Minggu, 16 November 2014

MAKALAH ANTOLOGI ISLAM (yang ada, nyata dan sama)



Mata Kuliah : Filsafat Islam

MAKALAH
ANTOLOGI ISLAM

SEMESTER : V ( LIMA )


DOSEN PENGAMPUH
MUH. RIDWAN, S.Ag.,M.A



FAKULTAS AGAMA ISLAM
PRODI PEND. AGAMA ISLAM JURUSAN TARBIYAH
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BUTON (UNISMU BUTON)
2014


KATA PENGANTAR


Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah Antologi Islam  dengan baik dan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen pembimbing mata kuliah Filsafat Islam yaitu bapak Muh. Ridwan, S.Ag.,M.A Makalah ini disusun untuk membantu mengembangkan kemampuan pemahaman pembaca terhadap Antologi Islam. Pemahaman tersebut dapat dipahami melalui pendahuluan, pembahasan masalah, serta penarikan garis kesimpulan dalam makalah ini.
Makalah Antologi Islam ini disajikan dalam konsep dan bahasa yang sederhana sehingga dapat membantu pembaca dalam memahami makalah ini. Dengan makalah ini, diharapkan pembaca dapat memahami sistem pemerintahan yang digunakan negara Indonesia. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Dosen pembimbing mata kuliah Filsafat Islam yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk berkarya menyusun makalah  Antologi Islam. Tidak lupa penulis sampaikan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan berupa konsep dan pemikiran dalam penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Tak ada gading yang tak retak, begitulah adanya makalah ini. Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif sangat saya harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.

Pasarwajo, 11 November 2014
Penulis
TTD 


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Filsafat ilmu telah mengantarkan manusia pada perkembangan ilmu pengetahuan yang amat luas dan mendalam dari olah pikir manusia, Pemahaman kita tentang proses realitas atau alam semesta, melalui sebuah pemahaman pikiran manusia telah memberikan beberapa kajian tentang ilmu filsafat. Ilmu filsfat secara umum menjelaskan tentang beberapa paham yakni paham wujud (ontology), paham alam (cosmology), paham ilmu (epistemology), paham metodologi (methodology), dan paham nilai (value) dalam Islam.

Istilah ontologi atau paham wujud digunakan ketika kita membahas sesuatu yang ada dalam konteks filsafat ilmu. Persoalan tentang ada menghasilkan cabang filsafat metafisika. Meta mempeunyai arti dibalik physika mempunyai arti benda-benda fisik atau nyata. Dari kata diatas dapat kita ambil sebuah pengertian sederhana dari metafisika yaitu kajian tentang sifat paling dalam dibalik sebuah kenyataan atau dari sebuah benda-benda fisik. Dalam kajian ini para filosof tidak mengacu pada ciri-ciri khusus dari benda-benda tertentu, akan tetapi mengacu pada ciri-ciri universal dari semua benda yang ada. Metafisika sebagai salah satu cabang filsafat mencakup persoalan ontologys, kosmologis dan antropologis. Ketiga hal itu memiliki titik sentral kajian tersendiri.

Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut mebahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales, Plato, dan Aristoteles . Pada masanya, kebanyakan orang belum membedaan antara penampakan dengan kenyataan. Thales terkenal sebagai filsuf yang pernah sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula segala sesuatu. Namun yang lebih penting ialah pendiriannya bahwa mungkin sekali segala sesuatu itu berasal dari satu substansi belaka (sehingga sesuatu itu tidak bisa dianggap ada berdiri sendiri).
Hakekat kenyataan atau realitas memang bisa didekati ontologi dengan dua macam sudut pandang:
1.      kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak?
2.      Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut memilikikualitas tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna kehijauan, bunga mawar yang berbau harum.

Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau kenyataan konkret secara kritis.Beberapa aliran dalam bidang ontologi, yakni realisme, naturalisme, empirisme. Istilah istilah terpenting yang terkait dengan ontologi adalah:
1)      yang-ada (being)
2)      kenyataan/realitas (reality)
3)      eksistensi (existence)
4)      esensi (essence)
5)      substansi (substance)
6)      perubahan (change)
7)      tunggal (one)
8)      jamak (many)

Ontologi ini pantas dipelajari bagi orang yang ingin memahami secara menyeluruh tentang dunia ini dan berguna bagi studi ilmu-ilmu empiris (misalnya antropologi, sosiologi, ilmu kedokteran, ilmu budaya, fisika, ilmu teknik dan sebagainya).

Dalam makalah ini akan memaparkan pembahasaan yang sangat menarik yakni tentang makna ontologi dalam filsafat islam. Dalam konsep Islam memberikan gambaran pada kita sebuah pandangan pada kajian Al-Quran dan Hadist. konsep filsafat islam yang dibangun berdasarkan pemahaman terhadap ajaran Islam atau berdasarkan pemahaman terhadap Al-Qur’an dan Hadist akan membuat kita tidak terjebak hanya pada satu pola filsafat saja atau hanya pada filsafat orang barat yang konseptualnya tidak dilandasi pada konsep keimanan.

B.     Rumusan Masalah

Dalam pandangan latar belakang di atas penulis mengambil beberapa rumusan masalah dalam makalah ini yaitu :
1.      Apa pengertian Antologi Secara Umum ?
2.      Apa pengertian Antologi Prespektif Islam ?
3.      Bagaimana Objek Materi Ilmu menurut pandangan Antologi Qur’ani ?
4.      Apa saja macam-macam Aliran-aliran Antologi ?

C.    Tujuan Penulis

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagi berikut:
1.      Untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah  Filsafat Islam.
2.      Untuk memperdalam wawasan keilmuan mengenai baik filsafat umum maupun filsafat islam terutama dalam segi Antologi Islam.
3.      Dapat mengetahui pengertian Antologi, Antologi menurut Islam dan Aliran-aliran Antologi.

D.    Manfaat Penulis

Dalam penulisan makalah ini dapat digunakan sebagai bahan pegangan yang mendukung suatu proses pembelajaran mahasiswa serta diskusi untuk mengkaji Antalogi dalam Islam yang berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadist agar kita tidak terjebak hanya pada satu pola filsafat saja atau hanya pada filsafat orang barat yang konseptualnya tidak dilandasi pada konsep keimanan.


BAB II
PEMBAHASAN

ANTOLOGI ISLAM

A.    Pengertian Antologi Secara Umum

Ontologi sering diidentikkan dengan metafisika yang juga di sebut dengan Proto-filsafia atau filsafat yang pertama, atau filsafat ketuhanan yang bahasanya adalah Hakekat sesuatu, keesaan, persekutuan, sebab dan akibat, realita, prima atau Tuhan dengan segala sifatnya, malaikat, relasi atau segla sesuatu yang ada di bumi dengan tenaga-tenaga yang di langit, wahyu, akhirat, dosa, neraka, pahala dan surga.
Baik filsafat kuno maupun filsafat modern tentang ontologi ini menjadi pembahasan utama di bidang filsafat. Sebagimana ontologi adalah teori dari cabang filsafat yang membahas tentang realitas. Realita ialah mengenai kenyataan, yang selanjutnya menjurus kepada sesuatu kebenaran. Tetapi realitas pada ontologi ini melahirkan pertanyaan-pertanyaan. Apakaah sesungguhnya hakekat realitas yang ada ini? Apakah realitas yanng nampak ini? Sesuatu realita materi saja? Atau adakah sesuatu di balik realita itu? Serta apakah realita ini terdiri dari satu untuk unsur (monisme), kedua unsur (dualisme) atau serba banyak (pluralisme). Pertanyaan tersebut adalah pertanyaan metafisika atau ontologi. Sesuatu perwujudan menampakkan diri sebagai satu tubuh, satu eksistensi dan mewujudkan keseluruhan suatu sifatnya dan yang utama dari perwujudan itu adalah eksistensinya. Eksistensi suatu realita itu adalah fundamental atau esensial.

