Senin, 24 November 2014

MAKALAH ESKATOLOGI ISLAM (KEMATIAN,HARI KIAMAT) SURGA DAN NERAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Agama-agama yang di syari’atkan Allah kepada kita itu adalah sebagaimana yang pernah di wasiatkan kepada Rasul-rasulnya yang dahulu-dahulu , yakni agama yang merupakan pokok-pokok aqidah dan tiang-tiang atau rukun-rukun keimanan. Allah telah menurunkan kitab-kitabnya kepada para nabi degan tujuan memberikan petunjuk untuk manusia agar dapat menempuh jalan yang lurus, bijaksana dan di ridhai Tuhan.

Di dalam Al-Qur’an juga telah dijelaskan tentang beberapa hal diantaranya adalah tentang hari kiamat, kita wajib meyakini dan mempercayai hari kiamat tersebut. Dan di dalam alam ini  Allah juga telah menciptakan makhluk yang tidak dapat dilihat oleh manusia contohnya: Malaikat, Jin, dan ruh. Dan penjelasan tentang hal-hal ghaib maupun hari akhir semuanya telah di jelaskan ke dalam kitab Allah yang di turunkan kepada nabi Muhammad yakni kitab Al-Qur’an.

Sebagaimana yang diketahui bersama bahwa orang yang baik selama hidupnya di dunia akan mendapat balasan kelak di akhirat yang berupa surga. Dan ketika surga diidentikkan dengan pernyataan tersebut, maka hal ini menjadi suatu permasalahan eskatologis atau masalah gaib. Sebab, tidak seorangpun yang bisa melihat atau mengetahui persoalan gaib kecuali yang sifatnya berupa informasi masa yang akan datang atau prediksi, yaitu melalui Alqur’an yang merupakan firman Allah swt. Namun pengetahuan manusia mengenai hal gaib tidak akan bisa se-akurat pengetahuan Allah.

B.     Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah untuk pokok pembasahasan dalam makalah ini yakni :
1.      Apa pengertian kita-kitab Allah dan eskatologi ?
2.      Bagaimana gambaran tentang kematian dan akhirat ?
3.      Bagaiman gambaran tentang surga dan neraka dalam al-qur’an ?

C.    Tujuan Penulis

Tujuan dari makalah ini selain untuk memenuhi tugas kuliah, juga untuk memberikan pengetahuan tentang apa saja gambaran-gambaran tentang kematian, hari kiamat , serta surga dan neraka dalam penjelasan Al-Qur’an.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Kitab-Kitab Allah

Kitab Allah yang wajib diimani oleh umat Islam ada empat. Kitab Allah adalah catatan-catatan yang difirmankan oleh Allah kepada para nabi dan rosul. Diantara nya yaitu Al-Qur’an ,Zabur,Taurat,dan Injil. Sebagaimana Firman Allah dalam QS.An Nisa 4;163 “Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Ya’qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun, dan Sulaiman. Dan Kami berikann Zabur kepada Daud”

1.      Taurat (Torah)

Ditulis dalam bahasa Ibrani diperuntukan bagi bangsa Israel. Didalam nya berisi tentang syariat(hukum) ,kepercayaan yang benar, kitab taurat juga berisikan tentang sejarah-sejarah para nabi sebelum nabi Musa sampai pada nabi Musa. Allah berfirman “(Tuhan) Allah telah menurunkan kitab kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang terdahulu dari padanya lagi menurunkan Taurat dan Injil” (QS. Ali Imron:3)

2.      Zabur (Mazmur)

Kitab Zabur inni berisi Mazmur (Pujian bagi Tuhan) yang dibawakan melalui Daud yang berbahasa Qibti.Kitab ini tidak mengandung syariat karena Daud diperintahkan untuk meneruskan syariat yang di bawa oleh Musa.
Allah Berfirman : “Dan kami telah memberi kitab Zabur kepada Nabi   Dawud”

3.      Injil

Kitab Injil pertama ditulis dengan bahasa Suryani melalui murid-murid Isa untuk bangsa Israel sebagai penggenap ajaran Musa. Injil yang ada saat ini berisi tentang firman Allah dan riwayat Isa, yang semuanya ditulis oleh generasi setelah Isa. Sebagaimana firman Allah “Dan Kami iringkan jejak mereka (nabi nabi Bani Israil) dengan 'Isa putera Maryam, membenarkan Kitab yang sebelumnya, yaitu: Taurat. Dan Kami telah memberikan kepadanya Kitab Injil sedang di dalamnya (ada) petunjuk dan dan cahaya (yang menerangi), dan membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu Kitab Taurat. Dan menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS.Al-Ma’ida 5:46)

4.      Al-Qur’an

Al-Qur’an diturunkan sebagai pelengkap dan penyempurna bagi kitab-kitab sebelumnya. Dan sebagai pedoman hidup manusia sampai akhir zaman. Diturunkan pada Nabi Muhammad saw, pada bulan Ramadhan sebagai mana firman Allah “Pada bulan Ramadan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia. ” (Al-Baqarah;185)

B.     Pengertian Eskatologi

Eskatologi berasal dari kata eschalos dalam bahasa Yunani yang berarti ‘yang terakhir’, ‘yang selanjutnya’, dan ‘yang paling jauh’. Secara umum merupakan keyakinan yang berkaitan dengan kejadian-kejadian akhir hidup manusia seperti kematian, hari kiamat, hari berakhirnya dunia, saat akhir sejarah, dan lain-lain. Ketika kata eschalos disandingkan dengan kata logos yang menjadi eskatologi dalam bahasa Indonesia berarti ilmu atau pengetahuan tentang hal-hal akhir, hal-hal pamungkas, atau yang menyangkut realitas akhirat sebagai akhir kehidupan seperti kematian, kebangkitan, pengadilan terakhir, serta kiamat sebagai akhir dunia.

Dalam filsafat Islam perbincangan tentang eskatologi menjadi sebuah bidang tersendiri sebagai refleksi pengungkapan dimensi-dimensi metafisis dan ketuhanan yang berlandaskan pada ayat-ayat yang termaktub di dalam al-Qur’ān. Walaupun demikian pembahasan tentang eskatologi ini mengundang perdebatan yang sangat krusial di antara para pemikir Islam, filsuf, dan lain sebagainya. Seperti Imam al-Ghazālī yang cenderung mengkafirkan para filsuf yang diwakili oleh al-Fārābī dan Ibn Sīnā karena tiga sebab yang salah satunya adalah persoalan eskatologis.

Di samping itu, dari perbincangan seputar persoalan-persoalan eskatologi melahirkan asketisme. Sebuah pandangan hidup yang menjadikan alam akhirat sebagai tujuan utama dalam hidupnya tanpa melupakan kewajibannya di alam dunia: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan oleh Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”

Begitu besar pengaruhnya perbincangan tentang eskatologi sehingga ia sering juga diartikan dengan realitas surga dan neraka. Bahkan, gambaran kronologis tentang keduanya telah diungkapkan di dalam Kitab Suci.

C.    Gambaran Sekilas Tentang Kematian dan Akhirat

1.      Sekilas tentang Kematian

Di atas telah disebutkan bahwa eskatologi secara umum merupakan keyakinan yang berkaitan dengan kejadian-kejadian akhir hidup manusia, dalam hal ini salah satunya adalah kematian. Ada suatu gambaran yang mengingatkan kita tentang kematian, yaitu seperti halnya kita pergi keluar rumah untuk melaksanakan segala tujuan yang telah direncanakan. Pergi keluar dengan kata lain adalah meninggalkan apa-apa yang ada di dalam rumah, baik itu suami, istri, anak, orang tua, dan lain sebagainya. Tentu saja, jika tujuan yang telah direncanakan tersebut tercapai, maka kita akan kembali menuju rumah yang kita tinggalkan, dan tinggal kembali di dalamnya bersama sanak keluarga.

