Mata Kuliah : Filsafat Islam
MAKALAH
ANTOLOGI ISLAM
SEMESTER : V
( LIMA )
DOSEN
PENGAMPUH
MUH. RIDWAN,
S.Ag.,M.A
FAKULTAS AGAMA ISLAM
PRODI PEND. AGAMA ISLAM JURUSAN TARBIYAH
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BUTON (UNISMU BUTON)
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke
hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya,
penulis dapat menyelesaikan makalah Antologi Islam dengan baik dan lancar. Penulisan makalah
ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen
pembimbing mata kuliah Filsafat Islam yaitu
bapak Muh. Ridwan, S.Ag.,M.A Makalah
ini disusun untuk membantu mengembangkan kemampuan pemahaman pembaca terhadap Antologi
Islam. Pemahaman tersebut dapat dipahami melalui pendahuluan, pembahasan
masalah, serta penarikan garis kesimpulan dalam makalah ini.
Makalah Antologi Islam ini disajikan dalam konsep dan bahasa yang sederhana
sehingga dapat membantu pembaca dalam memahami makalah ini. Dengan makalah ini,
diharapkan pembaca dapat memahami sistem pemerintahan yang digunakan negara
Indonesia. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Dosen pembimbing mata
kuliah Filsafat Islam yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
berkarya menyusun makalah Antologi Islam. Tidak lupa penulis
sampaikan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan berupa
konsep dan pemikiran dalam penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca. Tak ada gading yang tak retak, begitulah adanya makalah ini.
Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif sangat
saya harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan makalah pada tugas
yang lain dan pada waktu mendatang.
Pasarwajo, 11 November 2014
Penulis
TTD
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Filsafat
ilmu telah mengantarkan manusia pada perkembangan ilmu pengetahuan yang amat
luas dan mendalam dari olah pikir manusia, Pemahaman kita tentang proses
realitas atau alam semesta, melalui sebuah pemahaman pikiran manusia telah
memberikan beberapa kajian tentang ilmu filsafat. Ilmu filsfat secara umum
menjelaskan tentang beberapa paham yakni paham wujud (ontology), paham alam
(cosmology), paham ilmu (epistemology), paham metodologi (methodology), dan
paham nilai (value) dalam Islam.
Istilah ontologi atau paham wujud digunakan ketika kita membahas sesuatu yang ada dalam konteks filsafat ilmu. Persoalan
tentang ada menghasilkan cabang filsafat metafisika. Meta mempeunyai arti dibalik physika mempunyai arti benda-benda fisik atau nyata. Dari kata diatas dapat kita ambil sebuah pengertian sederhana dari metafisika yaitu kajian tentang sifat paling dalam
dibalik sebuah kenyataan atau dari sebuah
benda-benda fisik. Dalam kajian ini para filosof tidak
mengacu pada ciri-ciri khusus dari benda-benda tertentu, akan tetapi mengacu
pada ciri-ciri universal dari semua benda yang ada. Metafisika sebagai
salah satu cabang filsafat mencakup persoalan ontologys, kosmologis dan
antropologis. Ketiga hal itu memiliki titik sentral kajian tersendiri.
Ontologi
merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari
Yunani. Studi tersebut mebahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh
Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales,
Plato, dan Aristoteles . Pada masanya, kebanyakan orang belum membedaan antara
penampakan dengan kenyataan. Thales terkenal sebagai filsuf yang pernah sampai
pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula
segala sesuatu. Namun yang lebih penting ialah pendiriannya bahwa mungkin
sekali segala sesuatu itu berasal dari satu substansi belaka (sehingga sesuatu
itu tidak bisa dianggap ada berdiri sendiri).
Hakekat
kenyataan atau realitas memang bisa didekati ontologi dengan dua macam sudut
pandang:
1.
kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan
itu tunggal atau jamak?
2.
Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah
kenyataan (realitas) tersebut memilikikualitas tertentu, seperti misalnya daun
yang memiliki warna kehijauan, bunga mawar yang berbau harum.
Secara
sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau
kenyataan konkret secara kritis.Beberapa aliran dalam bidang ontologi, yakni
realisme, naturalisme, empirisme. Istilah istilah terpenting yang terkait
dengan ontologi adalah:
1)
yang-ada (being)
2)
kenyataan/realitas (reality)
3)
eksistensi (existence)
4)
esensi (essence)
5)
substansi (substance)
6)
perubahan (change)
7)
tunggal (one)
8)
jamak (many)
Ontologi ini
pantas dipelajari bagi orang yang ingin memahami secara menyeluruh tentang
dunia ini dan berguna bagi studi ilmu-ilmu empiris (misalnya antropologi,
sosiologi, ilmu kedokteran, ilmu budaya, fisika, ilmu teknik dan sebagainya).
Dalam makalah ini akan memaparkan pembahasaan yang sangat
menarik yakni tentang makna ontologi
dalam filsafat islam. Dalam konsep Islam memberikan gambaran pada kita
sebuah pandangan pada kajian Al-Quran dan Hadist.
konsep filsafat islam yang dibangun berdasarkan pemahaman terhadap ajaran Islam
atau berdasarkan pemahaman terhadap Al-Qur’an dan Hadist akan membuat kita tidak terjebak hanya
pada satu pola filsafat saja atau hanya pada filsafat orang barat yang
konseptualnya tidak dilandasi pada konsep keimanan.
B. Rumusan Masalah
Dalam
pandangan latar belakang di atas penulis mengambil beberapa rumusan masalah
dalam makalah ini yaitu :
1.
Apa pengertian Antologi Secara Umum ?
2.
Apa pengertian Antologi Prespektif Islam ?
3.
Bagaimana Objek Materi Ilmu menurut
pandangan Antologi Qur’ani ?
4.
Apa saja macam-macam Aliran-aliran
Antologi ?
C. Tujuan Penulis
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagi berikut:
1. Untuk
memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah Filsafat Islam.
2. Untuk
memperdalam wawasan keilmuan mengenai baik filsafat umum maupun filsafat islam
terutama dalam segi Antologi Islam.
3.
Dapat mengetahui pengertian Antologi,
Antologi menurut Islam dan Aliran-aliran Antologi.
D. Manfaat Penulis
Dalam
penulisan makalah ini dapat digunakan sebagai bahan pegangan yang mendukung
suatu proses pembelajaran mahasiswa serta diskusi untuk mengkaji Antalogi dalam
Islam yang berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadist agar kita tidak terjebak hanya pada satu pola filsafat saja
atau hanya pada filsafat orang barat yang konseptualnya tidak dilandasi pada
konsep keimanan.
BAB II
PEMBAHASAN
ANTOLOGI ISLAM
A. Pengertian Antologi Secara Umum
Ontologi
sering diidentikkan dengan metafisika yang juga di sebut dengan Proto-filsafia
atau filsafat yang pertama, atau filsafat ketuhanan yang bahasanya adalah
Hakekat sesuatu, keesaan, persekutuan, sebab dan akibat, realita, prima atau
Tuhan dengan segala sifatnya, malaikat, relasi atau segla sesuatu yang ada di
bumi dengan tenaga-tenaga yang di langit, wahyu, akhirat, dosa, neraka, pahala
dan surga.
Baik
filsafat kuno maupun filsafat modern tentang ontologi ini menjadi pembahasan
utama di bidang filsafat. Sebagimana ontologi adalah teori dari cabang filsafat
yang membahas tentang realitas. Realita ialah mengenai kenyataan, yang
selanjutnya menjurus kepada sesuatu kebenaran. Tetapi realitas pada ontologi
ini melahirkan pertanyaan-pertanyaan. Apakaah sesungguhnya hakekat realitas
yang ada ini? Apakah realitas yanng nampak ini? Sesuatu realita materi saja?
Atau adakah sesuatu di balik realita itu? Serta apakah realita ini terdiri dari
satu untuk unsur (monisme), kedua unsur (dualisme) atau serba banyak
(pluralisme). Pertanyaan tersebut adalah pertanyaan metafisika atau ontologi.
Sesuatu perwujudan menampakkan diri sebagai satu tubuh, satu eksistensi dan
mewujudkan keseluruhan suatu sifatnya dan yang utama dari perwujudan itu adalah
eksistensinya. Eksistensi suatu realita itu adalah fundamental atau esensial.
Kata
ontologi berasal dari perkataan Yunani: On = being, dan Logos = logik. Jadi
Ontologi adalah The theory of being qua being (teori tentang keberadaan sebagai
keberadaan). Louis O.Kattsoff dalam Elements of Filosophy mengatakan, Ontologi
itu mencari ultimate reality dan menceritakan bahwa di antara contoh pemikiran
ontologi adalah pemikiran Thales, yang berpendapat bahwa air lah yang menjadi
ultimate subtance yang mengeluarkan semua benda. Jadi asal semua benda hanya
satu saja yaitu air”.
Sidi Gazalba
dalam bukunya Sistematika Filsafat mengatakan, ontologi mempersoalkan sifat dan
keadaan terakhir dari kenyataan. Karena itu ia disebut ilmu hakikat, hakikat
yang bergantung pada pengetahuan. Dalam agama ontologi memikirkan tentang
Tuhan.
Amsal Bakhtiar
dalam bukunya Filsafat Ilmu mengatakan, ontologi berasal dari kata ontos =
sesuatu yang berwujud. Ontologi adalah teori/ilmu tentang wujud, tentang
hakikat yang ada. Ontologi tidak banyak berdasar pada alam nyata, tetapi
berdasar pada logika semata-mata.
Bramel
menjelaskan bahwa interpretasi tentang suatu realita itu dapat bervariasi,
misalnya apakah bentuk dari suatu meja, pasti setiap orang berbeda-beda
pendapat tentang bentuknya, tetapi jika ditanyakan bahannya pastilah meja itu
substansi dengan kualitas materi. Inilah yang dimaksud dari setiap orang bahwa
meja itu suatu realita yang konkrit. Jadi realitas yang dibahas pada ontologi
ini dipergunakan untuk membedakan apa yang hanya nampaknya saja atau nyata,
sebagai contoh, sebuah tongkat yang lurus, menurut perasaan kita masih lurus
bila diceburkan ke air menurut penglihatan tongkat itu bengkok dan setelah
diangkat tongkatnya itu kembali lurus.
Objek
telaah Ontologi tersebut adalah yang tidak terlihat pada satu perwujudan
tertentu, yang membahas tentang yang ada secara universal, yaitu berusaha
mencari inti yang dimuat setiap kenyataan yang meliputi segala realitas dalam
semua bentuknya. Adanya segala sesuatu merupakan suatu segi dari kenyataan yang
mengatasi semua perbedaan antara benda-benda dan makhluk hidup, antara
jenis-jenis dan individu-individu. Diantara cabang – cabang hakikat adalah
sebagai berikut :
1) Kosmologi
membicarakan hakikat asal, hakikat susunan, hakikat berada, juga hakikat tujuan
kosmos.
2) Antrofologi
membicarakan hakikat manusia.
3) Theodicea
membahas mengenai hakikat tuhan
4) Theologia
atau filsafat agama
5) Filsafat
hokum
6) Filsafat
pendidikan, Dll.
Untuk
mengetahui realita semesta ini di dalam ruang lingkup ontologi secara jelas, di
sini dibedakan antara metafisika dan kosmologi:
1) Ontologi,
secara etimologi yang berarti di balik atau di belakang fisika makna yang
diselidiki adalah hakekat realita menjangkau sesuatu di balik realita karena
metafisika ingin mengerti sedalam-dalamnya.
2) Kosmologi
tentang realita. Kosmos yakni tentang keseluruhan sistem semesta raya dan
kosmologi terbatas pada realita yang lebih nyata dalam arti alam fisika yang
material dalam memperkaya kepribadian manusia di dunia tidaklah di alam raya
dan isinya. Dalam arti sebagai pengalaman sehari-hari akan tetapi suatu yang
luas, realita visi spiritual yang tetap dinamis.