Kata ontologi berasal dari perkataan Yunani: On = being, dan Logos = logik. Jadi Ontologi adalah The theory of being qua being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan). Louis O.Kattsoff dalam Elements of Filosophy mengatakan, Ontologi itu mencari ultimate reality dan menceritakan bahwa di antara contoh pemikiran ontologi adalah pemikiran Thales, yang berpendapat bahwa air lah yang menjadi ultimate subtance yang mengeluarkan semua benda. Jadi asal semua benda hanya satu saja yaitu air”.
Sidi Gazalba dalam bukunya Sistematika Filsafat mengatakan, ontologi mempersoalkan sifat dan keadaan terakhir dari kenyataan. Karena itu ia disebut ilmu hakikat, hakikat yang bergantung pada pengetahuan. Dalam agama ontologi memikirkan tentang Tuhan.
Amsal Bakhtiar dalam bukunya Filsafat Ilmu mengatakan, ontologi berasal dari kata ontos = sesuatu yang berwujud. Ontologi adalah teori/ilmu tentang wujud, tentang hakikat yang ada. Ontologi tidak banyak berdasar pada alam nyata, tetapi berdasar pada logika semata-mata.
Bramel menjelaskan bahwa interpretasi tentang suatu realita itu dapat bervariasi, misalnya apakah bentuk dari suatu meja, pasti setiap orang berbeda-beda pendapat tentang bentuknya, tetapi jika ditanyakan bahannya pastilah meja itu substansi dengan kualitas materi. Inilah yang dimaksud dari setiap orang bahwa meja itu suatu realita yang konkrit. Jadi realitas yang dibahas pada ontologi ini dipergunakan untuk membedakan apa yang hanya nampaknya saja atau nyata, sebagai contoh, sebuah tongkat yang lurus, menurut perasaan kita masih lurus bila diceburkan ke air menurut penglihatan tongkat itu bengkok dan setelah diangkat tongkatnya itu kembali lurus.

Objek telaah Ontologi tersebut adalah yang tidak terlihat pada satu perwujudan tertentu, yang membahas tentang yang ada secara universal, yaitu berusaha mencari inti yang dimuat setiap kenyataan yang meliputi segala realitas dalam semua bentuknya. Adanya segala sesuatu merupakan suatu segi dari kenyataan yang mengatasi semua perbedaan antara benda-benda dan makhluk hidup, antara jenis-jenis dan individu-individu. Diantara cabang – cabang hakikat adalah sebagai berikut :
1)      Kosmologi membicarakan hakikat asal, hakikat susunan, hakikat berada, juga hakikat tujuan kosmos.
2)      Antrofologi membicarakan hakikat manusia.
3)      Theodicea membahas mengenai hakikat tuhan
4)      Theologia atau filsafat agama
5)      Filsafat hokum
6)      Filsafat pendidikan, Dll.

Untuk mengetahui realita semesta ini di dalam ruang lingkup ontologi secara jelas, di sini dibedakan antara metafisika dan kosmologi:
1)      Ontologi, secara etimologi yang berarti di balik atau di belakang fisika makna yang diselidiki adalah hakekat realita menjangkau sesuatu di balik realita karena metafisika ingin mengerti sedalam-dalamnya.
2)      Kosmologi tentang realita. Kosmos yakni tentang keseluruhan sistem semesta raya dan kosmologi terbatas pada realita yang lebih nyata dalam arti alam fisika yang material dalam memperkaya kepribadian manusia di dunia tidaklah di alam raya dan isinya. Dalam arti sebagai pengalaman sehari-hari akan tetapi suatu yang luas, realita visi spiritual yang tetap dinamis.