Gambaran di atas sebenarnya saya maksudkan untuk mengkiaskan istilah perpisahan ruh (rūh) dengan jasad (al-jasad). Al-Ghazālī dalam buku Remembrance of Death and Afterlife yang diterjemahkan menjadi Metode Menjemput Maut: Perspektif Sufistik (1989), mengatakan bahwa makna perpisahan ruh dengan jasad adalah bahwa ruh sama sekali tidak lagi efektif bagi jasad. Oleh karena itu jasad pun tidak lagi tunduk pada perintahnya.

Mungkin jika kita tinjau secara sepintas, ungkapan tersebut dapat diartikan sebagai dua entitas yang terpisah, yaitu antara ruh dengan jasad, jadi ruh seakan-akan berada di luar jasad yang telah menjadi bangkai. Maka jangan aneh jika banyak film-film hantu berceritakan seperti itu. Namun di sisi lain ungkapan al-Ghazālī tersebut saya pahami sebagai ruh yang tidak efektif lagi bagi keinginan diri (hawa nafsu) manusia, maka dengan begitu hawa nafsu tidak lagi berkuasa atas diri manusia. Contohnya jika hati berkata manis, maka mulut berkata juga tentang manis.

Tidak sebaliknya, jika hati berkata manis, mulut mengatakannya pahit. Setidaknya contoh ini membuktikan dua hal, jika hawa nafsu berkuasa, maka ruh (cahaya kebenaran) dalam diri manusia tidak akan terpancar, tapi jika ruh berkuasa maka hawa nafsu ada dalam kendali ruh. Maka di sinilah pentingnya kesadaran manusia atas tindakan yang akan dan telah dilakunnya, yaitu dengan sikap jujur dan penuh tanggung jawab. Anas meriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda: “Kematian adalah kiamat; barang siapa mati berati kiamatnya telah tiba.”

Beliau juga bersabda: “Jika salah seorang dari kalian mati, maka tempat duduknya [yang akan datang] diperlihatkan kepadanya pagi dan petang; jika dia termasuk penghuni surga, maka tempat duduknya itu ditempatkan di penghuni surga, dan jika dia termasuk penghuni neraka, maka tempat duduknya itu ditempatkan di neraka. Dan kepadanya akan dikatakan. ‘Inilah tempat kalian dibangkitkan untuk menemui Dia pada hari kebangkitan.”

2.      Sekilas tentang Kiamat

Kiamat mempunyai arti sebagai penegakan kembali (benar atau salah, baik atau buruk, dan lain-lain). Sebuah arti dalam persepsi yang selalu menunjukkan makna. Maka kematian sebagai kiamat dalam konteks di atas, dapat dipahami sebagai jalan menuju penegakan “realitas sejati.” Suatu keadaan yang menunjukkan karma (akibat) dari semua persoalan hidup yang jawabannya ada dalam Hadis Nabi di atas. Namun, bahasa yang terdapat di dalam Hadis terkadang menggunakan bahasa simbolis, yang perlu kita pahami kembali. Pagi dan petang adalah sebuah simbol yang mengungkapkan antara terang dan gelap, hitam dan putih, baik dan buruk, benar dan salah, suci dan najis, bersih dan kotor, dan lain sebagainya. Adapun bahasa surga dan neraka janganlah kita pahami sebagai surga dan neraka yang berada jauh di luar alam pikiran kita. Surga dan neraka dalam hal ini adalah kehidupan kita sendiri, yakni jika kita selalu sadar, tabah, dan bijaksana dalam hidup maka kita akan digolongkan ke dalam orang-orang suci yang senantiasa terbebas dari belenggu hawa nafsu (bahagia). Dan jika kita selalu mengikuti hawa nafsu dengan penuh ketidaksadaran, maka kita tergolong orang-orang yang hidup dalam kemelut (urusan) hidup duniawi belaka. Maka kedua sifat tersebut telah menentukan kehidupan dia selanjutnya, dengan kata lain jiwa yang senantiasa mensucikan dirinya akan dikumpulkan bersama yang suci juga, sedangkan yang jiwa yang penuh dengan kecintaan lahir maka ia akan terus diperbudak oleh kecintaan lahirnya. Dengan begitu hal ini menunjukan bahwa jiwa atau ruh itu adalah abadi.

Kemudian, marilah kita merefleksikanlah pemikiran Mullā Shadrā, yang berkata, “ketahuilah jka hubungan jiwa dengan badan ini terputus, maka jiwa itu kekal dan jiwa tersebut juga bisa rusak. Ketahuilah juga bahwa jika jiwa meninggalkan badan karena rusaknya percampuran, maka kemungkinan adalah bahwa ia berpindah ke alam akal (‘ālam al-‘uqūl) atau ke alam ide (‘ālam al-mitsāl) yang disebut imajinasi (khayal) yang terpisah yang menyerupai imajinasi yang bersambung ke tubuh binatang di alam ini atau hilang. Kemungkinan-kemungkinan itu tidak lebih dari empat. Dua yang terakhir adalah batil. Tinggallah dua yang pertama. Yang pertama adalah untuk golongan al-muqarrabūn dan yang kedua adalah untuk golongan kanan (ashhāb al-yamīn) dan golongan kiri (ashhāb al-syimāl) dalam tingkatan masing-masing. Kami tahu bahwa yang benar dalam tempat kembali (al-ma‘ād) – dalam eskatologi – adalah kembalinya badan dengan esensinya, sebagaimana ditunjukkan di dalam syari’at yang benar tanpa perlu penakwilan dan perincian.

3.      Fungsi Iman Kepada Hari Akhir

Iman kepada hari akhir akan membawa fungsi dalam kehidupan manusia. Beberapa fungsi iman kepada hari kiamat adalah sebagai berikut :
1)      Menyadari bahwa alam semesta seisinya akan hancur lebur, maka setiap orang muslim harus banyak melakukan amal kebaikan serta menjauhi segala amal perbuatan yang tidak baik.
2)      Pendorong untuk beramal saleh
3)      Mengingat bahwa hidup didunia ini merupakan sawah ladag kehidupan di alam akhirat atau merupakan jembatan untuk menuju ke alam akhirat, maka kita harus mehginfakkan sebagai harta untuk menghindari diri dari sifat rakus, tamak , dan kikir.
4)      Berani dan tidak takut mati karena membela agama, serta menegakkan dan menjunjung tinggi agama islam.
5)      Tidak iri terhdap kenikmatan yang diperoleh orang lain.
6)      Bertindak dengan penuh tanggung jawab
7)      Dapat menenteramkan jiwa orang yang mendapat perlakuan kurang adil.

4.      Perilaku Pencerminan Iman Kepada Hari Akhir

1)      Senantiasa bertakwa kepada Allah SWT .
Hal ini disebabkan adanya keyakinan, bahwa orang yang ketika di dunia bertakwa kepada kepada Allah SWT, tentu di alam akhiratnya akan terbebas dari neraka dan masuk surga. ( Lihat Q.S Ali ‘Imran ayat 131 dan 133)
2)      Disiplin dalam melaksanakan shalat lima waktu dan ibadah-ibadah lain yang hukumnya wajib. Rasulullah SAW bersabda yang artinya :
“Amal yang paling pertama dihisab dari seorang hamba di hario kiamat adalah shalatnya, jika shalatnya diterima, maka diterimalah amal-amal yang lain, jika shalatya ditolak, maka ditolaklah amal-amal yang lain.” (H.R.At-Tabrani dari Anas r.a.) ( Lihat juga Q.S. Al-Muddaśśir:42-43)
3)      Mencintai para fakir miskin yang diwujudkan melalui sikap, ucapan, perbuatan, dan bantuanharta benda. Hal ini dikarenakan adanya keyakinan bahwa mencintai fakir miskin merupakan kunci untuk masuk surga. Rasulullah SAW bersabda yang artinya :
“Setiap sesuatu ada kuncinya, sedang kunci surga adalah mencintai para fakir miskin. Karena kesabaran mereka, mereka adalah kawan akrab Allah SWT pada hari kiamat.” (H.R. Abu Bakar bin Laal dari Ibnu Umar bin Khaţţăb)
4)      Menyantuni, memelihara, mengasuh dan mendidik anak-anak yatim dengan penuh kasih sayang.
5)      Berperilaku baik terhadap tetangga, enghormati tamu, dan bertutur kata yang baik-baik saja atau diam. Sikap dan tutur kata dan perilaku tersebuttermasuk tanda-tanda beriman kepada hari akhir.
6)      Melaksanakan tujuh macam perilaku yang menyebabkan memperoleh naungan (perlindungan) Allah SWT di alam akhirat kelak. Rasulullah SAW bersabda yang artinya :
“Ada tujuh macam golongan yang akan mendapat naungan Allah SWT pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya(alam akhirat) yaitu : (1) imam (pemimpin yang adil (2) pemuda yang rajin beribadah pada Allah (3) orang yang hatinya selalu rindu dengan masjid (4) dua orang yang saling bekasih saying dengan dilandasi niat ikhlas karena Allah, baik tatkala keduanya berkumpul ataupun terpisah (5) orang lelaki yang diajak berzina oleh wanita bagsawan nan cantik, kemudian menolaknya sambil berkata ‘Sesungguhnya saya takut pada Allah’ (6) orang yang bersedekah secara rahasia, sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan tangan kanannya (7) dua orang yang mengingat Allah ketika sendirian, sehingga mencucurkan air mata.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

D.    Gambaran Tentang Surga dan Neraka dalam Al-Qur’an

1.      Gambaran Sekilas Surga dalam Al-Qur’an

Surga adalah tempat yang dipenuhi dengan berbagai macam kenikmatan. Tempat tersebut disediakan oleh Allah SWT untuk para hamba yang berbakti dan taat kepadaNya. Keistimewaan dan kenikmatan yang ada di dalam surga digambarkan oleh Allah SWT dalam hadis qudsi yang artinya : “sesuatu yang belum pernah terlihat oleh mata, belum pernah didengar oleh telinga dan tidak pernah terlintas di dalam hati manusia.”
Surga digambarkan oleh Al-Qur’an sebagai taman yang di dalamnya mengalir sungai-sungai. Gambaran semacam itu hanya sebuah perumpamaan, bukan keadaan yang sesungguhnya, seperti taman atau sungai yang ada di dunia. Kenikmatan yang diberikan Allah SWT di surga belum pernah dilihat, didengar, atau terlintas dalam hati manusia. Penghuni surga disebut ahlul-jannah atau ashabul-jannah.

Kedudukan surga dalam Al-Qur’an termasuk ke dalam kisah Al-Qur’an. Sebab berita tentang surga ialah berita gaib, yang digunakan untuk menceritakan peristiwa-peristiwa masa lalu yang jauh (kisah surga nabi Adam), baik dari segi tempat dan waktunya. Selain itu, surga dinarasikan dengan berbagai peristiwa faktual yang bercampur dengan imajinasi yang menggambarkan berbagai model kehidupan, serta dipaparkan dengan menggunakan kata dan struktur kebahasaan pilihan, terikat dengan latar waktu dan tempat tertentu, dengan tujuan untuk menyampaikan pesan dan memberikan kesan yang mendalam.

Al-Qur’an turun dalam konteks masyarakat Arab abad ke tujuh dengan tradisi dan realita budayanya. Pada saat itu, bangsa Arab menyukai kisah-kisah yang berkembang, sejarah nasab dan mitos, sebagai salah satu sumber pengetahuan mereka. Ketika Al-Qur’an turun, hendak memberi peringatan kepada masyarakat, kemudian memberi ilustrasi mengenai gagasan surga. Ilustrasi surga (sebagai ganjaran jika mengikuti pesan Allah) dengan taman yang indah dan dipenuhi oleh kemewahan dan wanita cantik dapat diterima oleh alam pikiran mereka tentang keindahan dan kenikmatan, karena memang esensi surga ialah keindahan dan kenikmatan tanpa batas. Dengan perlahan merekapun dapat dibawa untuk menerima dan mengikuti petunjuk Tuhan, sehingga menjadi manusia yang beradab, kemudian ditanamkan di hati mereka kecintaan kepada Tuhan, dan kasih sayang terhadap sesama manusia.
Oleh karenanya, ilustrasi surga yang digambarkan sangat sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat Arab saat itu. Sebab, tanah Arab merupakan tanah yang gersang dan tandus. Menjadi sebuah dambaan dan obsesi terindah ketika dapat memiliki kebun yang sejuk dan luas, rindang dan dipenuhi aneka macam buah serta gemercik air sungai di tengah gurun pasir yang tandus dan panas. Simbol bidadari (yang diibaratkan wanita) muncul dari interpretasi mufassir Arab yang kebanyakan pria, sehingga mereka banyak yang menafsirkan rupa fisik bidadari dengan wanita cantik yang bermata jeli, berbuah dada montok, perawan, dan sebagainya. Seperti Ibnu Abbas, Mujahid, dan para ahli tafsir lainnya mengemukakan bahwa yang dimaksud gadis remaja dalam surat An-Naba ayat 31-33 yaitu gadis remaja yang montok buah dadanya, tidak turun bentuk dan peranakannya karena mereka masih perawan.
Akan tetapi, surga hanyalah simbol kenikmatan, maka yang dibangkitkan di akhirat kelak bukanlah tubuh tetapi roh manusia. Roh tidak mengenal lagi gender, tidak mengenal laki-laki, perempuan maupun setengah laki-laki, ini pula menepis tuduhan orang yang mengatakan bahwa surga orang Islam bias gender. Kemudian  puncak kenikmatan surga adalah bersatu kembali dengan Sang Pencipta.

2.      Gambaran Sekilas Neraka dalam Al-Qur’an

Neraka adalah tempat siksaan dan menjadi balasan bagi orang-orang yang berbuat dosa dan kesalahan. Neraka merupakan tempat yang disediakan Allah SWT untuk menyiksa iblis, setan, jin, dan manusia yang membangkang terhadap ketentuanNya sebagai pembalasan yang setimpal. Di atas api neraka, Allah lalu membentangkan shirat (jalan) seperti belahan rambut yang sewaktu-waktu dapat sebagai mata pedang, hingga membuat seseorang tergelincir bila melewati di atasnya. Secepat kilat, mereka berjalan di atas jalan itu seperti tiupan angin. Di antara mereka. Ada yang selamat sampai keseberang, namun ada pula yang selamat namun terputus perjalanannya hingga muka mereka menjadi cacat.
Jangka waktu lamanya seseorang berada dalam neraka berbeda-beda. Ada orang yang hanya sementara waktu berada di neraka, kemudian dimasukkan ke dalam surga. Mereka adalah orang-orang iman yang berbuat dosa. Adapula orang yang berada di neraka selama-lamanya. Mereka adalah orang-orang kafir dan orang-orang yang mendustakan agama.
Di neraka, manusia juga diberi makan dan minum. Makanan mereka adalah buah zaqqum, yaitu buah yang paling buruk, rasanya sangat pahit, baunya tidak enak, dan berduri. Penghuni neraka yang memakan buah tersebut tidak akan merasa kenyang walaupun perut mereka penuh dengan buah tersebut. Setelah memakan buah zaqqum, mereka akan mendapatkan minuman air yang sangat panas.
Hal itu dikemukakan Allah SWT dalam al-Qur’an Surah al-Waqi’ah ayat 51-52 yang artinya : “kemudian sesungguhnya kamu, wahai orang-orang yang sesat lagi mendustakan! Pasti akan memakan buah zaqqum, maka akan penuh perutmu dengannya. Setelah itu kamu akan meminum air yang sangat panas.”
Penghuni neraka disebut ashabun-nar atau ahlun-nar.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Perbincangan tentang eskatologi sebenarnya menarik untuk kita kaji. Hal itu dikarenakan banyak hal yang seringkali disalah artikan oleh manusia mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hari akhir, baik itu persoalan kematian, kiamat, hari kebangkitan, maupun surga dan neraka, dan lain-lain. Jika hal-hal seperti itu hanya diartikan dengan logika imajinatif, maka ujung pangkal dari keyakinan manusia pada dasarnya hanyalah sebagai sebuah ilusi. Maka dari itu penting kiranya bagi kita untuk dapat melakukan pencarian makna eskatologi sebelum kematian tiba pada diri kita. Supaya segala doktrin yang berkaitan dengan eskatologi dapat diterima dengan akal sehat.
Karena kematian merupakan kepastian, maka secara psikologis pengaruhnya amat besar dalam bawah sadar kehidupan seseorang dan dalam perilaku manusia. Hidup manusia, menurut Martin Heidegeer, adalah suatu kehadiran yang tertuju ke arah kematian. Pembuktian bahwa ruh itu abadi, adalah sebagai petunjuk bagi kita bahwa kehidupan tidak berakhir selepas kematian tiba. Namun pada dasarnya manusia dihadapkan pada pertanggungjawaban hidup yang sebenarnya, yaitu karma dari apa-apa yang telah dilakukannya di dunia.
Begitu halnya bagi umat Islam saat ini, memaknai surga dan neraka dengan segala ilustrasi secara tekstual saja bukanlah hal yang bijak. Sebab kita tidak berada pada abad ke tujuh di mana Al-Qur’a baru turun. Dengan warisan intelektual yang ditinggalkan para ilmuwan (ulama), maka kita bisa menyikapi kondisi ini dengan mengambil sikap pertengahan, yaitu menggabungkan makna tekstual dan kontekstual kekinian yang disesuaikan kondisi sekarang dalam menanggapi masalah yang berkaitan dengan penggambaran surge dan neraka.

B.     Saran 

Untuk mengakhiri kesimpulan ini, ada sebuah ungkapan bijak, “Jika kita “buta” di dunia, maka “buta” pula di akhiratnya”. Semoga kita senantiasa menempatkan diri dalam ketunggalan Tuhan. Wa Allāh-u a‘lam bi ‘l-shawāb
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik [et al.], Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Pemikiran dan Peradaban, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002).
Ahmad, Muhsin, Konsep Jannah (Surga) dalam Al-Qur’an, http://www.scribd.com/doc/15745816/KONSEP-SURGA? Autodown=docx, diakses pada tanggal 27 Desember 2009.
Al-Bāqi, Muhammad Fu’ad ‘Abdu, al-Mu’jam al-Mufahras Li Alfādz al-Qur’ān al-Karīm, (Bairūt: Dār al-Fikr), hlm. 228 – 232.
Digital, Al-Qur’an, versi 2.0, 2004.
http://id.wikipedia.org/wiki/Akhirat, diakses pada tanggal 30 Desember 2009.
http://id.wikipedia.org/wiki/Eskatologi, diakses pada tanggal 28 Desember 2009.
http://id.wikipedia.org/wiki/Surga, diakses pada tanggal 28 Desember 2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar