BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Agama-agama
yang di syari’atkan Allah kepada kita itu adalah sebagaimana yang pernah di
wasiatkan kepada Rasul-rasulnya yang dahulu-dahulu , yakni agama yang merupakan
pokok-pokok aqidah dan tiang-tiang atau rukun-rukun keimanan. Allah telah
menurunkan kitab-kitabnya kepada para nabi degan tujuan memberikan petunjuk
untuk manusia agar dapat menempuh jalan yang lurus, bijaksana dan di ridhai
Tuhan.
Di
dalam Al-Qur’an juga telah dijelaskan tentang beberapa hal diantaranya adalah
tentang hari kiamat, kita wajib meyakini dan mempercayai hari kiamat tersebut.
Dan di dalam alam ini Allah juga telah
menciptakan makhluk yang tidak dapat dilihat oleh manusia contohnya: Malaikat,
Jin, dan ruh. Dan penjelasan tentang hal-hal ghaib maupun hari akhir semuanya
telah di jelaskan ke dalam kitab Allah yang di turunkan kepada nabi Muhammad
yakni kitab Al-Qur’an.
Sebagaimana yang diketahui bersama bahwa orang yang
baik selama hidupnya di dunia akan mendapat balasan kelak di akhirat yang
berupa surga. Dan ketika surga diidentikkan dengan pernyataan tersebut, maka
hal ini menjadi suatu permasalahan eskatologis atau masalah gaib. Sebab, tidak
seorangpun yang bisa melihat atau mengetahui persoalan gaib kecuali yang
sifatnya berupa informasi masa yang akan datang atau prediksi, yaitu melalui
Alqur’an yang merupakan firman Allah swt. Namun pengetahuan manusia mengenai
hal gaib tidak akan bisa se-akurat pengetahuan Allah.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah untuk
pokok pembasahasan dalam makalah ini yakni :
1. Apa pengertian kita-kitab Allah dan eskatologi ?
2. Bagaimana gambaran tentang kematian dan akhirat ?
3. Bagaiman gambaran tentang surga dan neraka dalam
al-qur’an ?
C.
Tujuan Penulis
Tujuan dari
makalah ini selain untuk memenuhi tugas kuliah, juga untuk memberikan
pengetahuan tentang apa saja gambaran-gambaran tentang kematian, hari kiamat ,
serta surga dan neraka dalam penjelasan Al-Qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kitab-Kitab Allah
Kitab
Allah yang wajib diimani oleh umat Islam ada empat. Kitab Allah adalah
catatan-catatan yang difirmankan oleh Allah kepada para nabi dan rosul.
Diantara nya yaitu Al-Qur’an ,Zabur,Taurat,dan Injil. Sebagaimana Firman Allah
dalam QS.An Nisa 4;163 “Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana
Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami
telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Ya’qub dan anak
cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun, dan Sulaiman. Dan Kami berikann Zabur kepada
Daud”
1. Taurat
(Torah)
Ditulis
dalam bahasa Ibrani diperuntukan bagi bangsa Israel. Didalam nya berisi tentang
syariat(hukum) ,kepercayaan yang benar, kitab taurat juga berisikan tentang
sejarah-sejarah para nabi sebelum nabi Musa sampai pada nabi Musa. Allah berfirman
“(Tuhan) Allah telah menurunkan kitab kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan
kitab yang terdahulu dari padanya lagi menurunkan Taurat dan Injil” (QS. Ali
Imron:3)
2. Zabur
(Mazmur)
Kitab
Zabur inni berisi Mazmur (Pujian bagi Tuhan) yang dibawakan melalui Daud yang
berbahasa Qibti.Kitab ini tidak mengandung syariat karena Daud diperintahkan
untuk meneruskan syariat yang di bawa oleh Musa.