Dalam kajian ontologi ada beberapa masalah yang perlu dipahami dan dicermati diantaranya yaitu :

1.      Jumlah dan ragam
Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan pikiran semesta universal. Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan. Kenyataan itu baik dari pengalaman pribadi maupun dari sejarah pemikiran muncul persoalan tentang kesatuan dan kebanyakan, tentang ketunggalan dan kegandaan, tantang keekaan dan keanekaan, tentang kesamaan dan keberlainan. Persoalan itu merupakan pertanyaan ontologi yang paling fundamental, sebab menentukan sudut pandang pertama mengenai kenyataan seutuhnya, dan menberikan arah utama bagi seluruh ontologi.

2.      Pertentangan
Rasanya orang-orang harus memilih salah satu di antara dua kemungkinan tersebut (antara kenyataan yang satu dan yang beragam), jikalau kenyataan itu bersatu, maka kiranya menjadi satu, tunggal, esa dan tidak akan menjadi banyak, ganda dan aneka. Dan demikian pula sebaliknya, jikalau jika kenyataan itu mengandung perbedaan. Atau sekurang-kurangnya salah satu menjadi sifat utama dan karakteristik bagi kenyataan, sedangkan sifat lainnya marupakan kekurangan dan kemerosotan.

3.      Hampiran
Untuk menolak pemecahan persoalan awal ini, ontologi harus menolak dari kenyataan konkret menurut apa adanya. Tidak akan diusahakan menjawab pertanyaan:”Karena apa ada suatu kenyataan?” keniscayaan mengada atau tidaknya itu mustahil diuraikan secara apriori. Adanya kenyataan diterima saja sebagai fakta, dan ontologi berusaha menetapkan batas-batas struktur-strkturnya.

Analisis mengenai keseluruhan kenyataan tidak akan dimulai dengan berefleksi tentang kesadaran manusia akan pertanyaan mengenai mengada-pada-umumnya (I’etre, Sein, bieng). Andaikata demikian, maka akan bahaya bahwa rumusan pertanyaan pun telah memuat kekurangan. Titik pangkal penelitian ialah kesadaran manusia mengenai dirinya sendiri sebagai data. Disitulah manusia paling dekat dengan kenyataan.

B.     Pengertian Antologi Prespektif Islam

Dalam Islam, ontologi itu tidak sekedar yang tampak dan dapat dicerap oleh alam empiris, tapi lebih dari itu. Ada ”the ultimate reality” di balik yang empirik ini. Hakekat mutlak mendasari alam zahir; alam manusia, alam hewan, alam tumbuhan-tumbuhan, dan alam-alam lainnya.
Mari kita simak ayat- ayat al-Quran sebagai berikut:

Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan Sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu. (QS. At-Thalaq (65): 12).

Dialah yang Awal dan yang akhir yang Zhahir dan yang Bathin; dan dia Maha mengetahui segala sesuatu. (QS. Al Hadid (57): 3).

Allah menciptakan segala sesuatu dan dia memelihara segala sesuatu. (QS. Az Zumar (39): 62).