Dalam
kajian ontologi ada beberapa masalah yang perlu dipahami dan dicermati
diantaranya yaitu :
1. Jumlah
dan ragam
Ontologi
membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu.
Ontologi membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan pikiran semesta
universal. Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan.
Kenyataan itu baik dari pengalaman pribadi maupun dari sejarah pemikiran muncul
persoalan tentang kesatuan dan kebanyakan, tentang ketunggalan dan kegandaan,
tantang keekaan dan keanekaan, tentang kesamaan dan keberlainan. Persoalan itu
merupakan pertanyaan ontologi yang paling fundamental, sebab menentukan sudut
pandang pertama mengenai kenyataan seutuhnya, dan menberikan arah utama bagi
seluruh ontologi.
2. Pertentangan
Rasanya
orang-orang harus memilih salah satu di antara dua kemungkinan tersebut (antara
kenyataan yang satu dan yang beragam), jikalau kenyataan itu bersatu, maka
kiranya menjadi satu, tunggal, esa dan tidak akan menjadi banyak, ganda dan
aneka. Dan demikian pula sebaliknya, jikalau jika kenyataan itu mengandung
perbedaan. Atau sekurang-kurangnya salah satu menjadi sifat utama dan
karakteristik bagi kenyataan, sedangkan sifat lainnya marupakan kekurangan dan
kemerosotan.
3. Hampiran
Untuk
menolak pemecahan persoalan awal ini, ontologi harus menolak dari kenyataan
konkret menurut apa adanya. Tidak akan diusahakan menjawab pertanyaan:”Karena
apa ada suatu kenyataan?” keniscayaan mengada atau tidaknya itu mustahil
diuraikan secara apriori. Adanya kenyataan diterima saja sebagai fakta, dan
ontologi berusaha menetapkan batas-batas struktur-strkturnya.
Analisis
mengenai keseluruhan kenyataan tidak akan dimulai dengan berefleksi tentang
kesadaran manusia akan pertanyaan mengenai mengada-pada-umumnya (I’etre, Sein,
bieng). Andaikata demikian, maka akan bahaya bahwa rumusan pertanyaan pun telah
memuat kekurangan. Titik pangkal penelitian ialah kesadaran manusia mengenai
dirinya sendiri sebagai data. Disitulah manusia paling dekat dengan kenyataan.
B.
Pengertian
Antologi Prespektif Islam
Dalam Islam, ontologi itu tidak sekedar
yang tampak dan dapat dicerap oleh alam empiris, tapi lebih dari itu. Ada ”the ultimate reality” di balik yang
empirik ini. Hakekat mutlak mendasari alam zahir;
alam manusia, alam hewan, alam tumbuhan-tumbuhan, dan alam-alam lainnya.
Mari kita simak ayat- ayat
al-Quran sebagai berikut:
Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. perintah
Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu, dan Sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala
sesuatu. (QS. At-Thalaq (65): 12).
Dialah yang Awal dan yang akhir yang Zhahir dan yang Bathin; dan dia Maha
mengetahui segala sesuatu. (QS. Al Hadid (57): 3).
Allah menciptakan segala sesuatu dan dia memelihara segala sesuatu. (QS. Az
Zumar (39): 62).
Dengan tidak melepaskan diri dari landasan Al-Qur’an di atas dapat
dikatakan bahwa sejauh kita akan berbicara apapun mengenai hakekat
realitas sebagai realitas ciptaan Allah, maka pertama-tama, ia harus berangkat
dari kepercayaan dan
keyakinan bahwa adanya pencipta sebagai sebab
keterciptaannya sesuatu yang ada
didunia ini. Sudah pasti dan tidak bias dipungkiri bahwa pencipta bukanlah
ciptaan itu sendiri, sebab hal tersebut adalah mustahil.
Islam memiliki pandangan bahwa ontologi itu
tidak sekedar sesuatu yang tampak
dan dapat dicerap oleh alam empiris, tapi lebih dari itu. Ada ”the ultimate
reality” di balik yang empirik ini. Hakekat mutlak mendasari alam zahir;
alam manusia, alam hewan, alam tumbuhan-tumbuhan, dan alam-alam lainnya.
Paham wujud
(ontologi) yang benar menurut Islam, seperti disebutkan di atas,
adalah yang mendasari paham manusia tentang alam (kosmologi). Kosmologi Islam,
adalah ilmu tentang ”kaun”, alam fisikal. Alam ini selalu bergantung kepada
Allah Swt.
Setiap titik
alam selalu merujuk dan menjadi ayat kepada Tuhannya. Jika kita melihat dalam pandangan ini hukum sebab akibatpun tidak bisa
diakui. Konsep sebab-akibat mengimplikasikan proses yang independen dari Tuhan.
Padahal tidak bisa demikian, karena hakekatnya semua yang ada tetap dibawa
kuasa Allah sebagai sang pencipta dan
yang mengatur alam semesta ini, bukan akibat di bawah dari sebuah sebag atau akibat dibawah akibat.
Guna
menafikkan hukum sebab-akibat ini, merujuk kepada ulama’ besar dan tokoh filosof islam yakni Al-Ghazali. Ia mencontohkan bahwa
peristiwa A (makan) dan B (kenyang) bukanlah sebab akibat. A dan B kejadiannya
memang diatur terjadi serentak oleh Allah. Keduanya sama-sama diinginkan oleh
Allah. Itulah hukum hukum kebiasaan yang diturunkan Allah. Karena orang
yang makan nasi biasanya kenyang , tapi ada juga yang tidak kenyang, yang
mungkin adat itu suatu waktu memang dicabut oleh Allah. Maka sunnatullah fil ardhi tidaklah dharuri (mesti).
C.
Obyek Materi
Ilmu Menurut Pandangan Qur’ani
Pengetahuan
manusia pada hakekatnya hanya datang dari penguasa alam semesta ini
yakni Allah Swt.
yang didapati melalui beberapa saluran. Saluran ini pun masih terkait erat
dengan paham manusia tentang wujud. Paham wujud ontologi islam memberikan pemahaman bahwa saluran ilmu bagi Islam
terdiri dari:
Pertama, panca indera eksternal, yang meliputi peraba (touch),
perasa (taste), pencium (smell), pendengaran (hearing),
dan penglihatan (sight);
Kedua, panca indera internal, yakni indera bersama (common
sense atau al-hiss al-musytarak), representasi (representaion
atau al-khayaliyyah), estimasi (estimation atau al-wahmiyyah),
rekoleksi (retention/recollection atau al-hafizah/al-dhakirah),
imaginasi (imagination atau al-khayal/al-mutakhalliyyah).
Menurut
Prof. Wan Mohd. Nor Wan Daud, “Islam tidak pernah mengecilkan peranan indera,
yang pada dasarnya merupakan saluran yang sangat penting dalam mencapai
pengetahuan tentang reality empiris”.
Dari uraian diatas bisa sedikit kita tarik
sebuah garis pemikiran bahwa yang wujud atau yang
ada itu tidak hanya sekedar fisik belaka tetapi
transfisik atau metafisik. Alam fisik ini hanya pengejewantahan ’af’al sifat-sifat
Allah yang metafisik. Allah pencipta dan alam ciptaannya. Allah kekal dan alam
tidak kekal.
Bahwa memang bisa timbul kebingungan bagi sementara kalangan terhadap
pandangan ontologi qurani yang telah dikemukakan diatas, khususnya bagi mereka yang sudah berpijak pada cara pandang ontologi filsafat Barat yang tidak didasarkan pada keimanan.
Pasti akan banyak pernyataan
dari mereka yang berpijak pada cara pandang filsafat barat bahwa betapa mungkin alam gaib juga dinyatakan sebagai obyek materi ilmu sementara
secara epistemologis, atau lebih khusus lagi secara metodologis tidak
dimungkinkan adanya suatu alat verifikasi yang dapat digunakan secara bersama
oleh semua orang. Misalnya, bagaimana menggunakan verifikasi untuk menguji
kebenaran pernyataan mengenai hal-hal yang bersifat gaib.
Sebenarnya hal itu tidak perlu terjadi sebab dalam rangka verifikasi, dunia
ilmu sekuler sendiri telah mengakui salah satu acuan verifikasi adalah
pernyataan-pernyataan otoritas. Verifikasi terhadap pernyataan-pernyataan yang
berkenaan dengan obyek alam gaib, dapat dilakukan mengenai verifikasi rasional
terhadap pernyataan-pernyataan doctrinal yang berkenaan dengannya, yang
bersumber dari Allah sebagai sumber ilmu sendiri. Jawaban tersebut memang masih
dapat menimbulkan pertanyaan selanjutnya, yaitu bagaimana mungkin itu dilakukan
oleh mereka yang tidak mengakui adanya Allah? Jawabnya adalah, dengan melihat pada
substansi pernyataan itu sendiri. Apakah ia memenuhi syarat untuk menjadi acuan dalam hal ini? Apakah ia dapat
memberi penjelasan secara konsisten dan dapat diterima secara rasional oleh semua orang?
Pandangan ontologys tersebut melahirkan pandangan mengenai obyek materi
ilmu dengan pernyataan singkat sebagai berikut:
a.
Obyek ilmu adalah alam syahadah maupun
alam gaib
b.
Membangun pengetahuan ilmiah mengenai alam
tersebut dilakukan dengan acuan petunjuk Allah Swt sebagai penciptanya.
Selanjutnya, yang mesti menjadi perhatian kita semua dalam memahami ontology dalam perspektif
islam adalah bahwa pandangan Islam tentang realitas sebagai objek kajian ilmu
ternyata tidak hanya terpaku pada dunia empiric atau fiscal tetapi juga
mencakup dunia ruh atau alam ghaib. Diri manusia sendiri adalah sebuah miniatur alam semesta ini yang tidak hanya terdiri atas jasad atau badan saja tetapi juga hati,
perasaan, jiwa dan ruh yang merupakan “bagian” dari Tuhan. Karena itu,
metodologi pemikiran Islam tidak bisa hanya mengandalkan kekuatan dan
kegeniusan pemikiran atau rasio saja tetapi harus dengan kesucian hati dan keimanan yang kuat.
D.
Aliran-aliran
Antologi
Di
dalam pemahaman ontologi dapat diketemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran
sebagai berikut:
1. Monoisme
Monisme
adalah aliran yang memberikan gagasan metafisis bahwa kosmos terbuat dari satu
jenis Zat .. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik yang
asal berupa materi ataupun berupa rohani. Tidak mungkin ada hakikat
masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Haruslah salah satunya merupakan
sumber yang pokok dan dominan menentukan perkembangan yang lainnya. Paham ini
kemudian terbagi ke dalam dua aliran:
a. Materialisme
Menurut
aliran ini, yang sesungguhnya ada adalah keberadaan yang bersifat material atau
bergantung terhadap materi. Menurutnya, zat mati (materi) merupakan kenyataan
dan satu-satunya fakta, aliran ini juga menolak segala sesuatu yang tidak
kelihatan. Yang ada hanyalah materi. Sedangkan yang lainnya, yaitu jiwa atau
ruh tidaklah merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri seperti halnya jiwa
dan badan (materi). Tanpa jiwa badan dapat hidup, tapi jiwa tanpa bahan tidak
akan dapat hidup. Contohnya jantung katak yang dikeluarkan dari tubuhnya masih
dapat berdenyut beberapa detik. Sedangkan tidak akan pernah ada katak tanpa
badan (materi) . ini..
b. Idealisme
Sebagai
lawan materialisme adalah aliran idealisme. Idealisme diambil dari kata
"Idea", yaitu sesuatu yang Nadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan
bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma)
atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati ruang.
Aliran ini menjadikan 'AKU' sebagai dasar tindakan yang merupakan subyek yang
sekonkret-konkretnya dan dianggap sebagai satu-satunya realitas. 'AKU' berfikir
bahwa segala sesuatu sebetulnya tak lain dari pada saya. Saya sadar akan dunia
dan orang-orang sekitar saya. Mereka ada di dalam kesadaran saya. Jadi seluruh
realita yang nampak ini adalah karena AKU berfikir.
2. Dualisme
Dualisme
merupakan aliran filsafat yang mencoba memadukan antara dua faham yang saling
bertentangan yaitu materialisme dan idealisme. Dualisme mengatakan bahwa materi
dan ruh sama-sama hakikat. Materi muncul bukan karena roh, begitu pula roh
tidak muncul karena materi. Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan
berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi. Contoh yang paling jelas tentang
adanya kerja sama kedua hakikat ini ialah dalam diri manusia. Tokoh paham ini
adalah Descartes (1596-1650 M) yang dianggap sebagai bapak filsafat modern. la
menamakan kedua hakikat itu dengan istilah dunia kesadaran (ruhani) dan dunia
ruang (kebendaan).
3. Pluralisme
Paham
ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme
bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya
nyata. Pluralisme dalam Dictionary of Philosophy and Religion dikatakan sebagai
paham yang menyatakan bahwa kenyataan ini tersusun dari banyak unsur, lebih
dari satu atau dua entitas. Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah
Anaxagoras dan Empedocles yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu
terbentuk dan terdiri dari 4 unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara.
Tokoh modern aliran ini adalah William
James (1842-1910 M). kelahiran New York dan terkenal sebagai seorang psikolog
dan filosof Amerika. Dalam bukunya The Meaning of Truth James mengemukakan,
tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang
berdiri sendiri, lepas dari akal yang mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan
terus, dan segala yang kita anggap benar dalam perkembangan pengalaman itu
senantiasa berubah, karena dalam praktiknya apa yang kita anggap benar dapat
dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Oleh karena itu, tiada kebenaran yang
mutlak, yang ada adalah kebenaran-kebenaran, yaitu apa yang benar dalam
pengalaman-pengalaman yang khusus, yang setiap kali dapat diubah oleh
pengalaman berikutnya. Kenyataan terdiri dari banyak kawasan yang berdiri
sendiri. Dunia bukanlah suatu universum, melainkan suatu multi-versum. Dunia
adalah suatu. yang terdiri dari banyak hal yang beraneka ragam atau pluralis.
4. Nihilisme
Nihilisme
berasal dari Bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada. Sebuah doktrin
yang tidak mengakui validitas alternatif yang positif. Istilah nihilisme
diperkenalkan oleh Ivan Turgeniev dalam novelnya Fathers and Childern yang
ditulisnya pada tahun 1862 di Rusia.
Doktrin tentang nihilisme sebenarnya
sudah ada semenjak zaman Yunani Kuno, yaitu pada pandangan Gorgias (483-360 SM)
yang memberikan tiga proposisi tentang realitas. Pertama, tidak ada sesuatu pun
yang eksis. Realitas itu sebenarnya tidak ada. Bukankah Zeno juga pernah sampai
pada kesimpulan bahwa hasil pemikiran itu selalu tiba pada paradoks. Kita harus
menyatakan bahwa realitas itu tunggal dan banyak, terbatas dan tak terbatas,
dicipta dan tak dicipta. Karma kontradiksi tidak dapat diterima, maka pemikiran
lebih baik tidak menyatakan apa-apa tentang realitas. Kedua, bila sesuatu itu
ada, isi tidak dapat diketahui. Ini disebabkan oleh penginderaan itu tidak
dapat dipercaya, penginderaan itu sumber ilusi. Akal juga tidak mampu
meyakinkan kita tentang bahan alam semesta ini karma kita telah dikungkung oleh
dilema subjektif. Kita berpikir sesuai dengan kemauan, ide kita, yang kita
terapkan pada fenomena. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, isi
tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain.
5. Agnostisisme
Agnosticisme
adalah aliran yang mengatakan bahwa manusia tidak mungkin mengetahui hakikat
sesuatu di balik kenyataan ini. Baik hakikat materi maupun hakikat ruhani. Kata
Agnosticisme sendiri berasal dari bahasa Grik Agnostos yang berarti unknown. A
artinya not, Gno artinya know. Manusia dengan semua keterbatasannya tidak
mungkin tahu apa hakikat sesuatu yang ada, baik oleh inderanya maupun oleh
pikirannya.
Timbulnya aliran ini dikarenakan belum
dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara konkret akan adanya
kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita kenal. Aliran ini dengan tegas
selalu menyangkal adanya suatu kenyataan mutlak yang bersifat trancendent.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kata
ontologi, barasal dari dua kata dasar yaitu Ontos dan Logos. Ontos yang berarti
Ada dan Logos yang berarti Ilmu. Sehingga secara global istilah onntologi bisa
diartikan sebagai suatu ilmu yang mengkaji tentang hakiat dari segala sesuatu
Yang-Ada. Hakikat dalam kajian ontologi adalah keadaan sebenarnya dari sesuatu,
bukan keadaan sementara yang selalu berubah-ubah.
Begitu halnya antologi islam yang berdasarkan pada Al-Qur’an memandang bahwa segala sesuatu selain Al-Khaliq (Pencipta)
adalah Makhluq (ciptaan), sang pencipta sebagai sesuatu yang maha kuasa adalah pengatur alam
semesta ini. Allah telah memberikan hukum-hukum keberadaan (Sunnatullah) pada alam semesta ini.
Objek filsafat ilmu bukanlah alam
nyata atau alam yahadah saja tetapi menurut islam objek filsafat ilmu adalah alam syahadah maupun alam gaib dan untuk membangun dan mengembangkan pengetahuan ilmiah
mengenai alam tersebut dilakukan dengan acuan petunjuk Allah Swt, sebagai
Penciptanya.
Dalam Islam,
ontologi itu tidak sekedar yang tampak dan dapat dicerap oleh alam empiris,
tapi lebih dari itu. Ada ”the ultimate reality” di balik yang empirik
ini. Hakekat mutlak mendasari alam zahir; alam manusia, alam hewan, alam
tumbuhan-tumbuhan, dan alam-alam lainnya.
Dalam kajian
ontologi ada beberapa masalah yang perlu dipahami dan dicermati yaitu jumlah
dan ragam, pertentangan dan hampuran. Dalam tataran ontologi ini ada beberapa
aliran filsafat yang mencoba menilai tentang makna yang-ada, di antaranya :
1.
Aliran Monisme yang berpendapat bahwa Monisme bahwa
kosmos terbuat dari satu jenis Zat.
2.
Aliran Dualime yang beranggapan bah segala sesuatu berasal
dari materi dan pikiran yang kedua-duanya sama-sama hakiki
3.
Pluralisme yang berasumsi bahwa hakikat dari segala
sesuatu adalah berasal dari keberagaman dan tidak bersifat tunggal
4.
Nihilisme yang memberikan tanggapannya bahwa
sebenarnya tidak ada istilah kebenaran hakiki tentanf segala sesuatu
5.
Agnosticisme yang mangatakan bahwa manusia dengan
segala kekuranggannya tidak akan bisa menemukan makna hakiki dari segala
sesuatu baik yang diperoleh dari inderanya maupun pikiranya.
Dalam kajian
ontologi memang banyak terjadi perbedaan pendapat, hal ini disebabkan
keberbedaan sistematika berfikir oleh para pendiri aliran-alirann tersebut.
Tapi yang pasti, pendapat dari aliran-aliran itu bersifat spekulatif, sehingga
tidak menutup memungkinan terjadi kekeliruan.
B. Saran
Mari kita
mengambil sebuah contoh gambaran Antologi dalam konsep
filsafat islam yang dibangun berdasarkan pemahaman terhadap ajaran Islam atau
berdasarkan pemahaman terhadap Al-Qur’an dan Hadist akan membuat kita tidak terjebak hanya
pada satu pola filsafat saja atau hanya pada filsafat orang barat yang
konseptualnya tidak dilandasi pada konsep keimanan.
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu. Jakarta
Nasution, Harun, Filsafat Agama. Jakarta
Sumarna, Cecep, Filsafat Ilmu dari Hakikat Menuju Nilai.
Suriasumantri , Jujun S. Pengantar Ilmu dalam Perspektif.
makasih
BalasHapus