KATA PENGANTAR
Segala
puji dan syukur kami atas kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan limpahan
rahmatnyalah maka kami bisa menyelesaikan sebuah makalah dengan tepat waktu. Berikut
ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul "Tajalli", yang
menurut kami dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita untuk mempelajari
Imu Tasawuf.
Makalah
ini disusun untuk memyelesaikan tugas, pada mata kuliah Imu Tasawuf, dengan dosen La
Aluddin La Daa, S.Ag. M.A di Universitas Muhammadiyah Buton. Kampus B Pasar
Wajo, pada program studi Pendidikan Agama Islam. Maka harapan penulis kiranya
makalah ini, sesuai dengan harapan Bapak Dosen pada mata kuliah yang dimaksud.
Kami
menyadari bahwa makalah yang kami selesaikan ini masih jauh dari kesempurnaan.
Seperti halnya pepatah “ tak ada gading yang tak retak “, oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari semua kalangan yang bersifat membangun guna
kesempurnaan makalah kami selanjutnya.
Melalui
kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman
bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami buat kurang
tepat atau menyinggung perasaan pembaca.
Dengan
ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga
Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.
Pasarwajo,
16 Desember 2014
Penulis
Kelompok
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................. iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang .................................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah ............................................................................................... 1
C.
Tujuan Panulis ..................................................................................................... 1
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Tajalli ................................................................................................................... 2
1.
Pengertian
Tajalli ........................................................................................... 2
2.
Pelaksanaan ................................................................................................... 2
B.
Tajalli
(Manifestasi Al-Haq) dan Martabat Tujuh ............................................... 3
C.
Hakikat Tajalli ..................................................................................................... 6
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan .......................................................................................................... 8
B.
Saran .................................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 9
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dewasa ini akhlak dalam tasawuf sangat dibutuhkan
dalam setiap manusia khususnya bagi seorang muslim. Oleh karena itu khususnya
bagi orang muslim haruslah tahu apa arti ajaran-ajaran sufi atau pemahaman
dalam aliran sufi itu, agar dalam mengamalkan tepat pada sasaran yang sesuai
dengan kaedah agama yang berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Saw, pada zaman
sekarang banyak dari golongan-golongan umat muslim yang menyimpang dari ajaran
agama, maka dari itu untuk menjadi pedoman atau contoh dalam makalah ini kami
akan membahas sedikit apa yang terdapat dalam ajaran-ajaran sufi yang
dapat kita teladani.
Dalam pandangan kaum sufi, manusia cenderung mengikuti hawa nafsu. Ia
cenderung ingin menguasai dunia atau berusaha agar berkuasa di dunia. Menurut
Al-Gazali, cara hidup seperti ini akan membawa manusia ke jurang kehancuran
moral. Kenikmatan hidup di dunia telah menjadi tujuan umat pada umumnya.
Pandangan hidup seperti ini menyebabkan manusia lupa akan wujudnya sebagai
hamba Allah yang harus berjalan di atas aturan-aturan-Nya.
Untuk memperbaiki keadaan mental yang tidak baik tersebut, seseorang yang
ingin memasuki kehidupan tasawuf harus melalui beberapa tahapan yang cukup
berat. Tujuannya adalah untuk menguasai hawa nafsu, menekan hawa nafsu sampai
ketitik terendah dan bila mungkin mematikan hawa nafsu itu sama sekali. Tahapan
tersebut terdiri atas tiga tingkatan yaitu takhalli, tahalli, dan tajalli.
Untuk pemantapan dan pendalaman materi yang telah dilalui pada fase tahalli,
maka tahapan pendidikan mental itu disempurnakan pada fase tajalli.
B. Rumusan Masalah
Dari
paparan latar belakang diatas penulis menarik sebuah rumusan masalah dalam
pembahasan makalah ini tentang tajali yaitu :
1.
Apa pengertian Tajalli ?
2.
Bagaimana Tajalli
(Manifestasi Al-Haq) dan Martabat Tujuh ?
3.
Bagaimana hakikat Tajalli ?
C. Tujuan Penulis
Adapun
tujuan dalam penulisan makalah ini yaitu :
1.
Untuk mengetahui pengertian tajalli.
2.
Untuk mengetahui Tajalli (Manifestasi Al-Haq) dan Martabat Tujuh.
3.
Untuk mengetahui
hakikat tajalli.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Tajalli
1. Pengertian Tajalli
Tajalli adalah orang-orang yang telah melaksanakan
takhalli dan tahalli secara baik dan sempurna dengan riyadhah dan mujahadah
yang terus menerus, sehingga dia sampai kepada tingkat hakikat yang akhirnya
menjadi kekasih Allah swt.
Sesungguhnya orang yang telah sampai ketingkat
tajalli tertinggi, dia telah melewati fase-fase, riyadhah dan mujahadah yang
sungguh-sungguh dan terus menerus, sehingga kehidupannya selalu dalm keadaan
muqabah yang terus menerus, akhirnya memperoleh musyahadah, lalu makrifat dan
akhirnya fana fillah.
Orang yang fana fillah, tajali-lah baginyaNur
Uluhiyah, sehinggah dia mengetahui rahasia-rahasia yang ghaib, karena telah
hilang sifat basyariyahnya yang menjadi hijab untuk dapat kasyaf.
2. Pelaksanaan
Orang yang fana fillah hingga dia menjadi tajalli,
adalah orang yang pada waktu itu sedang munajat beribadat kepada-nya, fana dan
tajalli adalah kehendak Allah swt yang merupakan rahmat dan kerunia dari
padanya.
Syekh Abu Yazid busthami setiap membicarakan fana
dan membicarakan baqa dan pada waktu yang bersamaan membicarakan adanya
tajalli. Atau dengan kata lain, adanya fana baru adanya dengan adanya baqa atau
adanya fana baru adanya dengan adanya tajalli.
Sayyid Abdul Karim bin Ibrahim Jaelani dalam
kitabnya “ Al Insanul Kamil” mengatakan ada empat tingkatan tajalli :
a. Tajalli Af’al
Tajalli Af’al (perbuatan) lenyapnya af’al seorang
hamba dan yan adanya hanya af’al Allah
swt. Af’al yang hakiki adalah af’al allah. Segala sesuatu yang ada ini pada
hakikatnya adalah hasil af’al Allah, yang dilakukan oelah mahluknya merupakan
sunnah tullah semata. Sunnah tullah yang merupakan sebab akibat.
Firman Allah swt :
وَ الله خَلَكُم وَمَا تَمَلُونَ
Artinya
: Padahal allah lah yang menciptkan kamu
danapa yang kamu perbuat itu
(Qs Ash Shafat 37 : 96)
b. Tajalli Asma
Tajalli asma ialah fananya seorang hamba pada waktu
ibadat atau munajat kepada salah satu atau beberapa dari asma Allah swt.
Tajalli
asma (nama-nama) ialah fananya seseorang hamba pada waktu ibadat atau munajat
kepada salah satu atau beberpa dari asma Allah. Kita mengetahui ada 99
(sembilanpuluh Sembilan) nama Allah yang dinamakan Asmaul Husna. Apabila
seseorang fana ke dalam salah satu asmaul husna, kemudian dia menyeru atau
berdo’a kepada asma tersebut, maka Allah akan menjawab dan memperkenankan
do’anya. Umpamanya, bila seseorang fana ke dalam asma Al ‘Aliim (Yang Maha
Mengetahui), atau Ar Razzak ( Yang Maha Memberi Rezeki) dan dia berdo’a untuk
mendapatkan sesuatu ilmu atau rezeki, maka Allah akan memperkenankan do’anya
itu.
c. Tajalli Sifat
Tajalli sifat adalah seseorang fana dengan
sifat-sifat Allah yang maha sempurna.Seseorang yang fana filsifat secara haqqul
yakin merasakan keagungan sifat-sifat Allah itu. Pengerian tajalli sifat hamper
sama dengan pengertian tajalli asma’.
d. Tajalli Zat
Tajalli Zat ialah fananya seseorang hamba kedalam
zat yang wajibul wujud, sehingga terpancarlah Nur bahwa hanya Allah sajalah
yang merupakan wujud yang mutlak.
Sesungguhnya proses takhalli, tahalli, tajalli itu,
tidaklah hanya selesai satu tingkat atau satu tahap baru memasuki tingkat atau
tahap selanjutnya. Pelaksanaannya adalah
bersama-sama, sesuai dengan riyadhah dan mujahadah yang dilaksanakan dan
tergantung pula kepada rahmat dan karunia Allah swt.
Tajalli
tingkat tertinggi seperti yang diuraikan di atas amatlah sulit bila
pembahasannya hanya melalui akal. Akal terbatas maudhuk pembahasannya, terutama
kepada maslah-masalah alam fisika. Alam sulit menjangkau alam metafisika. Kalbu
hati nurani manusia, dapat memuat sifat-sifat dan asma Allah sebagaimana
tersebut di dalam hadits Rasulullah, dapatlah pula dia menjangkau alam fisika
dan alam metafisika.
B. Tajalli (Manifestasi Al-Haq) dan Martabat Tujuh
Kata “tajali”
(Ar.: tajalli) merupakan istilah tasawuf yang berarti ”penampakan diri Tuhan
yang bersifat absolut dalam bentuk alam yang bersifat terbatas. Istilah ini
berasal dari kata tajalla atau yatajalla, yang artinya “menyatakan diri”.
Konsep
tajali beranjak dari pandangan bahwa Allah Swt dalam kesendirian-Nya (sebelum
ada alam) ingin melihat diri-Nya di luar diri-Nya. Karena itu, dijadikan-Nya
alam ini. Dengan demikian, alam ini merupakan cermin bagi Allah Swt. Ketika Ia
ingin melihat diri-Nya, Ia melihat pada alam. Dalam versi lain diterangkan
bahwa Tuhan berkehendak untuk diketahui, maka Ia pun menampakkan Diri-Nya dalam
bentuk tajali.
Proses
penampakan diri Tuhan itu diuraikan oleh Ibn ’Arabi. Menurutnya, Zat Tuhan yang
mujarrad dan transendental itu bertajali dalam tiga martabat melalui sifat dan
asma (nama)-Nya, yang pada akhirnya muncul dalam berbagai wujud
konkret-empiris. Ketiga martabat itu adalah martabat ahadiyah, martabat
wahidiyah, dan martabat tajalli syuhudi.
Pada
martabat ahadiyah, wujud Tuhan merupakan Zat Mutlak lagi mujarrad, tidak
bernama dan tidak bersifat. Karena itu, Ia tidak dapat dipahami ataupun
dikhayalkan. Pada martabat ini Tuhan—sering diistilahkan al-Haq oleh Ibn
’Arabi—berada dalam keadaan murni bagaikan kabut yang gelap (fi al-’amâ’);
tidak sesudah, tidak sebelum, tidak terikat, tidak terpisah, tidak ada atas,
tidak ada bawah, tidak mempunyai nama, tidak musammâ (dinamai). Pada martabat
ini, al-Haq tidak dapat dikomunikasikan oleh siapa pun dan tidak dapat
diketahui.
Martabat wahidiyah
adalah penampakan pertama (ta’ayyun awwali) atau disebut juga martabat tajali
zat pada sifat atau faydh al-aqdas (emanasi paling suci). Dalam aras ini, zat
yang mujarrad itu bermanifestasi melalui sifat dan asma-Nya. Dengan manifestasi
atau tajali ini, zat tersebut dinamakan Allah, Pengumpul dan Pengikat Sifat dan
Nama yang Mahasempurna (al-asma al-husna, Allah). Akan tetapi, sifat dan nama
itu sendiri identik dengan zat. Di sini kita berhadapan dengan zat Allah yang
Esa, tetapi Ia mengandung di dalam diri-Nya berbagai bentuk potensial dari
hakikat alam semesta atau entitas permanen (al-’a’yan tsabitah).
Martabat
tajalli syuhudi disebut juga faidh al-muqaddas (emanasi suci) dan ta’ayyun
tsani (entifikasi kedua, atau penampakan diri peringkat kedua). Pada martabat
ini Allah Swt bertajali melalu asma dan sifat-Nya dalam kenyataan empiris atau
alam kasatmata. Dengan kata lain, melalui firman kun (jadilah), maka entitas
permanen secara aktual menjelma dalam berbagai citra atau bentuk alam semesta.
Dengan demikian alam ini tidak lain adalah kumpulan fenomena empiris yang
merupakan lokus atau mazhar tajali al-Haq. Alam yang menjadi wadah manifestasi
itu sendiri merupakan wujud atau bentuk yang tidak ada akhirnya. Ia tidak lain
laksana ’aradh atau aksiden (sifat yang datang kemudian) dan jauhar (substansi)
dalam istilah ilmu kalam. Selama ada substansi, maka aksiden akan tetap ada.
Begitu pula dalam tasawuf. Menurut Ibn ’Arabi, selama ada Allah, maka alam akan
tetap ada, ia hanya muncul dan tenggelam tanpa akhir.
Konsepsi
tajali Ibn ’Arabi kemudian dikembangkan oleh Syekh Muhammad Isa Sindhi
al-Burhanpuri (ulama India abad ke-16) dalam tujuh martabat tajali, yang lazim
disebut martabat tujuh. Selain dari tiga yang disebut dalam konsepsi versi Ibn
’Arabi, empat martabat lain dalam martabat tujuh adalah: martabat alam arwah,
martabat alam mitsal, martabat alam ajsam, dan martabat insan kamil.
Martabat
alam arwah adalah ”Nur Muhammad” yang dijadikan Allah Swt dari nur-Nya, dan
dari nur Muhammad inilah muncullah ruh segala makhluk. Martabat alam mitsal
adalah diferensiasi dari Nur Muhammad itu dalam ruh individual seperti laut
melahirkan dirinya dalam citra ombak. Martabat alam ajsam adalah alam material
yang terdiri dari empat unsur, yaitu api, angin, tanah, dan air. Keempat unsur
material ini menjelma dalam wujud lahiriah dari alam ini dan keempat unsur
tersebut saling menyatu dan suatu waktu terpisah. Adapun martabat insan kamil
atau alam paripurna merupakan himpunan segala martabat sebelumnya.
Martabat-martabat tersebut paling kentara terutama sekali pada Nabi Muhammad
saw sehingga Nabi saw disebut insan kamil.
Tajali
al-Haq dalam insan kamil ini terlebih dulu telah dikembangkan secara luas oleh
Abdul Karim bin Ibrahim al-Jili (1365-1428, tokoh tasawuf) dalam karyanya
al-Insân al-Kâmil fî Ma’rifat al-Awâkhir wa al-Awâ’il (Manusia Sempurna dalam
Mengetahui [Allah] Sejak Awal hingga Akhirnya). Baginya, lokus tajali al-Haq
yang paling sempurna adalah Nur Muhammad. Nur Muhammad ini telah ada sejak
sebelum alam ini ada, ia bersifat kadim lagi azali. Nur Muhammad itu berpindah
dari satu generasi ke generasi berikutnya dalam berbagai bentuk para nabi,
yakni Adam, Nuh, Ibrahim, Musa–salam Allah atas mereka semua—dan lain-lain
hingga dalam bentuk nabi penutup, Muhammad saw. Kemudian ia berpindah kepada
para wali dan berakhir pada wali penutup (khatam awliya), yaitu Isa as yang
akan turun pada akhir zaman.
Dalam
tradisi esoterisme Syi’ah, para imam Syi’ah Imamiyah—sejak Amirul Mukminin Ali
bin Abi Thalib hingga Imam Mahdi (yang digaibkan Allah)—merupakan wali-wali
yang memanisfetasikan diri sebagai insan kamil hakiki. Kepada merekalah, para
pengikut Syi’ah Dua Belas sering kali bertawasul agar kebutuhan
material-spiritual mereka terpenuhi.
Para
sufi sependapat bahwa untuk mencapai tingkat kesempurnaan kesucian jiwa itu
hanya dengan satu jalan, yaitu cinta kepada Allah dan memperdalam rasa
kecintaan itu. Dengan kesucian jiwa ini, barulah akan terbuka jalan untuk
mencapai Tuhan. Tanpa jalan ini tidak ada kemungkinan terlaksananya tujuan itu
dan perbuatan yang dilakukan tidak dianggap perbuatan yang baik. (M.M. Syarif
:1999).
Untuk
melestarikan dan memperdalam rasa ketuhanan, ada beberapa cara yang diajarkan
kaum sufi, antara lain :
a)
Munajat
Secara
sederhana kata ini mengandung arti melaporkan diri ke hadirat Allah atas segala
aktivitas yang dilakukan.[8] Ini adalah salah satu bentuk do’a yang
diucapkan dengan sepenuh hati disertai dengan deraian air mata dan dengan
bahasa yang puitis. Doa dan air mata itulah munajat sebagai manifestasi dari
rasa cinta dan rindu kepada Allah. Latihan dengan ibadah seperti itu adalah
cara memperdalam penghayatan rasa ketuhanan.
b)
Muraqabah dan Muhasabah
Menurut
Abu Zakaria Ansari, muraqabah adalah senantiasa memandang dengan hati kepada
Allah dan selalu memperhatikan apa yang diciptakan-Nya.[9] Jadi, sesuai dengan pengertian ini bahwa
muraqabah itu merupakan suatu sikap mental yang senantiasa melihat dan
memandang baik dalam keadaan bangun/tidur, bergerak/diam, dan di waktu lapang
maupun susah.
C.
Hakikat Tajalli
Tajalli Zat dan Sifat adalah didalam
anda dan dibayangkan didalam cermin fikiran anda, tetapi anda mengotorkan
cermin itu dengan kemanusiaan dan perangai anda dan menjadi BUTA dan tidak
nampak Tajalli itu.
Tiap tiap jahat ( dosa ) adalah
daripada ADOM ( kosong ) yaitu ghayr wujud. Kejahatan tidak wujud. Kejahatan
timbul kerana perbandingan Asma Asma yang bertentangan.
ZAT MUTLAK itu adalah orang itu
sendiri. Selagi bayangan wujud ini menjadi , objek dalam ilmu anda, maka
objeklah yang anda sembah bukanya HAQ. Hak tersembunyi didalam Qalib ( Badan ).
Oleh itu perhatikan Yang Benar
disamping badan anda dalam pandangan. Apabila Aku anda keluar, Aku DIA masuk
dan menunjukkan KeindahanNya pada anda.
Dosa
ialah PERINTAH dari HAQ, atas HAQ untuk HAQ.
Surah
Al-Fath : 10
Tangan allah atas
tangan tangan mereka.
Al-Fath
: 02
Allah telah mengampuni engkau wahai
nabi, semua dosa dosa engkau yang dahulu dan dosa dosa engkau yang akan datang.
Ibnu
Arabi berkata :-
Orang Arif ialah orang
yang bukan sahaja melihat Allah dalam segala-galanya tetapi juga melihat Allah
sebagai HAKIKAT SEGALANYA.
Al-Maidah
: 01
Allah
melakukan apa yang dikehendakkiNya..
Demikianlah pemikiran tentang Haq
yang dizahirkan. DIA memakai perkara baik, perkara – pahala, perkara jahat –
dosa. Keampunan dan KemurkaanNya tidak ada siapa yang dapat mengganggunya.
SYIRIK timbul dari Khatrat banyak.
Zat yang satu itu memakai pel bagai pakaian. Oleh itu melihat YANG SATU sebagai
YANG BANYAK adalah SYIRIK. Sembahyang, puasa, khalwat dan tasbih adalah untuk
memerhatikan Haq didalam diri.
o Ombak adalah bentuk bentuk dalam
khayalan, hakikatnya adalah air
o Anggaplah wujud anda sebagai WUJUD
ALLAH. Perbuatan dan sifat anda sebagai Af’al dan Sifat Allah. Hilangkan diri
anda dan cari semula dan bila berjumpa Hakikat Haq adalah hakikat anda.
NamaNya Yang Batin menunjukkan Yang
Ghaib dan namaNya Yang Zahir menunjukkan Yang Nyata :-
Peringkat Batin = Ahdiyyat / Uluhiyyat / Rububiyyat ( Ghaib )
Syahadah ( Ruh )
Peringkat Zahir = Arwah / Amthal / Ajsam ( Ruh ) Mithal (
Ajsam )
Surah Al-Hadid : 04
Dia jadikan langit dan bumi dalam 6
hari dan kemudian mengambil kedudukan di Arasy.
Nabi Nabi tidak ditugaskan untuk
MEMBUKA RAHSIA RAHSIA ini. Mereka terpaksa menjalankan Syariat membiarkan
Hakikat itu tersembunyi
Hadith :-
Aku AHMAD tanpa MIM
( Aku adalah terhad, hakikatku
ialah HAQ )
Aulia membuka Rahsia yang
ditinggalkan oleh Nabi Nabi itu.
Wali Wali Allah ialah jurucakap
Nabi Nabi. Mereka menyatakan batin percakapan Nabi Nabi.
SYIRIK sebenarnya TIDAK WUJUD
kerana syirik meksudnya bersekutu dengan yang lain sedangkan yang lain itu
tidak wujud. Rupa tidak mempunyai wujud sendiri. Ia hanya idea tentang hakikat.
Surah Israel : 81
Yang benar ( haq ) telah datang dan
hapuslah yang palsu ( batil ). Sesungguhnya yang batil itu pasti hapus.
Jika anda anggap diri anda sebagai
lain dari Allah dan Allah lain dari anda, anda telah meletakkan ASAS SYIRIK.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Tajalli adalah orang-orang yang telah melaksanakan
takhalli dan tahalli secara baik dan sempurna dengan riyadhah dan mujahadah
yang terus menerus, sehingga dia sampai kepada tingkat hakikat yang akhirnya
menjadi kekasih Allah swt.
Sayyid Abdul Karim bin Ibrahim Jaelani dalam
kitabnya “ Al Insanul Kamil” mengatakan ada empat tingkatan tajalli : Tajalli Af’al, Tajalli
Asma, Tajalli Sifat, Tajalli Zat
Proses
penampakan diri Tuhan itu diuraikan oleh Ibn ’Arabi. Menurutnya, Zat Tuhan yang
mujarrad dan transendental itu bertajali dalam tiga martabat melalui sifat dan
asma (nama)-Nya, yang pada akhirnya muncul dalam berbagai wujud konkret-empiris.
Ketiga martabat itu adalah :
1. Martabat
ahadiyah, wujud Tuhan merupakan Zat Mutlak lagi mujarrad, tidak bernama dan
tidak bersifat.
2. Martabat wahidiyah
adalah penampakan pertama (ta’ayyun awwali) atau disebut juga martabat tajali
zat pada sifat atau faydh al-aqdas (emanasi paling suci).
3. martabat
tajalli syuhudi disebut juga faidh al-muqaddas (emanasi suci) dan ta’ayyun
tsani (entifikasi kedua, atau penampakan diri peringkat kedua).
SYIRIK timbul dari Khatrat banyak.
Zat yang satu itu memakai pel bagai pakaian. Oleh itu melihat YANG SATU sebagai
YANG BANYAK adalah SYIRIK. Sembahyang, puasa, khalwat dan tasbih adalah untuk
memerhatikan Haq didalam diri.
o Ombak adalah bentuk bentuk dalam
khayalan, hakikatnya adalah air
Anggaplah wujud anda sebagai WUJUD ALLAH. Perbuatan dan sifat
anda sebagai Af’al dan Sifat Allah. Hilangkan diri anda dan cari semula dan
bila berjumpa Hakikat Haq adalah hakikat anda.
B.
Saran
Demikianlah
proses tajali al-Haq pada alam semesta. Wadah tajali-Nya yang paling sempurna
adalah insan, sementara insan yang paling sempurna sebagai wadah tajali-Nya
adalah insan kamil dalam wujud Nabi Muhammad saw. Itulah beberapa tahapan dalam pembinaan tasawuf. Mudah-mudahan dengan
melakukan proses tahapan tersebut, manusia dapat mengenal kehidupan tasawuf
yang sesungguhnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://makalahtarbiyah7s.blogspot.com/
http://tarekataulia.blogspot.com/2013/12/kesempurnaan-konsep-takhalli-tahalli.html
As, Asmaran. Pengantar
Studi Tasawuf. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1996
Said, Usman, dkk.
Pengantar Ilmu Tasawuf. Medan : Naspar Djaja,1981
Tidak ada komentar:
Posting Komentar