Allah
Berfirman : “Dan kami telah memberi kitab Zabur kepada Nabi Dawud”
3. Injil
Kitab
Injil pertama ditulis dengan bahasa Suryani melalui murid-murid Isa untuk
bangsa Israel sebagai penggenap ajaran Musa. Injil yang ada saat ini berisi
tentang firman Allah dan riwayat Isa, yang semuanya ditulis oleh generasi
setelah Isa. Sebagaimana firman Allah “Dan Kami iringkan jejak mereka (nabi
nabi Bani Israil) dengan 'Isa putera Maryam, membenarkan Kitab yang sebelumnya,
yaitu: Taurat. Dan Kami telah memberikan kepadanya Kitab Injil sedang di
dalamnya (ada) petunjuk dan dan cahaya (yang menerangi), dan membenarkan kitab
yang sebelumnya, yaitu Kitab Taurat. Dan menjadi petunjuk serta pengajaran
untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS.Al-Ma’ida 5:46)
4. Al-Qur’an
Al-Qur’an
diturunkan sebagai pelengkap dan penyempurna bagi kitab-kitab sebelumnya. Dan
sebagai pedoman hidup manusia sampai akhir zaman. Diturunkan pada Nabi Muhammad
saw, pada bulan Ramadhan sebagai mana firman Allah “Pada bulan Ramadan yang di
dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia. ” (Al-Baqarah;185)
B. Pengertian
Eskatologi
Eskatologi
berasal dari kata eschalos dalam bahasa Yunani yang berarti ‘yang
terakhir’, ‘yang selanjutnya’, dan ‘yang paling jauh’. Secara umum merupakan
keyakinan yang berkaitan dengan kejadian-kejadian akhir hidup manusia seperti
kematian, hari kiamat, hari berakhirnya dunia, saat akhir sejarah, dan
lain-lain. Ketika kata eschalos disandingkan dengan kata logos yang
menjadi eskatologi dalam bahasa Indonesia berarti ilmu atau pengetahuan tentang
hal-hal akhir, hal-hal pamungkas, atau yang menyangkut realitas akhirat sebagai
akhir kehidupan seperti kematian, kebangkitan, pengadilan terakhir, serta
kiamat sebagai akhir dunia.
Dalam
filsafat Islam perbincangan tentang eskatologi menjadi sebuah bidang tersendiri
sebagai refleksi pengungkapan dimensi-dimensi metafisis dan ketuhanan yang
berlandaskan pada ayat-ayat yang termaktub di dalam al-Qur’ān. Walaupun
demikian pembahasan tentang eskatologi ini mengundang perdebatan yang sangat
krusial di antara para pemikir Islam, filsuf, dan lain sebagainya. Seperti Imam
al-Ghazālī yang cenderung mengkafirkan para filsuf yang diwakili oleh al-Fārābī
dan Ibn Sīnā karena tiga sebab yang salah satunya adalah persoalan eskatologis.
Di samping
itu, dari perbincangan seputar persoalan-persoalan eskatologi melahirkan
asketisme. Sebuah pandangan hidup yang menjadikan alam akhirat sebagai tujuan
utama dalam hidupnya tanpa melupakan kewajibannya di alam dunia: “Dan
carilah pada apa yang telah dianugerahkan oleh Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan)
duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat
baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Begitu besar
pengaruhnya perbincangan tentang eskatologi sehingga ia sering juga diartikan
dengan realitas surga dan neraka. Bahkan, gambaran kronologis tentang keduanya
telah diungkapkan di dalam Kitab Suci.
C. Gambaran Sekilas Tentang Kematian
dan Akhirat
1.
Sekilas
tentang Kematian
Di atas
telah disebutkan bahwa eskatologi secara umum merupakan keyakinan yang
berkaitan dengan kejadian-kejadian akhir hidup manusia, dalam hal ini salah
satunya adalah kematian. Ada suatu gambaran yang mengingatkan kita tentang
kematian, yaitu seperti halnya kita pergi keluar rumah untuk melaksanakan
segala tujuan yang telah direncanakan. Pergi keluar dengan kata lain adalah
meninggalkan apa-apa yang ada di dalam rumah, baik itu suami, istri, anak,
orang tua, dan lain sebagainya. Tentu saja, jika tujuan yang telah direncanakan
tersebut tercapai, maka kita akan kembali menuju rumah yang kita tinggalkan,
dan tinggal kembali di dalamnya bersama sanak keluarga.
Gambaran di
atas sebenarnya saya maksudkan untuk mengkiaskan istilah perpisahan ruh (rūh)
dengan jasad (al-jasad). Al-Ghazālī dalam buku Remembrance of Death
and Afterlife yang diterjemahkan menjadi Metode Menjemput Maut:
Perspektif Sufistik (1989), mengatakan bahwa makna perpisahan ruh dengan
jasad adalah bahwa ruh sama sekali tidak lagi efektif bagi jasad. Oleh karena
itu jasad pun tidak lagi tunduk pada perintahnya.
Mungkin jika
kita tinjau secara sepintas, ungkapan tersebut dapat diartikan sebagai dua
entitas yang terpisah, yaitu antara ruh dengan jasad, jadi ruh seakan-akan
berada di luar jasad yang telah menjadi bangkai. Maka jangan aneh jika banyak
film-film hantu berceritakan seperti itu. Namun di sisi lain ungkapan al-Ghazālī
tersebut saya pahami sebagai ruh yang tidak efektif lagi bagi keinginan diri
(hawa nafsu) manusia, maka dengan begitu hawa nafsu tidak lagi berkuasa atas
diri manusia. Contohnya jika hati berkata manis, maka mulut berkata juga
tentang manis.
Tidak sebaliknya,
jika hati berkata manis, mulut mengatakannya pahit. Setidaknya contoh ini
membuktikan dua hal, jika hawa nafsu berkuasa, maka ruh (cahaya kebenaran)
dalam diri manusia tidak akan terpancar, tapi jika ruh berkuasa maka hawa nafsu
ada dalam kendali ruh. Maka di sinilah pentingnya kesadaran manusia atas
tindakan yang akan dan telah dilakunnya, yaitu dengan sikap jujur dan penuh
tanggung jawab. Anas meriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda: “Kematian adalah
kiamat; barang siapa mati berati kiamatnya telah tiba.”
Beliau juga
bersabda: “Jika salah seorang dari kalian mati, maka tempat duduknya [yang
akan datang] diperlihatkan kepadanya pagi dan petang; jika dia termasuk
penghuni surga, maka tempat duduknya itu ditempatkan di penghuni surga, dan
jika dia termasuk penghuni neraka, maka tempat duduknya itu ditempatkan di
neraka. Dan kepadanya akan dikatakan. ‘Inilah tempat kalian dibangkitkan untuk
menemui Dia pada hari kebangkitan.”
2.
Sekilas
tentang Kiamat
Kiamat
mempunyai arti sebagai penegakan kembali (benar atau salah, baik atau buruk,
dan lain-lain). Sebuah arti dalam persepsi yang selalu menunjukkan makna. Maka
kematian sebagai kiamat dalam konteks di atas, dapat dipahami sebagai jalan
menuju penegakan “realitas sejati.” Suatu keadaan yang menunjukkan karma (akibat)
dari semua persoalan hidup yang jawabannya ada dalam Hadis Nabi di atas. Namun,
bahasa yang terdapat di dalam Hadis terkadang menggunakan bahasa simbolis, yang
perlu kita pahami kembali. Pagi dan petang adalah sebuah simbol yang
mengungkapkan antara terang dan gelap, hitam dan putih, baik dan buruk, benar
dan salah, suci dan najis, bersih dan kotor, dan lain sebagainya. Adapun bahasa
surga dan neraka janganlah kita pahami sebagai surga dan neraka yang berada
jauh di luar alam pikiran kita. Surga dan neraka dalam hal ini adalah kehidupan
kita sendiri, yakni jika kita selalu sadar, tabah, dan bijaksana dalam hidup
maka kita akan digolongkan ke dalam orang-orang suci yang senantiasa terbebas
dari belenggu hawa nafsu (bahagia). Dan jika kita selalu mengikuti hawa nafsu
dengan penuh ketidaksadaran, maka kita tergolong orang-orang yang hidup dalam
kemelut (urusan) hidup duniawi belaka. Maka kedua sifat tersebut telah
menentukan kehidupan dia selanjutnya, dengan kata lain jiwa yang senantiasa
mensucikan dirinya akan dikumpulkan bersama yang suci juga, sedangkan yang jiwa
yang penuh dengan kecintaan lahir maka ia akan terus diperbudak oleh kecintaan
lahirnya. Dengan begitu hal ini menunjukan bahwa jiwa atau ruh itu adalah
abadi.
Kemudian,
marilah kita merefleksikanlah pemikiran Mullā Shadrā, yang berkata, “ketahuilah
jka hubungan jiwa dengan badan ini terputus, maka jiwa itu kekal dan jiwa
tersebut juga bisa rusak. Ketahuilah juga bahwa jika jiwa meninggalkan badan
karena rusaknya percampuran, maka kemungkinan adalah bahwa ia berpindah ke alam
akal (‘ālam al-‘uqūl) atau ke alam ide (‘ālam al-mitsāl) yang
disebut imajinasi (khayal) yang terpisah yang menyerupai imajinasi yang
bersambung ke tubuh binatang di alam ini atau hilang. Kemungkinan-kemungkinan
itu tidak lebih dari empat. Dua yang terakhir adalah batil. Tinggallah dua yang
pertama. Yang pertama adalah untuk golongan al-muqarrabūn dan yang kedua adalah
untuk golongan kanan (ashhāb al-yamīn) dan golongan kiri (ashhāb
al-syimāl) dalam tingkatan masing-masing. Kami tahu bahwa yang benar dalam
tempat kembali (al-ma‘ād) – dalam eskatologi – adalah kembalinya badan
dengan esensinya, sebagaimana ditunjukkan di dalam syari’at yang benar tanpa
perlu penakwilan dan perincian.
3. Fungsi
Iman Kepada Hari Akhir
Iman
kepada hari akhir akan membawa fungsi dalam kehidupan manusia. Beberapa fungsi
iman kepada hari kiamat adalah sebagai berikut :
1) Menyadari
bahwa alam semesta seisinya akan hancur lebur, maka setiap orang muslim harus
banyak melakukan amal kebaikan serta menjauhi segala amal perbuatan yang tidak
baik.
2) Pendorong
untuk beramal saleh
3) Mengingat
bahwa hidup didunia ini merupakan sawah ladag kehidupan di alam akhirat atau
merupakan jembatan untuk menuju ke alam akhirat, maka kita harus mehginfakkan
sebagai harta untuk menghindari diri dari sifat rakus, tamak , dan kikir.
4) Berani
dan tidak takut mati karena membela agama, serta menegakkan dan menjunjung
tinggi agama islam.
5) Tidak
iri terhdap kenikmatan yang diperoleh orang lain.
6) Bertindak
dengan penuh tanggung jawab
7) Dapat
menenteramkan jiwa orang yang mendapat perlakuan kurang adil.
4. Perilaku
Pencerminan Iman Kepada Hari Akhir
1) Senantiasa
bertakwa kepada Allah SWT .
Hal ini disebabkan adanya keyakinan, bahwa orang
yang ketika di dunia bertakwa kepada kepada Allah SWT, tentu di alam akhiratnya
akan terbebas dari neraka dan masuk surga. ( Lihat Q.S Ali ‘Imran ayat 131 dan
133)
2) Disiplin
dalam melaksanakan shalat lima waktu dan ibadah-ibadah lain yang hukumnya
wajib. Rasulullah SAW bersabda yang artinya :
“Amal yang paling pertama dihisab dari seorang hamba
di hario kiamat adalah shalatnya, jika shalatnya diterima, maka diterimalah
amal-amal yang lain, jika shalatya ditolak, maka ditolaklah amal-amal yang
lain.” (H.R.At-Tabrani dari Anas r.a.) ( Lihat juga Q.S. Al-Muddaśśir:42-43)
3) Mencintai
para fakir miskin yang diwujudkan melalui sikap, ucapan, perbuatan, dan
bantuanharta benda. Hal ini dikarenakan adanya keyakinan bahwa mencintai fakir
miskin merupakan kunci untuk masuk surga. Rasulullah SAW bersabda yang artinya
:
“Setiap sesuatu ada kuncinya, sedang kunci surga
adalah mencintai para fakir miskin. Karena kesabaran mereka, mereka adalah
kawan akrab Allah SWT pada hari kiamat.” (H.R. Abu Bakar bin Laal dari Ibnu
Umar bin Khaţţăb)
4) Menyantuni,
memelihara, mengasuh dan mendidik anak-anak yatim dengan penuh kasih sayang.
5) Berperilaku
baik terhadap tetangga, enghormati tamu, dan bertutur kata yang baik-baik saja
atau diam. Sikap dan tutur kata dan perilaku tersebuttermasuk tanda-tanda
beriman kepada hari akhir.
6) Melaksanakan
tujuh macam perilaku yang menyebabkan memperoleh naungan (perlindungan) Allah
SWT di alam akhirat kelak. Rasulullah SAW bersabda yang artinya :
“Ada tujuh macam
golongan yang akan mendapat naungan Allah SWT pada hari yang tidak ada naungan
kecuali naungan-Nya(alam akhirat) yaitu : (1) imam (pemimpin yang adil (2)
pemuda yang rajin beribadah pada Allah (3) orang yang hatinya selalu rindu dengan
masjid (4) dua orang yang saling bekasih saying dengan dilandasi niat ikhlas
karena Allah, baik tatkala keduanya berkumpul ataupun terpisah (5) orang lelaki
yang diajak berzina oleh wanita bagsawan nan cantik, kemudian menolaknya sambil
berkata ‘Sesungguhnya saya takut pada Allah’ (6) orang yang
bersedekah secara rahasia, sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang
disedekahkan tangan kanannya (7) dua orang yang mengingat Allah ketika
sendirian, sehingga mencucurkan air mata.”
(H.R. Bukhari dan Muslim)
D. Gambaran Tentang Surga dan Neraka
dalam Al-Qur’an
1.
Gambaran Sekilas Surga dalam
Al-Qur’an
Surga
adalah tempat yang dipenuhi dengan berbagai macam kenikmatan. Tempat tersebut
disediakan oleh Allah SWT untuk para hamba yang berbakti dan taat kepadaNya. Keistimewaan dan
kenikmatan yang ada di dalam surga digambarkan oleh Allah SWT dalam hadis qudsi
yang artinya : “sesuatu yang belum pernah terlihat oleh mata, belum pernah
didengar oleh telinga dan tidak pernah terlintas di dalam hati manusia.”
Surga
digambarkan oleh Al-Qur’an sebagai taman yang di dalamnya mengalir
sungai-sungai. Gambaran semacam itu hanya sebuah perumpamaan, bukan keadaan
yang sesungguhnya, seperti taman atau sungai yang ada di dunia. Kenikmatan yang
diberikan Allah SWT di surga belum pernah dilihat, didengar, atau terlintas
dalam hati manusia. Penghuni
surga disebut ahlul-jannah atau ashabul-jannah.
Kedudukan
surga dalam Al-Qur’an termasuk ke dalam kisah Al-Qur’an. Sebab berita tentang
surga ialah berita gaib, yang digunakan untuk menceritakan peristiwa-peristiwa
masa lalu yang jauh (kisah surga nabi Adam), baik dari segi tempat dan
waktunya. Selain itu, surga dinarasikan dengan berbagai peristiwa faktual yang
bercampur dengan imajinasi yang menggambarkan berbagai model kehidupan, serta
dipaparkan dengan
menggunakan kata dan struktur kebahasaan pilihan, terikat dengan latar waktu
dan tempat tertentu, dengan tujuan untuk menyampaikan pesan dan memberikan
kesan yang mendalam.