Dengan tidak melepaskan diri dari landasan Al-Qur’an di atas dapat dikatakan bahwa sejauh kita akan berbicara apapun mengenai hakekat realitas sebagai realitas ciptaan Allah, maka pertama-tama, ia harus berangkat dari kepercayaan dan keyakinan bahwa adanya pencipta sebagai sebab keterciptaannya sesuatu yang ada didunia ini. Sudah pasti dan tidak bias dipungkiri bahwa pencipta bukanlah ciptaan itu sendiri, sebab hal tersebut adalah mustahil.
Islam memiliki pandangan bahwa ontologi itu tidak sekedar sesuatu yang tampak dan dapat dicerap oleh alam empiris, tapi lebih dari itu. Ada ”the ultimate reality” di balik yang empirik ini. Hakekat mutlak mendasari alam zahir; alam manusia, alam hewan, alam tumbuhan-tumbuhan, dan alam-alam lainnya.
Paham wujud (ontologi) yang benar menurut Islam, seperti disebutkan di atas, adalah yang mendasari paham manusia tentang alam (kosmologi). Kosmologi Islam, adalah ilmu tentang ”kaun”, alam fisikal. Alam ini selalu bergantung kepada Allah Swt.
Setiap titik alam selalu merujuk dan menjadi ayat kepada Tuhannya. Jika kita melihat dalam pandangan ini hukum sebab akibatpun tidak bisa diakui. Konsep sebab-akibat mengimplikasikan proses yang independen dari Tuhan. Padahal tidak bisa demikian, karena hakekatnya semua yang ada tetap dibawa kuasa Allah sebagai sang pencipta dan yang mengatur alam semesta ini, bukan akibat di bawah dari sebuah sebag atau akibat dibawah akibat.
Guna menafikkan hukum sebab-akibat ini, merujuk kepada ulama’ besar dan tokoh filosof islam yakni Al-Ghazali. Ia mencontohkan bahwa peristiwa A (makan) dan B (kenyang) bukanlah sebab akibat. A dan B kejadiannya memang diatur terjadi serentak oleh Allah. Keduanya sama-sama diinginkan oleh Allah. Itulah hukum  hukum kebiasaan yang diturunkan Allah. Karena orang yang makan nasi biasanya kenyang , tapi ada juga yang tidak kenyang, yang mungkin adat itu suatu waktu memang dicabut oleh Allah. Maka sunnatullah fil ardhi tidaklah dharuri (mesti).

C.    Obyek Materi Ilmu Menurut Pandangan Qurani

Pengetahuan manusia pada hakekatnya hanya datang dari penguasa alam semesta ini yakni Allah Swt. yang didapati melalui beberapa saluran. Saluran ini pun masih terkait erat dengan paham manusia tentang wujud. Paham wujud ontologi islam memberikan pemahaman bahwa saluran ilmu bagi Islam terdiri dari:

Pertama, panca indera eksternal, yang meliputi peraba (touch), perasa (taste), pencium (smell), pendengaran (hearing), dan penglihatan (sight);
Kedua, panca indera internal, yakni indera bersama (common sense atau al-hiss al-musytarak), representasi (representaion atau al-khayaliyyah), estimasi (estimation atau al-wahmiyyah), rekoleksi (retention/recollection atau al-hafizah/al-dhakirah), imaginasi (imagination atau al-khayal/al-mutakhalliyyah).

Menurut Prof. Wan Mohd. Nor Wan Daud, “Islam tidak pernah mengecilkan peranan indera, yang pada dasarnya merupakan saluran yang sangat penting dalam mencapai pengetahuan tentang reality empiris”.
Dari uraian diatas bisa sedikit kita tarik sebuah garis pemikiran bahwa yang wujud atau yang ada itu tidak hanya sekedar fisik belaka tetapi transfisik atau metafisik. Alam fisik ini hanya pengejewantahan ’af’al sifat-sifat Allah yang metafisik. Allah pencipta dan alam ciptaannya. Allah kekal dan alam tidak kekal.
Bahwa memang bisa timbul kebingungan bagi sementara kalangan terhadap pandangan ontologi qurani yang telah dikemukakan diatas, khususnya bagi mereka yang sudah berpijak pada cara pandang ontologi filsafat Barat yang tidak didasarkan pada keimanan.
Pasti akan banyak pernyataan dari mereka yang berpijak pada cara pandang filsafat barat bahwa betapa mungkin alam gaib juga dinyatakan sebagai obyek materi ilmu sementara secara epistemologis, atau lebih khusus lagi secara metodologis tidak dimungkinkan adanya suatu alat verifikasi yang dapat digunakan secara bersama oleh semua orang. Misalnya, bagaimana menggunakan verifikasi untuk menguji kebenaran pernyataan mengenai hal-hal yang bersifat gaib.
Sebenarnya hal itu tidak perlu terjadi sebab dalam rangka verifikasi, dunia ilmu sekuler sendiri telah mengakui salah satu acuan verifikasi adalah pernyataan-pernyataan otoritas. Verifikasi terhadap pernyataan-pernyataan yang berkenaan dengan obyek alam gaib, dapat dilakukan mengenai verifikasi rasional terhadap pernyataan-pernyataan doctrinal yang berkenaan dengannya, yang bersumber dari Allah sebagai sumber ilmu sendiri. Jawaban tersebut memang masih dapat menimbulkan pertanyaan selanjutnya, yaitu bagaimana mungkin itu dilakukan oleh mereka yang tidak mengakui adanya Allah? Jawabnya adalah, dengan melihat pada substansi pernyataan itu sendiri. Apakah ia memenuhi syarat untuk menjadi acuan dalam hal ini? Apakah ia dapat memberi penjelasan secara konsisten dan dapat diterima secara rasional oleh semua orang?

Pandangan ontologys tersebut melahirkan pandangan mengenai obyek materi ilmu dengan pernyataan singkat sebagai berikut:
a.       Obyek ilmu adalah alam syahadah maupun alam gaib
b.      Membangun pengetahuan ilmiah mengenai alam tersebut dilakukan dengan acuan petunjuk Allah Swt sebagai penciptanya.
Selanjutnya, yang mesti menjadi perhatian kita semua dalam memahami ontology dalam perspektif islam adalah bahwa pandangan Islam tentang realitas sebagai objek kajian ilmu ternyata tidak hanya terpaku pada dunia empiric atau fiscal tetapi juga mencakup dunia ruh atau alam ghaib. Diri manusia sendiri adalah sebuah miniatur alam semesta ini yang tidak hanya terdiri atas jasad atau badan saja tetapi juga hati, perasaan, jiwa dan ruh yang merupakan “bagian” dari Tuhan. Karena itu, metodologi pemikiran Islam tidak bisa hanya mengandalkan kekuatan dan kegeniusan pemikiran atau rasio saja tetapi harus dengan kesucian hati dan keimanan yang kuat.


D.    Aliran-aliran Antologi

Di dalam pemahaman ontologi dapat diketemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran sebagai berikut:
1.      Monoisme
Monisme adalah aliran yang memberikan gagasan metafisis bahwa kosmos terbuat dari satu jenis Zat .. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik yang asal berupa materi ataupun berupa rohani. Tidak mungkin ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Haruslah salah satunya merupakan sumber yang pokok dan dominan menentukan perkembangan yang lainnya. Paham ini kemudian terbagi ke dalam dua aliran:
a.       Materialisme
Menurut aliran ini, yang sesungguhnya ada adalah keberadaan yang bersifat material atau bergantung terhadap materi. Menurutnya, zat mati (materi) merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta, aliran ini juga menolak segala sesuatu yang tidak kelihatan. Yang ada hanyalah materi. Sedangkan yang lainnya, yaitu jiwa atau ruh tidaklah merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri seperti halnya jiwa dan badan (materi). Tanpa jiwa badan dapat hidup, tapi jiwa tanpa bahan tidak akan dapat hidup. Contohnya jantung katak yang dikeluarkan dari tubuhnya masih dapat berdenyut beberapa detik. Sedangkan tidak akan pernah ada katak tanpa badan (materi) . ini..
b.      Idealisme
Sebagai lawan materialisme adalah aliran idealisme. Idealisme diambil dari kata "Idea", yaitu sesuatu yang Nadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati ruang. Aliran ini menjadikan 'AKU' sebagai dasar tindakan yang merupakan subyek yang sekonkret-konkretnya dan dianggap sebagai satu-satunya realitas. 'AKU' berfikir bahwa segala sesuatu sebetulnya tak lain dari pada saya. Saya sadar akan dunia dan orang-orang sekitar saya. Mereka ada di dalam kesadaran saya. Jadi seluruh realita yang nampak ini adalah karena AKU berfikir.

2.      Dualisme
Dualisme merupakan aliran filsafat yang mencoba memadukan antara dua faham yang saling bertentangan yaitu materialisme dan idealisme. Dualisme mengatakan bahwa materi dan ruh sama-sama hakikat. Materi muncul bukan karena roh, begitu pula roh tidak muncul karena materi. Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi. Contoh yang paling jelas tentang adanya kerja sama kedua hakikat ini ialah dalam diri manusia. Tokoh paham ini adalah Descartes (1596-1650 M) yang dianggap sebagai bapak filsafat modern. la menamakan kedua hakikat itu dengan istilah dunia kesadaran (ruhani) dan dunia ruang (kebendaan).

3.      Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata. Pluralisme dalam Dictionary of Philosophy and Religion dikatakan sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan ini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua entitas. Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah Anaxagoras dan Empedocles yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari 4 unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara.
Tokoh modern aliran ini adalah William James (1842-1910 M). kelahiran New York dan terkenal sebagai seorang psikolog dan filosof Amerika. Dalam bukunya The Meaning of Truth James mengemukakan, tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, lepas dari akal yang mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan terus, dan segala yang kita anggap benar dalam perkembangan pengalaman itu senantiasa berubah, karena dalam praktiknya apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Oleh karena itu, tiada kebenaran yang mutlak, yang ada adalah kebenaran-kebenaran, yaitu apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman yang khusus, yang setiap kali dapat diubah oleh pengalaman berikutnya. Kenyataan terdiri dari banyak kawasan yang berdiri sendiri. Dunia bukanlah suatu universum, melainkan suatu multi-versum. Dunia adalah suatu. yang terdiri dari banyak hal yang beraneka ragam atau pluralis.

4.      Nihilisme
Nihilisme berasal dari Bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada. Sebuah doktrin yang tidak mengakui validitas alternatif yang positif. Istilah nihilisme diperkenalkan oleh Ivan Turgeniev dalam novelnya Fathers and Childern yang ditulisnya pada tahun 1862 di Rusia.
Doktrin tentang nihilisme sebenarnya sudah ada semenjak zaman Yunani Kuno, yaitu pada pandangan Gorgias (483-360 SM) yang memberikan tiga proposisi tentang realitas. Pertama, tidak ada sesuatu pun yang eksis. Realitas itu sebenarnya tidak ada. Bukankah Zeno juga pernah sampai pada kesimpulan bahwa hasil pemikiran itu selalu tiba pada paradoks. Kita harus menyatakan bahwa realitas itu tunggal dan banyak, terbatas dan tak terbatas, dicipta dan tak dicipta. Karma kontradiksi tidak dapat diterima, maka pemikiran lebih baik tidak menyatakan apa-apa tentang realitas. Kedua, bila sesuatu itu ada, isi tidak dapat diketahui. Ini disebabkan oleh penginderaan itu tidak dapat dipercaya, penginderaan itu sumber ilusi. Akal juga tidak mampu meyakinkan kita tentang bahan alam semesta ini karma kita telah dikungkung oleh dilema subjektif. Kita berpikir sesuai dengan kemauan, ide kita, yang kita terapkan pada fenomena. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, isi tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain.

5.      Agnostisisme
Agnosticisme adalah aliran yang mengatakan bahwa manusia tidak mungkin mengetahui hakikat sesuatu di balik kenyataan ini. Baik hakikat materi maupun hakikat ruhani. Kata Agnosticisme sendiri berasal dari bahasa Grik Agnostos yang berarti unknown. A artinya not, Gno artinya know. Manusia dengan semua keterbatasannya tidak mungkin tahu apa hakikat sesuatu yang ada, baik oleh inderanya maupun oleh pikirannya.
Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara konkret akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita kenal. Aliran ini dengan tegas selalu menyangkal adanya suatu kenyataan mutlak yang bersifat trancendent.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Kata ontologi, barasal dari dua kata dasar yaitu Ontos dan Logos. Ontos yang berarti Ada dan Logos yang berarti Ilmu. Sehingga secara global istilah onntologi bisa diartikan sebagai suatu ilmu yang mengkaji tentang hakiat dari segala sesuatu Yang-Ada. Hakikat dalam kajian ontologi adalah keadaan sebenarnya dari sesuatu, bukan keadaan sementara yang selalu berubah-ubah.
Begitu halnya antologi islam yang berdasarkan pada Al-Qur’an memandang bahwa segala sesuatu selain Al-Khaliq (Pencipta) adalah Makhluq (ciptaan), sang pencipta sebagai sesuatu yang maha kuasa adalah pengatur alam semesta ini. Allah telah memberikan hukum-hukum keberadaan (Sunnatullah) pada alam semesta ini.
Objek filsafat ilmu bukanlah alam nyata atau alam yahadah saja tetapi menurut islam objek filsafat ilmu adalah alam syahadah maupun alam gaib dan untuk membangun dan mengembangkan pengetahuan ilmiah mengenai alam tersebut dilakukan dengan acuan petunjuk Allah Swt, sebagai Penciptanya.
Dalam Islam, ontologi itu tidak sekedar yang tampak dan dapat dicerap oleh alam empiris, tapi lebih dari itu. Ada ”the ultimate reality” di balik yang empirik ini. Hakekat mutlak mendasari alam zahir; alam manusia, alam hewan, alam tumbuhan-tumbuhan, dan alam-alam lainnya.

Dalam kajian ontologi ada beberapa masalah yang perlu dipahami dan dicermati yaitu jumlah dan ragam, pertentangan dan hampuran. Dalam tataran ontologi ini ada beberapa aliran filsafat yang mencoba menilai tentang makna yang-ada, di antaranya :
1.      Aliran Monisme yang berpendapat bahwa Monisme bahwa kosmos terbuat dari satu jenis Zat.
2.      Aliran Dualime yang beranggapan bah segala sesuatu berasal dari materi dan pikiran yang kedua-duanya sama-sama hakiki
3.      Pluralisme yang berasumsi bahwa hakikat dari segala sesuatu adalah berasal dari keberagaman dan tidak bersifat tunggal
4.      Nihilisme yang memberikan tanggapannya bahwa sebenarnya tidak ada istilah kebenaran hakiki tentanf segala sesuatu
5.      Agnosticisme yang mangatakan bahwa manusia dengan segala kekuranggannya tidak akan bisa menemukan makna hakiki dari segala sesuatu baik yang diperoleh dari inderanya maupun pikiranya.

Dalam kajian ontologi memang banyak terjadi perbedaan pendapat, hal ini disebabkan keberbedaan sistematika berfikir oleh para pendiri aliran-alirann tersebut. Tapi yang pasti, pendapat dari aliran-aliran itu bersifat spekulatif, sehingga tidak menutup memungkinan terjadi kekeliruan.

B.     Saran

Mari kita mengambil sebuah contoh gambaran Antologi dalam konsep filsafat islam yang dibangun berdasarkan pemahaman terhadap ajaran Islam atau berdasarkan pemahaman terhadap Al-Qur’an dan Hadist akan membuat kita tidak terjebak hanya pada satu pola filsafat saja atau hanya pada filsafat orang barat yang konseptualnya tidak dilandasi pada konsep keimanan.



DAFTAR PUSTAKA

Ani. 2011. Aspek Ontologi dalam Filsafat Ilmu. (http://bermenschool.wordpress.com/ 
Bakhtiar, Amsal,  Filsafat Ilmu. Jakarta
Farina Anis. Ontologi Islam. 2007. (http://permenungan.multiply.com,
Nasution, Harun,  Filsafat Agama. Jakarta
Sumarna, Cecep,  Filsafat Ilmu dari Hakikat Menuju Nilai.
Suriasumantri , Jujun S.  Pengantar Ilmu dalam Perspektif.

 

1 komentar: