Senin, 15 Desember 2014

MAKALAH TAJALLI

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami atas kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan limpahan rahmatnyalah maka kami bisa menyelesaikan sebuah makalah dengan tepat waktu. Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul "Tajalli", yang menurut kami dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita untuk mempelajari Imu Tasawuf.
Makalah ini disusun untuk memyelesaikan tugas, pada mata kuliah Imu Tasawuf, dengan dosen La Aluddin La Daa, S.Ag. M.A di Universitas Muhammadiyah Buton. Kampus B Pasar Wajo, pada program studi Pendidikan Agama Islam. Maka harapan penulis kiranya makalah ini, sesuai dengan harapan Bapak Dosen pada mata kuliah yang dimaksud.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami selesaikan ini masih jauh dari kesempurnaan. Seperti halnya pepatah “ tak ada gading yang tak retak “, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari semua kalangan yang bersifat membangun guna kesempurnaan makalah kami selanjutnya.
Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami buat kurang tepat atau menyinggung perasaan pembaca.
Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.

Pasarwajo, 16 Desember 2014

Penulis


Kelompok


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang .................................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah ............................................................................................... 1
C.     Tujuan Panulis ..................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
A.    Tajalli ................................................................................................................... 2
1.      Pengertian Tajalli ........................................................................................... 2
2.      Pelaksanaan ................................................................................................... 2
B.     Tajalli (Manifestasi Al-Haq) dan Martabat Tujuh ............................................... 3
C.     Hakikat Tajalli ..................................................................................................... 6

BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan .......................................................................................................... 8
B.     Saran .................................................................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 9





BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Dewasa ini akhlak dalam tasawuf sangat dibutuhkan dalam setiap manusia khususnya bagi seorang muslim. Oleh karena itu khususnya bagi orang muslim haruslah tahu apa arti ajaran-ajaran sufi atau pemahaman dalam aliran sufi itu, agar dalam mengamalkan tepat pada sasaran yang sesuai dengan kaedah agama yang berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Saw, pada zaman sekarang banyak dari golongan-golongan umat muslim yang menyimpang dari ajaran agama, maka dari itu untuk menjadi pedoman atau contoh dalam makalah ini  kami akan membahas sedikit  apa yang terdapat dalam ajaran-ajaran sufi yang dapat kita teladani.
Dalam pandangan kaum sufi, manusia cenderung mengikuti hawa nafsu. Ia cenderung ingin menguasai dunia atau berusaha agar berkuasa di dunia. Menurut Al-Gazali, cara hidup seperti ini akan membawa manusia ke jurang kehancuran moral. Kenikmatan hidup di dunia telah menjadi tujuan umat pada umumnya. Pandangan hidup seperti ini menyebabkan manusia lupa akan wujudnya sebagai hamba Allah yang harus berjalan di atas aturan-aturan-Nya.
Untuk memperbaiki keadaan mental yang tidak baik tersebut, seseorang yang ingin memasuki kehidupan tasawuf harus melalui beberapa tahapan yang cukup berat. Tujuannya adalah untuk menguasai hawa nafsu, menekan hawa nafsu sampai ketitik terendah dan bila mungkin mematikan hawa nafsu itu sama sekali. Tahapan tersebut terdiri atas tiga tingkatan yaitu takhalli, tahalli, dan tajalli.
Untuk pemantapan dan pendalaman materi yang telah dilalui pada fase tahalli, maka tahapan pendidikan mental itu disempurnakan pada fase tajalli.

B.     Rumusan Masalah

Dari paparan latar belakang diatas penulis menarik sebuah rumusan masalah dalam pembahasan makalah ini tentang tajali yaitu :
1.      Apa pengertian Tajalli ?
2.      Bagaimana Tajalli (Manifestasi Al-Haq) dan Martabat Tujuh ?
3.      Bagaimana hakikat Tajalli ?

C.    Tujuan Penulis

Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini yaitu :
1.      Untuk mengetahui pengertian tajalli.
2.      Untuk mengetahui Tajalli (Manifestasi Al-Haq) dan Martabat Tujuh.
3.      Untuk mengetahui hakikat tajalli.




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Tajalli

1.      Pengertian Tajalli

Tajalli adalah orang-orang yang telah melaksanakan takhalli dan tahalli secara baik dan sempurna dengan riyadhah dan mujahadah yang terus menerus, sehingga dia sampai kepada tingkat hakikat yang akhirnya menjadi kekasih Allah swt.
Sesungguhnya orang yang telah sampai ketingkat tajalli tertinggi, dia telah melewati fase-fase, riyadhah dan mujahadah yang sungguh-sungguh dan terus menerus, sehingga kehidupannya selalu dalm keadaan muqabah yang terus menerus, akhirnya memperoleh musyahadah, lalu makrifat dan akhirnya fana fillah.
Orang yang fana fillah, tajali-lah baginyaNur Uluhiyah, sehinggah dia mengetahui rahasia-rahasia yang ghaib, karena telah hilang sifat basyariyahnya yang menjadi hijab untuk dapat kasyaf.

2.      Pelaksanaan

Orang yang fana fillah hingga dia menjadi tajalli, adalah orang yang pada waktu itu sedang munajat beribadat kepada-nya, fana dan tajalli adalah kehendak Allah swt yang merupakan rahmat dan kerunia dari padanya.
Syekh Abu Yazid busthami setiap membicarakan fana dan membicarakan baqa dan pada waktu yang bersamaan membicarakan adanya tajalli. Atau dengan kata lain, adanya fana baru adanya dengan adanya baqa atau adanya fana baru adanya dengan adanya tajalli.

Sayyid Abdul Karim bin Ibrahim Jaelani  dalam kitabnya “ Al Insanul Kamil” mengatakan ada empat tingkatan tajalli :

a.       Tajalli Af’al

Tajalli Af’al (perbuatan) lenyapnya af’al seorang hamba dan yan adanya hanya af’al  Allah swt. Af’al yang hakiki adalah af’al allah. Segala sesuatu yang ada ini pada hakikatnya adalah hasil af’al Allah, yang dilakukan oelah mahluknya merupakan sunnah tullah semata. Sunnah tullah yang merupakan sebab akibat.

Firman Allah swt :
وَ الله خَلَكُم وَمَا تَمَلُونَ
Artinya : Padahal allah lah yang menciptkan kamu danapa yang kamu perbuat itu
                        (Qs Ash Shafat 37 : 96)


b.      Tajalli Asma

Tajalli asma ialah fananya seorang hamba pada waktu ibadat atau munajat kepada salah satu atau beberapa dari asma Allah swt.
Tajalli asma (nama-nama) ialah fananya seseorang hamba pada waktu ibadat atau munajat kepada salah satu atau beberpa dari asma Allah. Kita mengetahui ada 99 (sembilanpuluh Sembilan) nama Allah yang dinamakan Asmaul Husna. Apabila seseorang fana ke dalam salah satu asmaul husna, kemudian dia menyeru atau berdo’a kepada asma tersebut, maka Allah akan menjawab dan memperkenankan do’anya. Umpamanya, bila seseorang fana ke dalam asma Al ‘Aliim (Yang Maha Mengetahui), atau Ar Razzak ( Yang Maha Memberi Rezeki) dan dia berdo’a untuk mendapatkan sesuatu ilmu atau rezeki, maka Allah akan memperkenankan do’anya itu.

c.       Tajalli Sifat

Tajalli sifat adalah seseorang fana dengan sifat-sifat Allah yang maha sempurna.Seseorang yang fana filsifat secara haqqul yakin merasakan keagungan sifat-sifat Allah itu. Pengerian tajalli sifat hamper sama dengan pengertian tajalli asma’.

d.      Tajalli Zat

Tajalli Zat ialah fananya seseorang hamba kedalam zat yang wajibul wujud, sehingga terpancarlah Nur bahwa hanya Allah sajalah yang merupakan wujud yang mutlak.
Sesungguhnya proses takhalli, tahalli, tajalli itu, tidaklah hanya selesai satu tingkat atau satu tahap baru memasuki tingkat atau tahap selanjutnya. Pelaksanaannya  adalah bersama-sama, sesuai dengan riyadhah dan mujahadah yang dilaksanakan dan tergantung pula kepada rahmat dan karunia Allah swt.  
Tajalli tingkat tertinggi seperti yang diuraikan di atas amatlah sulit bila pembahasannya hanya melalui akal. Akal terbatas maudhuk pembahasannya, terutama kepada maslah-masalah alam fisika. Alam sulit menjangkau alam metafisika. Kalbu hati nurani manusia, dapat memuat sifat-sifat dan asma Allah sebagaimana tersebut di dalam hadits Rasulullah, dapatlah pula dia menjangkau alam fisika dan alam metafisika.

B.     Tajalli (Manifestasi Al-Haq) dan Martabat Tujuh

Kata “tajali” (Ar.: tajalli) merupakan istilah tasawuf yang berarti ”penampakan diri Tuhan yang bersifat absolut dalam bentuk alam yang bersifat terbatas. Istilah ini berasal dari kata tajalla atau yatajalla, yang artinya “menyatakan diri”.
Konsep tajali beranjak dari pandangan bahwa Allah Swt dalam kesendirian-Nya (sebelum ada alam) ingin melihat diri-Nya di luar diri-Nya. Karena itu, dijadikan-Nya alam ini. Dengan demikian, alam ini merupakan cermin bagi Allah Swt. Ketika Ia ingin melihat diri-Nya, Ia melihat pada alam. Dalam versi lain diterangkan bahwa Tuhan berkehendak untuk diketahui, maka Ia pun menampakkan Diri-Nya dalam bentuk tajali.
Proses penampakan diri Tuhan itu diuraikan oleh Ibn ’Arabi. Menurutnya, Zat Tuhan yang mujarrad dan transendental itu bertajali dalam tiga martabat melalui sifat dan asma (nama)-Nya, yang pada akhirnya muncul dalam berbagai wujud konkret-empiris. Ketiga martabat itu adalah martabat ahadiyah, martabat wahidiyah, dan martabat tajalli syuhudi.

Pada martabat ahadiyah, wujud Tuhan merupakan Zat Mutlak lagi mujarrad, tidak bernama dan tidak bersifat. Karena itu, Ia tidak dapat dipahami ataupun dikhayalkan. Pada martabat ini Tuhan—sering diistilahkan al-Haq oleh Ibn ’Arabi—berada dalam keadaan murni bagaikan kabut yang gelap (fi al-’amâ’); tidak sesudah, tidak sebelum, tidak terikat, tidak terpisah, tidak ada atas, tidak ada bawah, tidak mempunyai nama, tidak musammâ (dinamai). Pada martabat ini, al-Haq tidak dapat dikomunikasikan oleh siapa pun dan tidak dapat diketahui.
Martabat wahidiyah adalah penampakan pertama (ta’ayyun awwali) atau disebut juga martabat tajali zat pada sifat atau faydh al-aqdas (emanasi paling suci). Dalam aras ini, zat yang mujarrad itu bermanifestasi melalui sifat dan asma-Nya. Dengan manifestasi atau tajali ini, zat tersebut dinamakan Allah, Pengumpul dan Pengikat Sifat dan Nama yang Mahasempurna (al-asma al-husna, Allah). Akan tetapi, sifat dan nama itu sendiri identik dengan zat. Di sini kita berhadapan dengan zat Allah yang Esa, tetapi Ia mengandung di dalam diri-Nya berbagai bentuk potensial dari hakikat alam semesta atau entitas permanen (al-’a’yan tsabitah).
Martabat tajalli syuhudi disebut juga faidh al-muqaddas (emanasi suci) dan ta’ayyun tsani (entifikasi kedua, atau penampakan diri peringkat kedua). Pada martabat ini Allah Swt bertajali melalu asma dan sifat-Nya dalam kenyataan empiris atau alam kasatmata. Dengan kata lain, melalui firman kun (jadilah), maka entitas permanen secara aktual menjelma dalam berbagai citra atau bentuk alam semesta. Dengan demikian alam ini tidak lain adalah kumpulan fenomena empiris yang merupakan lokus atau mazhar tajali al-Haq. Alam yang menjadi wadah manifestasi itu sendiri merupakan wujud atau bentuk yang tidak ada akhirnya. Ia tidak lain laksana ’aradh atau aksiden (sifat yang datang kemudian) dan jauhar (substansi) dalam istilah ilmu kalam. Selama ada substansi, maka aksiden akan tetap ada. Begitu pula dalam tasawuf. Menurut Ibn ’Arabi, selama ada Allah, maka alam akan tetap ada, ia hanya muncul dan tenggelam tanpa akhir.
Konsepsi tajali Ibn ’Arabi kemudian dikembangkan oleh Syekh Muhammad Isa Sindhi al-Burhanpuri (ulama India abad ke-16) dalam tujuh martabat tajali, yang lazim disebut martabat tujuh. Selain dari tiga yang disebut dalam konsepsi versi Ibn ’Arabi, empat martabat lain dalam martabat tujuh adalah: martabat alam arwah, martabat alam mitsal, martabat alam ajsam, dan martabat insan kamil.
Martabat alam arwah adalah ”Nur Muhammad” yang dijadikan Allah Swt dari nur-Nya, dan dari nur Muhammad inilah muncullah ruh segala makhluk. Martabat alam mitsal adalah diferensiasi dari Nur Muhammad itu dalam ruh individual seperti laut melahirkan dirinya dalam citra ombak. Martabat alam ajsam adalah alam material yang terdiri dari empat unsur, yaitu api, angin, tanah, dan air. Keempat unsur material ini menjelma dalam wujud lahiriah dari alam ini dan keempat unsur tersebut saling menyatu dan suatu waktu terpisah. Adapun martabat insan kamil atau alam paripurna merupakan himpunan segala martabat sebelumnya. Martabat-martabat tersebut paling kentara terutama sekali pada Nabi Muhammad saw sehingga Nabi saw disebut insan kamil.
Tajali al-Haq dalam insan kamil ini terlebih dulu telah dikembangkan secara luas oleh Abdul Karim bin Ibrahim al-Jili (1365-1428, tokoh tasawuf) dalam karyanya al-Insân al-Kâmil fî Ma’rifat al-Awâkhir wa al-Awâ’il (Manusia Sempurna dalam Mengetahui [Allah] Sejak Awal hingga Akhirnya). Baginya, lokus tajali al-Haq yang paling sempurna adalah Nur Muhammad. Nur Muhammad ini telah ada sejak sebelum alam ini ada, ia bersifat kadim lagi azali. Nur Muhammad itu berpindah dari satu generasi ke generasi berikutnya dalam berbagai bentuk para nabi, yakni Adam, Nuh, Ibrahim, Musa–salam Allah atas mereka semua—dan lain-lain hingga dalam bentuk nabi penutup, Muhammad saw. Kemudian ia berpindah kepada para wali dan berakhir pada wali penutup (khatam awliya), yaitu Isa as yang akan turun pada akhir zaman.
Dalam tradisi esoterisme Syi’ah, para imam Syi’ah Imamiyah—sejak Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib hingga Imam Mahdi (yang digaibkan Allah)—merupakan wali-wali yang memanisfetasikan diri sebagai insan kamil hakiki. Kepada merekalah, para pengikut Syi’ah Dua Belas sering kali bertawasul agar kebutuhan material-spiritual mereka terpenuhi.
Para sufi sependapat bahwa untuk mencapai tingkat kesempurnaan kesucian jiwa itu hanya dengan satu jalan, yaitu cinta kepada Allah dan memperdalam rasa kecintaan itu. Dengan kesucian jiwa ini, barulah akan terbuka jalan untuk mencapai Tuhan. Tanpa jalan ini tidak ada kemungkinan terlaksananya tujuan itu dan perbuatan yang dilakukan tidak dianggap perbuatan yang baik. (M.M. Syarif :1999).
Untuk melestarikan dan memperdalam rasa ketuhanan, ada beberapa cara yang diajarkan kaum sufi, antara lain :

a)      Munajat
Secara sederhana kata ini mengandung arti melaporkan diri ke hadirat Allah atas segala aktivitas yang dilakukan.[8] Ini adalah salah satu bentuk do’a yang diucapkan dengan sepenuh hati disertai dengan deraian air mata dan dengan bahasa yang puitis. Doa dan air mata itulah munajat sebagai manifestasi dari rasa cinta dan rindu kepada Allah. Latihan dengan ibadah seperti itu adalah cara memperdalam penghayatan rasa ketuhanan.

b)      Muraqabah dan Muhasabah
Menurut Abu Zakaria Ansari, muraqabah adalah senantiasa memandang dengan hati kepada Allah dan selalu memperhatikan apa yang diciptakan-Nya.[9] Jadi, sesuai dengan pengertian ini bahwa muraqabah itu merupakan suatu sikap mental yang senantiasa melihat dan memandang baik dalam keadaan bangun/tidur, bergerak/diam, dan di waktu lapang maupun susah.

C.    Hakikat Tajalli

Tajalli Zat dan Sifat adalah didalam anda dan dibayangkan didalam cermin fikiran anda, tetapi anda mengotorkan cermin itu dengan kemanusiaan dan perangai anda dan menjadi BUTA dan tidak nampak Tajalli itu.
Tiap tiap jahat ( dosa ) adalah daripada ADOM ( kosong ) yaitu ghayr wujud. Kejahatan tidak wujud. Kejahatan timbul kerana perbandingan Asma Asma yang bertentangan.
ZAT MUTLAK itu adalah orang itu sendiri. Selagi bayangan wujud ini menjadi , objek dalam ilmu anda, maka objeklah yang anda sembah bukanya HAQ. Hak tersembunyi didalam Qalib ( Badan ).
Oleh itu perhatikan Yang Benar disamping badan anda dalam pandangan. Apabila Aku anda keluar, Aku DIA masuk dan menunjukkan KeindahanNya pada anda.

Dosa ialah PERINTAH dari HAQ, atas HAQ untuk HAQ.
Surah Al-Fath : 10
Tangan allah atas tangan tangan mereka.

Al-Fath : 02
Allah telah mengampuni engkau wahai nabi, semua dosa dosa engkau yang dahulu dan dosa dosa engkau yang akan datang.

Ibnu Arabi berkata :-
Orang Arif ialah orang yang bukan sahaja melihat Allah dalam segala-galanya tetapi juga melihat Allah sebagai HAKIKAT SEGALANYA.

Al-Maidah : 01
Allah melakukan apa yang dikehendakkiNya.. 

Demikianlah pemikiran tentang Haq yang dizahirkan. DIA memakai perkara baik, perkara – pahala, perkara jahat – dosa. Keampunan dan KemurkaanNya tidak ada siapa yang dapat mengganggunya.
SYIRIK timbul dari Khatrat banyak. Zat yang satu itu memakai pel bagai pakaian. Oleh itu melihat YANG SATU sebagai YANG BANYAK adalah SYIRIK. Sembahyang, puasa, khalwat dan tasbih adalah untuk memerhatikan Haq didalam diri.
o   Ombak adalah bentuk bentuk dalam khayalan, hakikatnya adalah air
o   Anggaplah wujud anda sebagai WUJUD ALLAH. Perbuatan dan sifat anda sebagai Af’al dan Sifat Allah. Hilangkan diri anda dan cari semula dan bila berjumpa Hakikat Haq adalah hakikat anda.

NamaNya Yang Batin menunjukkan Yang Ghaib dan namaNya Yang Zahir menunjukkan Yang Nyata :-
Peringkat Batin = Ahdiyyat / Uluhiyyat / Rububiyyat ( Ghaib ) Syahadah ( Ruh )
Peringkat Zahir = Arwah / Amthal / Ajsam ( Ruh ) Mithal ( Ajsam )

Surah Al-Hadid : 04
Dia jadikan langit dan bumi dalam 6 hari dan kemudian mengambil kedudukan di Arasy.

Nabi Nabi tidak ditugaskan untuk MEMBUKA RAHSIA RAHSIA ini. Mereka terpaksa menjalankan Syariat membiarkan Hakikat itu tersembunyi
Hadith :-
Aku AHMAD tanpa MIM
( Aku adalah terhad, hakikatku ialah HAQ )

Aulia membuka Rahsia yang ditinggalkan oleh Nabi Nabi itu.
Wali Wali Allah ialah jurucakap Nabi Nabi. Mereka menyatakan batin percakapan Nabi Nabi.
SYIRIK sebenarnya TIDAK WUJUD kerana syirik meksudnya bersekutu dengan yang lain sedangkan yang lain itu tidak wujud. Rupa tidak mempunyai wujud sendiri. Ia hanya idea tentang hakikat.

Surah Israel : 81
Yang benar ( haq ) telah datang dan hapuslah yang palsu ( batil ). Sesungguhnya yang batil itu pasti hapus.
Jika anda anggap diri anda sebagai lain dari Allah dan Allah lain dari anda, anda telah meletakkan ASAS SYIRIK.




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Tajalli adalah orang-orang yang telah melaksanakan takhalli dan tahalli secara baik dan sempurna dengan riyadhah dan mujahadah yang terus menerus, sehingga dia sampai kepada tingkat hakikat yang akhirnya menjadi kekasih Allah swt.
Sayyid Abdul Karim bin Ibrahim Jaelani  dalam kitabnya “ Al Insanul Kamil” mengatakan ada empat tingkatan tajalli : Tajalli Af’al, Tajalli Asma, Tajalli Sifat, Tajalli Zat
Proses penampakan diri Tuhan itu diuraikan oleh Ibn ’Arabi. Menurutnya, Zat Tuhan yang mujarrad dan transendental itu bertajali dalam tiga martabat melalui sifat dan asma (nama)-Nya, yang pada akhirnya muncul dalam berbagai wujud konkret-empiris. Ketiga martabat itu adalah :
1.      Martabat ahadiyah, wujud Tuhan merupakan Zat Mutlak lagi mujarrad, tidak bernama dan tidak bersifat.
2.      Martabat wahidiyah adalah penampakan pertama (ta’ayyun awwali) atau disebut juga martabat tajali zat pada sifat atau faydh al-aqdas (emanasi paling suci).
3.      martabat tajalli syuhudi disebut juga faidh al-muqaddas (emanasi suci) dan ta’ayyun tsani (entifikasi kedua, atau penampakan diri peringkat kedua).

SYIRIK timbul dari Khatrat banyak. Zat yang satu itu memakai pel bagai pakaian. Oleh itu melihat YANG SATU sebagai YANG BANYAK adalah SYIRIK. Sembahyang, puasa, khalwat dan tasbih adalah untuk memerhatikan Haq didalam diri.
o   Ombak adalah bentuk bentuk dalam khayalan, hakikatnya adalah air
Anggaplah wujud anda sebagai WUJUD ALLAH. Perbuatan dan sifat anda sebagai Af’al dan Sifat Allah. Hilangkan diri anda dan cari semula dan bila berjumpa Hakikat Haq adalah hakikat anda.

B.     Saran

Demikianlah proses tajali al-Haq pada alam semesta. Wadah tajali-Nya yang paling sempurna adalah insan, sementara insan yang paling sempurna sebagai wadah tajali-Nya adalah insan kamil dalam wujud Nabi Muhammad saw. Itulah beberapa tahapan dalam pembinaan tasawuf. Mudah-mudahan dengan melakukan proses tahapan tersebut, manusia dapat mengenal kehidupan tasawuf yang sesungguhnya.


DAFTAR PUSTAKA

http://makalahtarbiyah7s.blogspot.com/
http://tarekataulia.blogspot.com/2013/12/kesempurnaan-konsep-takhalli-tahalli.html
As, Asmaran. Pengantar Studi Tasawuf. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1996
Said, Usman, dkk. Pengantar Ilmu Tasawuf. Medan : Naspar Djaja,1981




Tidak ada komentar:

Posting Komentar