adalah munculnya sejumlah pemikir muslim yang memperjuangkan kemajuan umat Islam melalui pemurnian, pembaharuan pemikiran dan berbagai gagasan untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Dari sejumlah pemikir yang ada, Abul Kalam Azad adalah salah satunya. Keinginan agar India merdeka, Abul Kalam Azad akhirnya menjadi seorang Nasionalis. Menurut Abul Kalam, antara Islam dan Nasionalisme tidak ada pertentangan. Oleh karena itu ia menentang keras gerakan Aligarh yang menggaungkan anti Nasionalisme. Tapi ia juga mengkritisi pendidikan modern yang dibawa sayyid Akhmad Khan yang hanya menghasilkan orang-orang berjiwa pegawai dan tunduk serta patuh pada Inggris.
Menurut Abul Kalam Azad, rasa takut umat Islam terhadap mayoritas Hindu tidak mempunyai dasar. Karena menurutnya, jika umat Islam masih tetap ingin hidup dan tinggal di India, maka ia harus menjadikan umat Hindu sebagai tetangga dan saudara yang saling berdampingan. Tetapi jika umat Islam tetap khawatir jika India merdeka, mereka tidak aman dari orang-orang Hindu, maka pilihannya adalah ia tetap berada dibawah jajahan Inggris. Sedangkan Azad berpendapat Islam tidak membolehkan untuk mengorbankan kemerdekaan.
Perjuangan Abul Kalam Azad untuk kemerdekaan India tidak main-main, sejarah India mencatat ia sebagai orang penting dalam usaha membebaskan India dari penjajah Inggris. Dia juga dianggap sebagai tokoh pembangunan India modern yang mengabdikan seluruh hidupnya untuk membebaskan India. Banyak yang menganggap ia sebagai seorang yang tercerahkan, terpelajar, sederhana, rendah hati dan pemimpin yang senantiasa memberikan ketauladanan untuk orang lain. Sehingga banyak yang menuliskan tentang Abul Kalam Azad dalam enam decade terakhir.
Perjuangannya untuk kemerdekaan India ia Iakukan dengan kendaraan politiknya yaitu partai Kongress. Pasca meninggalnya tokoh partai Kongress MA. Ansari pada 1936, Abul Kalam Azad menjadi tokoh muslim paling berpengaruh di partai tersebut. Sehingga pada tahun 1939 akhirnya Azad terpilih sebagai presiden partai Kongress. Meski sempat mengalami pembuangan oleh penguasa Inggris karena Abul Kalam Azad dianggap akan membahayakan kedudukan mereka di India, tapi Azad tetap memimpin partai Kongress hingga tahun 1946.
Menyusul kemerdekaan India, Abul Kalam Azad akhirnya menjabat sebagai menteri pendidikan selama sepuluh tahun. Walau bukan seorang administrator yang efektif, tetapi selama masa jabatannya sempat membuat beberapa kebijakan penting seperti mengadakan pendidikan teknis bagi perempuan dan orang dewasa, pendirian akademi sastra, menolak membuang bahasa Inggris sebagai bahasa Nasional.
Pernyataan Abul Kalam Azad yang menunjukkan jati dirinya sebagai Muslim Nasionalis. "Saya seorang Muslim dan sangat sadar akan fakta bahwa saya telah mewarisi tradisi mulia Islam dari empat belas ratus tahun terakhir, dan  saya tidak siap untuk lepaskan meskipun sebagian kecil dari warisan itu. Sejarah dan ajaran Islam, seni dan surat-surat, budaya dan peradaban adalah bagian dari kekayaan yang saya miliki, dan itu adalah tugas saya untuk menghargai dan menjaga itu semua. Tapi, dengan semua perasaan ini, saya memiliki keinginan yang sama dalam, lahir dari pengalaman hidup yang diperkuat, dan tidak terhalang oleh ruh Islam. Saya juga bangga dengan fakta bahwa saya seorang India, merupakan bagian penting dari kesatuan tak terpisahkan dari kebangsaan India. Ini merupakan faktor penting dalam merubah total, tanpa adanya ini bangunan tetap tidak akan lengkap.
Jika seluruh dunia adalah negara kita dan harus dihormati, debu India memiliki tempat pertama. Jika semua umat manusia adalah saudara kita, maka India memiliki tempat pertama.
Tidak hanya kebebasan nasional, kita mustahil tanpa persatuan Hindu-Muslim, kita juga tidak dapat membuat tanpa itu, prinsip-prinsip utama dari umat manusia. Jika malaikat mengatakan kepada saya " Buang persatuan Hindu-Muslim dan dalam waktu 24 jam saya akan memberikan kebebasan ke India”.
Saya lebih suka persatuan Hindu-Muslim. Untuk keterlambatan dalam pencapaian kebebasan akan menjadi kerugian bagi India saja, tetapi jika persatuan Hindu-Muslim menghilang, yang akan menjadi kerugian bagi seluruh umat manusia.
Itu takdir sejarah India bahwa ras-ras manusia, budaya, dan agama harus mengalir padanya, dan bahwa banyak kafilah harus menemukan beristirahat di sini. Salah satu yang terakhir ini adalah bahwa karavan-karavan para pengikut Islam. Ini datang ke sini dan menetap untuk kebaikan Di India menanggung segala cap upaya bersama dari Hindu dan Muslim. Bahasa kami berbeda, tapi kami tumbuh untuk menggunakan bahasa yang umum sikap kami dan adat-istiadat yang berbeda, tetapi mereka menghasilkan sintesis baru. Tidak ada fantasi atau buatan licik untuk memisahkan dan memecah belah kita dapat mematahkan kesatuan ini.

C.    Biografi Abul A’la Al Maududi

Abul A’la al Maududi dilahirkan pada tanggal 3 Rajab 1321 bertepatan dengan 25 September 1903 di Aurangabad, suatu kota terkenal di daerah yang sekarang dikenal sebagai Andra Pradesh, India. Ia dilahirkan dari keluarga yang terhormat, dan nenek moyangnya dari segi ayah keturunan Nabi Muhammad saw. Inilah sebabnya ia memakai nama Sayyid. Keluarga al Maududi adalah keturunan langsung dari Khawajah Maunuddin Ajmeri.
Ayah al Maududi, adalah Ahmad hasan yang dilahirkan pada 1855 M, ia seorang ahli fiqih yang sangat shlmeh, disamping seorang pengacara, ia juga seorang pengikut tasawuf yang pernah belajar di Aligarh. al Maududi adalah anak terakhir dari tiga bersaudara. Ia memperoleh pendidikan dasarnya di bawah bimbingan ayahnya sendiri. Setelah berusia 11 tahun, ia masuk ke Faqaniyat di Aurangabad sebuah sekolah menengah agama yang memadukan antara system pendidikan modern dan system pendidikan tradisional. Setamat dari sekolah ini, ia melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi Dar al ‘Ulum di Hiderabat. al Maududi terpaksa harus meninggalkan sekolah ini pada uisa 16 tahun, karena kematian ayahnya. Keadaan ini mendorong bekerja di salah satu penerbit Islam di Delhi. Sementara pada waktu kosong, ia belahar secara otodidak membaca buku-buku sastra Arab, tafsir, mantik dan filsafat, ditopang oleh kemampuan bahasanya yaitu : Arab, Inggris, Persia dan Urdu (bahsa Ibu).
Sejak mudanya al Maududi telah mempunyai kecenderungan kuat pada bidang jurnalistik, pernah menjadi editor beberapa massa. Dalam usia 17 tahun, ia menjadi pemimpin harian Taj di Jabalpur (India). Kemudian menjadi pemimpin al Jami’ah salah satu harian Islam yang paling berpengaruh dan populer di New Delhi (1920 an). Minatnya pada politik tumbuh pada usia sekitar 20 tahun, dan buah tangannya yang pertamadalam masalah ini adalah al Jihaad fi al Islam (Jihad dalam Islam), salah satu buku yang cermat dan tajam dalam menganalisis hukum Islam, perang dan damai.
Pemikiran al Maududi, tidak saja berpengaruh dan bergema di kawasan sub kontinen Indo-Pakistan. melainkan di seluruh dunia Islam. Karya-karyanya banyak diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, di samping ia pernah berkeliling dunia untuk memberikan kuliah di berbagai ibu kota negara-negara timur tengah, London, New York, Toronto dan sejumlah pusat studi di kota-kota besar lainnya. Ia pernah juga malakukan studi tour ke beberapa tempat seperti Jordan, Jerussalem, Suriah, Mesir dan Saudi Arabia, untuk mempelajari aspek-aspek geografi dan historinya.
Akhirnya pada tahun 1953, al Maududi dijatuhi hukuman mati oleh pemerintah Pakistan karena tuduhan “subversif” yang berkaitan dengan masalah sekte Ahmadiyah Qadani. Akan tetapi, al Maududi bukannya minta naik banding atau memohon pengampunan pada penguasa pada waktu itu. Dengan semangat gembira ia memilih kematian dari pada meminta pengampunan kepada mereka yang memang ingin menggantungnya. Keteguhan al Maududi ini, justru menggoncangkan pemerintah dan di bawah tekanan-tekanan dari dalam dan luar negeri, pemerintah Pakistan mengubah hukuman mati itu menjadi hukuman seumur hidup.

D.    Pembaharuan Abul A’la Al Maududi

Pembaharuan yang ditekankan oleh al Maududi, pada prinsipnya dilandaskan pada visinya terhadap Islam yang berpangkal pada doktrin “tauhid”. Doktrin inilah yang menjadi risalah para Nabi dan Rasul Allah untuk mengajarkan tauhid (keesaan Tuhan, The Unity of Godhead) kepada seluruh umat manusia dan sepanjang masa.
Doktrin tauhid terpatri dengan tepat dalam kalimat ”tiada Tuhan melainkan Allah” suatu pernyataan yang tampaknya hanya mengakui dengan kukuh tentang keesaan sang pencipta. Dalam pandangan al Maududi, mempunyai implikasi yang lebih jauh dari pada apa yang ditujukan oleh keterangan itu sepintas lalu. Menurut beliau, ”syahadat” itu bukan hanya menerangkan tentang keesaan Tuhan sebagai pencipta atau bahkan sebagai satu-satunya sasaran penyembahan, tetapi ia juga menerangkan tentang tidak adanya sesuatu yang menyerupai Tuhan sebagai yang Maha Kuasa, sebagai Maha Pengatur.
Dengan demikian, seorang yang bertauhid akan loyal, tunduk secara loyal kepada Allah. Kemudian “syahadat” merupakan deklarasi moral, suatu ajakan kepada manusia menanggapinya dengan keseluruhan dirinya untuk beramal dan berbakti kepada-Nya, dan keadaan inilah yang disebut muslim, karena ketundukannya secara total kepada hukum alam yang telah ditetapkan Tuhan. Manusia sebagai makhluk Tuhan diberi kebebasan untuk tunduk atau tidak mematuhi hukum-hukum yang ditetapkannya. Hanya mereka yang patuh saja disebut muslim.
Kebutuhan manusia untuk mengetahui hukum-hukum Tuhan, terpenuhi dengan adanya misi keNabian. Dari al Qur’an dan sunnah dapat diketahui aturan-aturan hidup yang mencakup semua aspek kehidupan manusia. al Maududi menolak adanya anggapan bahwa Islam hanyalah seperangkat doktrin tentang metafisika dan ritual belaka. Akan tetapi, ia menegaskan bahwa Islam adalah “Way of Life”, karena Islam mempunyai ajaran yang konprehensif dan mencakup semua aspek kehidupan manusia dalam bermasyarakat dan bernegara.
Selanjutnya untuk mendukung pernyataan di atas, al Maududi menginterprestasikan kembali ayat-ayat al Qur’an dan hadits untuk menjawab tantangan zaman. Dalam hlm ini, ijtihad sangat diperlukan untuk menemukan konsep-konsep kehidupan sosial politik Islam dari kedua sumber ajaran tersebut di atas.
Konsep-konsep al Maududi yang ditujukan bagi masyarakat abad ke-20, mencakup problem modernitas, menganalisis hubungan Islam dan nasionalisme, demokrasi, kapitalisme, marxisme, perbankan modern, pendidikan, hukum, kaum perempuan, pekerjaan, zionisme dan hubungan internasional. Dengan demikian, pemikiran al Maududi secara luas dan sistematis berusaha menunjukkan relevansi komprehensif Islam dalam semua aspek kehidupan.
Dalam perspektif kita tentang teori politik modern atau teori politik sekuler, teori politik Islam seperti yang dikembangkan oleh al Maududi kelihatan menarik, bahkan ”ganjil”. Keunikan atau keganjilan teori politik al Maududi terletak pada konsep dasar yang menegaskan bahwa kedaulatan (souverenitas) ada di tangan Tuhan, bukan di tangan manusia. Oleh karena itu, teori politik al Maududi berbeda dengan teori demokrasi dari Barat pada umumnya yang menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat. Ia melihat dalam kenyatan yang tampak dari praktek demokrasi Barat adalah kegagalan menciptakan keadaan sosio-ekonomi, sosio-politik serta keadilan hukum.
Hak-hak politik rakyat hanya terbatas sampai formalitas empat atau lima tahun sekali, dan dalam prakteknya, yang memperoleh perlindungan hukum hanya mereka yang berasal dari lapisan atas. Sedangkan bagi rakyat kebanyakan, hukum hanya merupakan slogan kosong tanpa dirahasiakan dalam kehidupan sehari-hari.
Kedaan seperi di atas, jelas bertentangan dengan prinsip Islam. Bahwa setiap manusia adalah khalifah Allah dan masing-masing memikul tanggung jawab yang sama dalam jabatan kekhalifahan. Dengan demikian, status atau kedudukan setiap manusia adalah sederajat dalam masyarakat. Seseorang yang terpilih menjadi penguasa, kemudian ia berkuasa secara mutlak dan semena-mena, berarti ia telah merampas hak-hak orang lain sebagai khalifah Allah, dan tindakan ini jelas bertentangan dengan prinsip Islam.
Penolakan al Maududi terhadap kedaulatan rakyat, tidak hanya berdasarkan adanya bukti praktek Demokrasi yang sering menyeleweng, tetapi terutama berdasarkan pemahamannya tentang ayat-ayat al Qur’an, yang menunjukkan beberapa prinsip Negara Islam. Prinsip-prinsip yang dimaksud adalah :
a)      Otoritas dan kedaulatan tertinggi berada pada Tuhan
b)      Tuhan saja yang berhak memberikan hukum bagi manusia. Manusia tidak berhak menciptakan hukum serta menentukan apa yang halal dan apa yang haram. Jadi, hukum di sini berarti norma-norma dasar.
c)      Pemerintahan yang menjalankan aturan-aturan dasar dari Tuhan wajib ditaati oleh rakyat,  karena pada dasarnya pemerintah bertindak sebagai badan politik yang memperlakukan hukum-hukum Tuhan.

Konsep  kenegaraan Islam al Maududi, muncul karena keinginannya menjadikan Pakistan sebagai sebuah Negara yang betul-betul Islam. Konsepsi kenegaraan ini, yang didasarkan pada prinsip-prinsip di atas dijabarkan sebagai berikut :
a)      Sistem kenegaraan Islam bukan demokrasi, karena dalam system ini, kedaulatan (kekuasaan) negara secara mutlak di tangan rakyat. Sistem kenagaraan Islam adalah “Theo demokrasi”, karena system ini mengakui bahwa kedaulatan rakyat itu dibatasi oleh hukum-hukum Tuhan dari al Qur’an dan sunnah. Manusia sebagai khalifah-Nya di bumi ini.
b)      Pemerintah atau badan eksekutif, hanya dibentuk oleh umat Islam. Persoalan kenegaraan yang tidak diatur di dalam nash yang jelas, dipecahkan melalui kesepakatan umat Islam. Untuk mengetahui penjelasan dari al Qur’an dan sunnah diperlukan ijtihad dari orang yang mencapai tingkat mujtahid. Sedangkan hukum-hukum yang diambil dari nash-nash yang jelas, tidak seorang pun boleh mengubahnya. Seperti hukum riba, waris dan lain-lain.
c)      Kekuasaan negara, dilakukan oleh tiga lembaga yaitu : legislatif, eksekutif dan yudikatif. Dengan ketentuan debagai berikut :
1)      Kepala negara atau pemerintah, merupakan pemimpin tertinggi negara yang bertanggung jawab kepada Allah dan kepada rakyat. Ia harus selalu berkonsultasi dengan majelis syura yang mendapat kepercayaan umat.
2)      Keputusan pada majelis syura, pada umumnya diambil atas dasar suara terbanyak.
3)      Jabatan kepala negara dan jabatan-jabatan lain yang penting tidak boleh diduduki oleh orang yang ambisius
4)      Anggota majelis syura, tidak dibenarkan terbagi ke dalam kelompok-kelompok atau partai-partai. Masing-masing harus menyampaikan pendapatnya secara perorangan.
5)      badan yudikatif atau lembaga peradilan berada di luar lembaga eksekutif, hakim bertugas melaksanakan hukum-hukum Allah atas hambanya, bukan mewakili kepala negara, tetapi mewakili Allah.
d)     Keanggotaan majelis syura terdiri dari warga negara yang beragama Islam, laki-laki dewasa, shaleh, mampu menafsirkan dan menerapkan syariah, serta menyusun undang-undang yang tidak bertentangan dengan al Qur’an dan sunnah Nabi. Selanjutnya tugas majelis syura sebagai berikut :
1)      Merumuskan dalam peraturan perundang-undangan, petunjuk-petunjuk yang ditemukan secara jelas dalam al Qur’an dan hadits, serta peraturan pelaksanaannya.
2)      Jika terdapat perbedaan penafsiran terhadap ayat al Qur’an atau hadits, maka harus dapat memutuskan mana yang lebih tepat untuk ditetapkan.
3)      Jika terdapat petunjuk yang jelas, maka penentuan hukum dilakukan dengan memperhatikan petunjuk umum dari al Qur’an.
e)      Dalam negara Islam, terdapat dua kategori kewarganegaraan ; warga negara muslim dan non muslim (dzimmi). Yang disebutkan terakhir ini mendapatkan perlindungan dari negara, hak serta kewajiban tertentu, seperti hak untuk beribadah menurut ajaran agamanya. Dalam masalah keagamaan, mereka dibina oleh pemimpin-pemimpin agama mereka. Sedangkan dalam bidang-bidang kehidupan yang lain, mereka tunduk kepada hukum Islam sebagai hukum mayoritas.

Dengan demikian, negara Islam adalah negara yang berdasarkan syari’ah atau agama. Dan hanya mereka yang menerima ideology islam yang berhak mengatur negara. Jadi, inilah yang menjadi salah satu perbedaan yang mendasar antara nasional dan negara Islam. Negara nasional, mendasarkan keanggotaan warganya pada kesamaan bangsa, ras, atau etnik yang sederhana. Negara nasional mengutamakan serta mendahulukan bangsanya sendiri daripada bangsa-bangsa lain. hal ini berpeluang menimbulkan ketegangan dan permusuhan di antara mereka. Sedangkan kewarganegaraan Islam didasarkan atas ideology atau agama, mereka yang menerima prinsip-prinsip Islam tidak dibeda-bedakan, baik perbedaan kebangsaan, ras, kelas maupun negaranya.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Berdasarkan kajian yang telah diuraikan pada bab-bab terdahulu maka. Penulis dapat menarik suatu kesimpulan sebagai berikut:

1.      Abul Kalam Azad
a)      Abul Kalam Azad dapat dikatakan sebagai seorang tokoh pembaharuan Islam di India yang memperjuangkan Nasionalisme masyarakat India.
b)      Peranan Abul Kalam Azad dalam menyatukan antara umat Islam Dan umat Hindu Tidaklah berjalan sesuai apa yang diharapkannya hal ini di sebabkan adanya faktor kecurigaan dari masing-masing pihak serta kebanyakan dari mereka telah meninggalkan ajaran murni setiap agama.

2.      Al Maududi
a)      Abul A’la al Maududi adalah seorang tokoh paling produktif mengeluarkan ide-ide pembaharuannya, sekaligus pejuang yang menginginkan terwujudnya negara Islam yang di dalamnya betul-betul berjalan sesuai dengan tuntutan syari’ah Islam.
b)      Manurut al Maududi, sistem politik Islam harus berpijak pada doktrin  tauhid yang mempunyai implikasi bahwa kedaulatan berada di tangan Tuhan, dan bukan pada tangan manusia. Manusia hanyalah pelaksana (Khalifah) di muka bumi ini.
c)      Konsep kenegaraan al Maududi, muncul disebabkan oleh keinginannya menjadikan Pakistan sebagai negara yang benar-benar berlandaskan ajaran Islam atau sebagai negara Islam.

B.     Saran

Perubahan adalah sebuah keniscayaan, dan perubahan diri adalah pilihan yang harus diambil karena jika tidak, kita akan terlindas oleh zaman. Banyak hikmah yang bisa kita petik dari kehidupan orang terdahulu. Mari saling menasehati dalam hal kebaikan, termasuk dalam isi makalah ini agar lebih sempurna.


DAFTAR PUSTAKA

Nasution. Harun. Pembaharuan dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan      Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang, 2003.
Syaukani, Ahmad. Perkembangan Pemikiran Modern di Dunia Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2001.
Al Baqir, Muhammad,  Khalifah dan Kerajaan, Bandung : Mizan, 1993
Ali, Mukti A, Alam Pikiran Islam Modern, India dan Pakistan, Bandung : Mizan,   1993
Abdurrahman,  Ancaman Islam ; Mitos atau Realitas ?, Bandung : Mizan, 1994
Malik, Dedi Djamaluddin,  Biografi Abul A’la al Maududi, Bandung : Risalah, 1984
Sjadzali, Munawir, Islam dan Tata Negara, Ajaran, sejarah dan Pemikiran, Jakarta : UI Press, 1993
Al-Maududi, Nasionalisme dan Islam, dalam John J. Dodohue dan John L. Esposito , Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1995
http://makalahtarbiyah7s.blogspot.com   



Tidak ada komentar:

Posting Komentar