Al-Qur’an
turun dalam konteks masyarakat Arab abad ke tujuh dengan tradisi dan realita
budayanya. Pada saat itu, bangsa Arab menyukai kisah-kisah yang berkembang,
sejarah nasab dan mitos, sebagai salah satu sumber pengetahuan mereka. Ketika
Al-Qur’an turun, hendak memberi peringatan kepada masyarakat, kemudian memberi
ilustrasi mengenai gagasan surga. Ilustrasi surga (sebagai ganjaran jika
mengikuti pesan Allah) dengan taman yang indah dan dipenuhi oleh kemewahan dan
wanita cantik dapat diterima oleh alam pikiran mereka tentang keindahan dan
kenikmatan, karena memang esensi surga ialah keindahan dan kenikmatan tanpa
batas. Dengan perlahan merekapun dapat dibawa untuk menerima dan mengikuti
petunjuk Tuhan, sehingga menjadi manusia yang beradab, kemudian ditanamkan di
hati mereka kecintaan kepada Tuhan, dan kasih sayang terhadap sesama manusia.
Oleh
karenanya, ilustrasi surga yang digambarkan sangat sesuai dengan situasi dan
kondisi masyarakat Arab saat itu. Sebab, tanah Arab merupakan tanah yang
gersang dan tandus. Menjadi sebuah dambaan dan obsesi terindah ketika dapat
memiliki kebun yang sejuk dan luas, rindang dan dipenuhi aneka macam buah serta
gemercik air sungai di tengah gurun pasir yang tandus dan panas. Simbol
bidadari (yang diibaratkan wanita) muncul dari interpretasi mufassir Arab yang
kebanyakan pria, sehingga mereka banyak yang menafsirkan rupa fisik bidadari
dengan wanita cantik yang
bermata jeli, berbuah dada montok, perawan, dan sebagainya. Seperti Ibnu Abbas,
Mujahid, dan para ahli tafsir lainnya mengemukakan bahwa yang dimaksud gadis
remaja dalam surat An-Naba ayat 31-33 yaitu gadis remaja yang montok buah
dadanya, tidak turun bentuk dan peranakannya karena mereka masih perawan.
Akan tetapi,
surga hanyalah simbol kenikmatan, maka yang dibangkitkan di akhirat kelak
bukanlah tubuh tetapi roh manusia. Roh tidak mengenal lagi gender, tidak
mengenal laki-laki, perempuan maupun setengah laki-laki, ini pula menepis
tuduhan orang yang mengatakan bahwa surga orang Islam bias gender.
Kemudian puncak kenikmatan surga adalah bersatu kembali dengan Sang
Pencipta.
2. Gambaran Sekilas Neraka dalam Al-Qur’an
Neraka
adalah tempat siksaan dan menjadi balasan bagi orang-orang yang berbuat dosa
dan kesalahan. Neraka merupakan tempat yang disediakan Allah SWT untuk menyiksa
iblis, setan, jin, dan manusia yang membangkang terhadap ketentuanNya sebagai
pembalasan yang setimpal. Di
atas api neraka, Allah lalu membentangkan shirat (jalan) seperti belahan rambut
yang sewaktu-waktu dapat sebagai mata pedang, hingga membuat seseorang
tergelincir bila melewati di atasnya. Secepat kilat, mereka berjalan di atas
jalan itu seperti tiupan angin. Di antara mereka. Ada yang selamat sampai
keseberang, namun ada pula yang selamat namun terputus perjalanannya hingga
muka mereka menjadi cacat.
Jangka
waktu lamanya seseorang berada dalam neraka berbeda-beda. Ada orang yang hanya
sementara waktu berada di neraka, kemudian dimasukkan ke dalam surga. Mereka
adalah orang-orang iman yang berbuat dosa. Adapula orang yang berada di neraka
selama-lamanya. Mereka adalah orang-orang kafir dan orang-orang yang
mendustakan agama.
Di
neraka, manusia juga diberi makan dan minum. Makanan mereka adalah buah zaqqum,
yaitu buah yang paling buruk, rasanya sangat pahit, baunya tidak enak, dan
berduri. Penghuni neraka yang memakan buah tersebut tidak akan merasa kenyang
walaupun perut mereka penuh dengan buah tersebut. Setelah memakan buah zaqqum,
mereka akan mendapatkan minuman air yang sangat panas.
Hal
itu dikemukakan Allah SWT dalam al-Qur’an Surah al-Waqi’ah ayat 51-52 yang
artinya : “kemudian sesungguhnya
kamu, wahai orang-orang yang sesat lagi mendustakan! Pasti akan memakan buah
zaqqum, maka akan penuh perutmu dengannya. Setelah itu kamu akan meminum air
yang sangat panas.”
Penghuni
neraka disebut ashabun-nar atau ahlun-nar.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Perbincangan
tentang eskatologi sebenarnya menarik untuk kita kaji. Hal itu dikarenakan
banyak hal yang seringkali disalah artikan oleh manusia mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan hari akhir, baik itu persoalan kematian, kiamat, hari
kebangkitan, maupun surga dan neraka, dan
lain-lain. Jika hal-hal seperti itu hanya diartikan dengan logika imajinatif,
maka ujung pangkal dari keyakinan manusia pada dasarnya hanyalah sebagai sebuah
ilusi. Maka dari itu penting kiranya bagi kita untuk dapat melakukan pencarian
makna eskatologi sebelum kematian tiba pada diri kita. Supaya segala doktrin
yang berkaitan dengan eskatologi dapat diterima dengan akal sehat.
Karena
kematian merupakan kepastian, maka secara psikologis pengaruhnya amat besar
dalam bawah sadar kehidupan seseorang dan dalam perilaku manusia. Hidup
manusia, menurut Martin Heidegeer, adalah suatu kehadiran yang tertuju ke arah
kematian. Pembuktian bahwa ruh itu abadi, adalah sebagai petunjuk bagi kita
bahwa kehidupan tidak berakhir selepas kematian tiba. Namun pada dasarnya
manusia dihadapkan pada pertanggungjawaban hidup yang sebenarnya, yaitu karma
dari apa-apa yang telah dilakukannya di dunia.
Begitu halnya bagi umat Islam
saat ini, memaknai surga dan neraka dengan segala
ilustrasi secara tekstual saja bukanlah hal yang bijak. Sebab kita tidak berada
pada abad ke tujuh di mana Al-Qur’a baru turun. Dengan warisan intelektual yang
ditinggalkan para ilmuwan (ulama), maka kita bisa menyikapi kondisi ini dengan
mengambil sikap pertengahan, yaitu menggabungkan makna tekstual dan kontekstual
kekinian yang disesuaikan kondisi sekarang dalam menanggapi masalah yang
berkaitan dengan penggambaran surge dan neraka.
B. Saran
Untuk
mengakhiri kesimpulan ini, ada sebuah ungkapan bijak, “Jika kita “buta” di
dunia, maka “buta” pula di akhiratnya”. Semoga kita senantiasa menempatkan
diri dalam ketunggalan Tuhan. Wa Allāh-u a‘lam bi ‘l-shawāb
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik [et al.], Ensiklopedi Tematis
Dunia Islam: Pemikiran dan Peradaban, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve,
2002).
Ahmad, Muhsin, Konsep Jannah (Surga) dalam
Al-Qur’an, http://www.scribd.com/doc/15745816/KONSEP-SURGA?
Autodown=docx, diakses pada
tanggal 27 Desember 2009.
Al-Bāqi, Muhammad Fu’ad ‘Abdu, al-Mu’jam
al-Mufahras Li Alfādz al-Qur’ān al-Karīm, (Bairūt: Dār al-Fikr),
hlm. 228 – 232.
Digital, Al-Qur’an, versi 2.0, 2004.
http://id.wikipedia.org/wiki/Akhirat, diakses pada tanggal 30 Desember 2009.
http://id.wikipedia.org/wiki/Eskatologi, diakses pada tanggal 28 Desember 2009.
http://id.wikipedia.org/wiki/Surga, diakses pada tanggal 28 Desember 2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar